3 Minggu kemudian...
Jaehee duduk di kursi taman yang terletak di pinggir fakultasnya. Ia duduk di sana ditemani dengan buku-buku tebalnya dan dengan sepasang earphone dikedua sisi telinganya.
Kebiasaan itu sudah melekat pada diri Jaehee sejak ia duduk di bangku kelas 8 Sekolah Menengah Pertama. Jaehee sering kali membaca buku sambil mendengarkan musik favoritnya.
Sebenarnya, awalnya Jaehee hanya ingin membuat Jeno kagum. Lebih tepatnya, ia hanya ingin Jeno memperhatikannya lebih lanjut. Pasalnya, ia tahu jika Jeno juga sering melakukan hal yang sama. Saat membaca buku, keduanya sering mendengarkan musik lewat earphone. Jaehee pikir dengan kepribadian mereka yang sama itu, dirinya memiliki peluang untuk bisa menjalin hubungan dengan Jeno lebih jauh.
Akan tetapi, kenyataannya tidak seperti itu. Jeno memanglah terkagum-kagum saat mengetahui bahwa Jaehee mempunyai kepribadian yang sama dengannya. Walau itu karena Jaehee yang melakukannya secara sengaja dengan maksud untuk menarik atensi seorang Lee tersebut. Namun, dugaan Jaehee salah. Ia tidak pernah bisa mendapatkan hati Jeno. Mereka tetaplah nothing more than friends. Menyedihkan, memang.
Dan pernah juga, saat duduk di kelas 10 Sekolah Menengah Atas, Jaehee ikut kelas biola. Tapi, saat Jaehee berharap dirinya bisa bermain biola dengan mahir seperti Jeno, dirinya malah terlihat bodoh dalam memainkan biola.
Sudah hampir satu bulan pertemuan di kelas biola, Jaehee masih tetap tak bisa memainkan biola walau beberapa melodi saja. Ia memang bodoh dalam hal itu dan akhirnya memutuskan untuk berhenti saja.
Kalian harus tahu, Jaehee sepertinya memang bodoh dalam urusan memainkan biola. Tetapi, ia sangat mahir memainkan gitar, piano dan saxophone. Aneh, memang. Dia pandai memainkan semua alat musik itu, ya kecuali biola. Mungkinkah si biola ini punya dendam pribadi kepadanya?
"Hey, Jae-ya! Lagi ngapain lo?!?"
Suara itu membuat Jaehee yang sedang tenggelam dengan bacaannya menoleh seketika dan menemukan sosok Jeno yang telah berdiri di hadapannya. Namun, ia melihat ada hal yang menjanggal...
Itu dia! Jaehee menemukan sosok gadis yang juga tengah berdiri di samping Jeno. Gadis itu memang cantik dan manis, rambut hitam legam yang digerai, juga dress selutut yang membuatnya menampakkan kesan anggun.
"Eh, Jeno? Biasa, gue lagi baca beberapa buku buat ujian Minggu depan." balas Jaehee, mengulas sebuah senyum paksa.
"Oh," balas Jeno singkat.
"Maaf. Gue mau nanya juga sama lo, boleh?" tanya Jaehee yang sejak tadi dihantui rasa penasarannya.
"Nanya apa? Kalo mau nanya, nanya aja lah gak usah minta izin dulu. Kalo lo mau nanya, silahkan."
"Cewek yang berdiri di samping lo itu siapa?" walaupun sebenarnya sudah ada beberapa opsi yang berada di di benak Jaehee, dia tetap bertanya untuk memastikan.
"Oh, ini Kim Jina. Dia itu cewek yang sering gue ceritain ke lo. Cewek bidadari." Jeno menyunggingkan sebuah senyum lebar penuh kebahagiaannya.
"Ih, kamu ini. Apa sih?!" Jina tersipu malu mendengar ucapan Jeno.
"Demi apa udah aku-kamuan?!?" batin Jaehee.
"Oh, namanya Jina. Namanya agak mirip ya, sama lo. Dan nama yang cantik, ya." sahut Jaehee, dirinya masih tetap tersenyum paksa. Iya, mencoba untuk menutupi rasa sakit dalam dirinya.
"Namanya cantik, dan orangnya jauh lebih cantik." Jeno lagi-lagi memuji Jina dan membuat gadis itu kembali tersipu malu. Jaehee sudah mati-matian menahan tangisnya.
"Jina, kenalin ini Jaehee, sahabat aku. Kita udah sahabatan sejak umur SD, sekitar waktu umur 6 tahun. Intinya udah belasan tahun kita sahabatan." Jeno memperkenalkan Jaehee, tentu saja dengan status sahabat. Memangnya mereka punya status dan hubungan apalagi selain sepasang sahabat?
Jaehee dan Jina saling berjabat tangan, berkenalan.
"Kalian hebat ya, udah lama sahabatan bahkan sejak berada di bangku Sekolah Dasar? Astaga, dan sekarang persahabatan kalian masih awet sampai ke Universitas dan berumur 20 tahun." Jina tersenyum manis setelah memberikan kalimat pujian itu.
"Iya, dong. Makasih ya, atas pujiannya." sahut Jeno kemudian mengacak-acak rambut Jina dengan gemas.
"Gue gak pernah nyangka kalo gue dan Jina bakal ketemu lagi. Ternyata, dia salah satu Mahasiswi Fakultas Seni Musik. Pantes aja jago main biola." Jeno kembali mengangkat suara.
"Oh, ya?" balas Jaehee singkat.
"Kapan kalian ketemu?" tanya Jaehee yang sudah penasaran.
"Dua Minggu yang lalu. Iya kan, Jina?"
Jina pun mengangguk, "Iya, sekitar dua Minggu yang lalu."
"Kenapa lo gak pernah nyeritain ke gue sih, Jen?" Jaehee berdecak sebal.
Jeno terkekeh pelan, "Maafin gue Jaehee. Gue lupa ngasih tau ke lo."
"Dasar."
"Maaf, Maaf..."
"Iya, kali ini gue maafin."
"Yaudah, karena lo udah gak marah lagi ke gue, gue pergi dulu ya." Jeno melambaikan tangannya. Seraya merangkul Jina yang nampak mungil di sisinya. Terlihat jelas bahwa pemuda Lee tersebut sangat menjaga si gadis Kim dengan baik.
"Kemana?"
Jeno membalikkan badan dan menunjuk ke arah Jina, "Gue bakal jalan-jalan bareng Jina. Lebih tepatnya kencan!" seru Jeno.
Jaehee hanya bisa memandang Jeno dan Jina yang perlahan mulai menjauh dari tempatnya berdiri. Walaupun terasa sakit, namun sebaiknya ia harus menerima sebuah kenyataan pahit ini. Walaupun jauh di lubuk hatinya, Park Jaehee masih mengharapkan seorang Lee Jeno.
"Bodoh."
Park Xiyeon as Kim Jina
ー UNREQUITED LOVE 짝사랑 ー
; ꜱᴏʀʀʏ ꜰᴏʀ ᴀɴʏ ᴛʏᴘᴏ(ꜱ)
KAMU SEDANG MEMBACA
Unrequited Love 짝사랑 (Jeno Ver.) [✔]
FanfictionBukan salahku jika perasaan ini muncul. *** Park Jaehee, yang diam-diam mencintai Lee Jeno. Sahabatnya sendiri. Tapi dia harus menelan rasa sakit dan pahitnya cinta karena itu hanyalah cinta sepihak. Jeno tidak mencintainya, kasih sayang yang ia ber...