Pria itu tengah menikmati teh sorenya dengan damai, ia memandangi kolam ikan koi nya dengan sangat senang, sebentar lagi ikan-ikan itu akan membesar dan dia siap untuk berpesta. Seorang anak muda menghampiri dan mengucapkan salam.
"Ayah."
"Ah, Niki baru pulang latihan?"
Anak yang dipanggil Niki itu mengangguk. Ia memakai baju sleeveless hingga menampakan lengan berototnya yang dipenuhi peluh keringat. Ia mengelap wajah dengan handuk yang ada ditangan. Niki kemudian duduk di kursi kosong disamping ayahnya dan meneguk sebotol penuh air dingin. Seseorang menghampiri mereka dengan terburu-buru, seorang gadis kecil berlari kecil menuju ayah dan kakaknya.
"Ayah sepertinya aku bertemu dia."
"Siapa?"
Ayah dan anak itu menghentikan aktivitas makannya.
"Aku tadi mencium bau Kak Juny di supermarket, dan setelah kuperhatikan wajahnya itu memang dia." gadis itu menarik kursi dan duduk disamping ayahnya
Ayah dan Niki saling bertukar pandangan, kemudian menarik nafas lega "Syukurlah dia masih hidup, apa dia baik-baik saja?"
"Dia terlihat baik-baik saja."
"Apa dia bersama dengan Ethan?"
"Tidak, hanya ada Juny"
Gadis itu tersenyum dengan bangga seperti menunggu pujian. Keluarganya sudah mencari Juny dan Ethan selama dua tahun. Sejak kejadian itu, mereka tidak pernah lagi bertemu dengan Felis Nix bersaudara itu.
"Ayo" Niki menarik tangan adiknya.
"Kemana?"
"Kesana."
"Tidak kak, dia pasti sudah pergi."
"Kita bisa mengikuti baunya."
"Tidak, Niki nanti saja, melihat dia baik-baik saja cukup bagiku. Mulai sekarang teruskan mencari dia di sekitar sana, sepertinya dia tidak akan jauh dari sana." timpal ayahnya "Michy, jangan terlalu sering pergi ketempat ramai seperti itu, apalagi sendirian!"
Michy merenggut, tidak disangka ia akan dimarahi seperti ini "Ayah, tidak bisakah ayah berhenti memperlakukanku seperti anak kecil?"
"Michy! Jangan menjawab perkataan ayah!"
"Kakak, bukankah ayah terlalu overprotective?"
"Michy, ayah seperti itu karena dia khawatir. Apalagi setelah kejadian dua tahun lalu..."
"Sudahlah ayah dan kakak sama saja." Michy merajuk dan meninggalkan ayah serta kakaknya.
Niki hanya bisa menghela nafas melihat sikap adik perempuannya itu.
"Niki, ayah berpesan padamu tolong temukan Juny dan Ethan."
"Iya ayah, Niki akan menemukan mereka."
Ayah tersenyum dengan tenang "Anak ayah memang bisa diandalkan."
"Tapi ayah, kenapa ayah mencari Juny dan Ethan mati-matian? Bukankah mereka bisa mengurus diri mereka sendiri? Ethan lebih tua dariku dan Juny seusia Michy."
"Niki, mungkin ayah belum pernah memberitahumu, tapi Juny dan Ethan spesial."
"Spesial?"
"Mereka berbeda dari kita."
"Ayah, kita saja sudah berbeda dari manusia biasa, kita juga spesial."
"Juny dan Ethan benar-benar berbeda."
ㅡ
Juny menatap takjub tangan Jay yang cekatan mencincang bawang putih, daging merah segar sudah dipotong dengan rapi sebelum akhirnya masuk ke pemanggang. Jay dengan cekatan menuangkan garam, lada hitam dan rosemary. Juny menelan air ludahnya, dia tau bahwa orang-orang memakan daging dengan cara seperti ini tapi dia tidak tau cara membuatnya.
"Daging itu memang paling enak dimasak seperti ini, tidak usah terlalu banyak bumbu agar rasa dagingnya keluar. Jangan terlalu matang agar tetap terasa gurih..." Jay terus mengoceh tentang daging yang sedang dimasaknya, Juny sebenarnya tidak terlalu peduli karena yang ia pedulikan hanyalah ingin segera memakan daging itu.
"Juny, jangan terlalu dekat" Jay mendorong kepala Juny yang semakin dekat seperti tersedot kedalam pemanggang .
"Aww." cipratan minyak mengenai dahi Juny.
"Tuhkan apa ku bilang!" Jay mendekati Juny yang sedang menggosok dahinya.
"Jangan di gosok Juny!" Jay melepaskan tangan Juny dari dahinya lalu meniup dahi Juny dengan lembut.
"Sakit?" Tanya Jay dengan lembut. Kedua mata mereka beradu, Jay sedikit lebih tinggi dari Juny jadi Juny sedikit mengangkat wajahnya untuk melihat Jay.
Juny mengangguk, dahinya perih dan terasa panas.
"Cepat cuci dengan air, lalu ambil salep bertutup merah di atas meja di kamarku dan oleskan secukupnya."
Juny menurut dan pergi ke kamar mandi.
"Daging!" Jay teringat dengan dagingnya yang masih ia tinggalkan diatas wajan, ia terlalu fokus dengan Juny sampai melupakan masakannya.
Juny kembali dari kamar Jay membawa dua buah tube berwarna merah. "Kak Jay yang mana salepnya,m"
"Yang ini." Jay menunjuk tube ditangan kanan Juny.
"Ah pantas saja yang ini baunya aneh."
"Juny kamu belum memakainya kan?"
"Belum."
"Syukurlah."
"Memang ini apa?"
"Itu penumbuh kumis, tidak lucu kalau tumbuh bulu di dahimu."
Juny tertawa kecil, "Kak Jay ingin menumbuhkan kumis?"
"Aah itu" Jay menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal, dia membeli obat itu setelah tau bahwa seseorang yang dia suka menyukai laki-laki berkumis tipis, tetapi tetap saja meski Jay menumbuhkan kumis dia itu tetap mengabaikan Jay.
"Aku sudah memiliki kumis sejak kecil." kata Juny
Jay tertawa menganggap Juny sedang bercanda karena dari apa yang dia lihat wajah Juny benar-benar mulus tanpa sehelai rambutpun. Juny kesulitan memakai salep itu di dahinya, dia tidak bisa menentukan area mana yang harus dia beri salep, mata besarnya melirik keatas meskipun itu tidak akan membantunya melihat dahi miliknya sendiri.
"Sini kubantu." Jay menarik kursi yang sedang diduduki oleh Juny dan dengan lembut mengoleskan salep di dahi Juny. Wajah keduanya kini beradu hingga nafas mereka mengenai wajah satu sama lain. Juny diam-diam menatap Jay yang sedang fokus mengoleskan salep.
"Obat kumis itu, aku beli saat aku menyukai seseorang, dia junior di kampusku dan pernah bilang kalau dia menyukai laki-laki berkumis tipis."
"Apa setelah kakak memakainya dia menyukai kakak?"
Jay tertawa. "Tentu saja tidak, dia menolakku mentah-mentah karena dia menyukai pria yang paling tampan dikampus padahal orang itu sama sekali tidak berkumis"
Juny tertawa kecil, "Kak Jay kasian sekali."
Juny memandangi Jay dengan kedua matanya, Jay merasa salah tingkah saat dia ditatap seperti itu. Kedua matanya beradu cukup lama sebelum kemudian mereka tersadar dan mengalihkan pandangan mereka.
ㅡ
KAMU SEDANG MEMBACA
9 Lives
Fanfiction"Kamu tau? Sebelum kamu muncul dihadapanku, aku sedang berdoa pada tuhan" "Apa" "For give me love or luck, dan kamu muncul dihadapanku atas jawaban keduanya" Juny telah menjalani kehidupannya dengan penuh kesia-siaan. Merasa bersalah atas hal yang t...