Jay terbangun saat alarmnya berbunyi, dia terbangun sendirian, dia ingat bahwa semalaman dia bercerita dan mengobrol dengan Juny sampai malam, tapi pagi itu Juny sudah tidak ada di sana.
'9 Februari, Ulang Tahun Juny' tertulis di bagian layar Kunci handphone nya. Jay segera bersiap untuk menjalankan rencana yang sudah dia susun sesuai keinginan Juny. Hari ini karena kelas professor diliburkan, dia hanya perlu ke tempatnya bekerja dan meminta ijin dari Daniel untuk absen, meski sebenarnya dia merasa tidak enak karena baru beberapa hari bekerja dan dia sudah meminta cuti.
"Juny." Jay memanggil Juny dari pintu kamarnya, pintu kamar Juny tepat berada diatas pintu kamar Jay, jadi seperti itulah cara mereka berdua berkomunikasi.
"Iya?" Juny keluar dari kamarnya, wajahnya kusut menunjukan dia baru saja bangun dari tidur.
"Selamat ulang tahun!" Jay melambaikan tangannya dengan ceria.
"Terimakasih." Juny tersenyum malu-malu.
"Kak Jay akan pergi keluar sebentar, lalu akan kembali satu jam lagi. Juny bersiap-siaplah, sarapan sudah disiapkan di meja."
"Baik, hati-hati." Juny melambaikan tangannya dan kembali ke kamar karena dia merasa masih mengantuk.One hour later...
Suara motor tua memasuki halaman rumah Juny, asap berwarna kelabu keluar dari knalpotnya, Juny mengintip dari jendela untuk mengetahui siapa yang datang lalu dia segera membuka pintu setelah mengetahui bahwa Jay adalah pengendara motor itu.
"Wah Kak Jay membeli motor?"
Jay menggelengkan kepalanya "Ini punya temanku, pemilik kedai kopi di dekat tempatku bekerja itu."
"Waaah? Dia baik sekali." Juny memandangi motor itu dengan takjub, sebenarnya dia tidak pernah sekalipun menaiki motor semasa hidup.
"Ayo!" Jay memberikan tangannya pada Juny untuk membantu dia menaiki pijakan motor yang agak tinggi.
Mereka melintasi jalanan kota Seoul yang lenggang, matahari yang masih malu-malu tertutup awan dilangit Februari menghangati mereka, Juny melihat sekeliling dengan takjub, dia tidak pernah selama ini berada di tempat ramai, tangannya memegang ujung jaket Jay sementara kepalanya terus memutar kesana kemari melihat sekitar.
"Oh Sh*t" Jay mengumpat saat tiba-tiba sebuah motor menyalip dengan sembrono.
Juny yang kaget hampir saja terjatuh kebelakang, Jay dengan sigap menangkap tangannya agar tidak terjatuh "Juny pegangan yang erat."
Juny dengan canggung menurutinya dan memeluk Jay dari belakang dengan lebih erat. Detak jantungnya semakin cepat saat dadanya bertemu dengan punggung Jay, perasaan aneh yang tak pernah dia alami kini memenuhi dirinya. Juny tidak tau kenapa dia seringkali merasakan hal ini setiap saat dia bersama Jay.
Hanya butuh waktu 10 menit menuju tempat tujuan, sebuah perjalanan singkat yang terasa panjang bagi Juny karena dia terlalu tenggelam dalam perasaannya. Mereka turun dari motor dan berjalan melintasi gang-gang kecil tempat biasa banyak kucing liar berkeliaran. Juny dan Jay menghampiri mereka satu persatu, memberikan sekaleng makanan kucing dan membiarkan kucing itu ikut berpesta merayakan ulang tahun Juny.
"Kamu melakukan ini setiap tahun?" Tanya Jay, makanan kucing yang dia bawa sudah habis lebih dari setengahnya. Kini mereka sedang menuruni anak tangga untuk mencari lokasi lain.
"Sebenarnya saat ayah dan kakakku masih hidup aku sering melakukan ini, sepertinya hampir tiap kami memiliki waktu luang."
"Serius? Aku selalu penasaran kenapa Juny baik sekali, ternyata itu memang sudah sifat keluargamu."
"Entahlah, aku rasa keluargaku memang memiliki kewajiban untuk merawat kucing-kucing jalanan seperti ini."
"Tapi apa kamu melakukan hal yang sama untuk anjing? Maksudku banyak juga anjing terlantar."
Juny menggelengkan kepala "Sebenarnya aku takut anjing."
"Wah aku juga." ucap Jay "sepertinya kesamaan kita bertambah satu lagi."
Keduanya tertawa dengan penuh ria.
"Aku benar-benar takut dan trauma melihat mereka, apalagi setelah aku kecelakaan kemarin aku semakin takut."
Juny teringat akan perkataan Jay yang mengatakan bahwa seekor anjing besar terlibat dalam kecelakaannya. Tapi dia sudah memastikan bahwa Sean dan Jake sama sekali tidak mengincar Jay.
"Juny kemari!" Jay menarik tangan Juny, dia melihat seekor kucing putih yang sedang tertidur.
"Puss-puss" Juny mengelus kepalanya dan kucing itu dengan segera duduk dipangkuan Juny.
"Lihatlah kenapa dia menurut sekali" Jay mengeluarkan ponselnya dan memotret Juny dan Kucing itu."Lihat Juny kalian mirip" Jay tertawa dan mengatakannya tanpa tahu apa-apa.
Juny tersenyum dengan canggung, tentu saja dia mirip dia juga kan kucing.
"Juny tau tidak? Kak Jay pernah bertemu kucing putih yang sangaaaaaat mirip denganmu?"
"Di-dimana?"
"Pertama di apartemen tempat ku menemukanmu"
"Tentu saja itukan memang aku" jawab Juny dalam hati.
"Kedua, di kampusku. Saat aku dikelas, kucing ini selalu ada di atap perpustakaan dan aku merasa seperti diawasi oleh dia. Aku tidak tau apa dia selalu disana atau tidak, tapi dia selalu ada disana saat aku dikelas itu"
"Oh dia melihatku?" Jawabnya dalam hati lagi.
"Kalau dipikir-pikir Kak Jay sering sekali menyebutku mirip dengan kucing, kak Jay menceritakan itu berkali-kali" Jawab Juny.
"Tentu saja aku tidak pernah bertemu manusia yang semirip ini dengan kucing selain Juny."
"Apa yang akan kamu katakan kalau tau aku memang setengah kucing?" Tanyanya dalam hati.
"Aku memang kucing" jawab Juny, dia hanya ingin mengetes Jay.
"Tentu saja kamu memang kucing, kucing kecilku yang lucu" Jay mengelus rambut halus Juny.ㅡ
KAMU SEDANG MEMBACA
9 Lives
Fanfic"Kamu tau? Sebelum kamu muncul dihadapanku, aku sedang berdoa pada tuhan" "Apa" "For give me love or luck, dan kamu muncul dihadapanku atas jawaban keduanya" Juny telah menjalani kehidupannya dengan penuh kesia-siaan. Merasa bersalah atas hal yang t...