2. Kebencian

30 25 12
                                    

Disetiap kebencian yang di pancaran, semua perkataan kebencian yang begitu menyakitkan. Selalu ada doa baik dalam hatinya 'semoga selalu bisa bersama-sama.' contohnya.

°°°°°

Siang hari di Kota Bogor. Arsya keluar dari kelasnya, bel pulang sudah berbunyi beberapa saat yang lalu.

"Gua duluan yah Ar." Arsya hanya mengangguk sambil tersenyum. Maya teman perempuan sekelas Arsya berjalan lebih dahulu bersama Tia yang juga teman perempuan sekelas nya.

Ia berjalan sendiri, bersama beberapa murid yang juga sedang berjalan menuju gerbang sekolah. Hingga ia sampai di pertigaan lorong sekolah.

Bruk..

Suara buku terjatuh, membuat atensi Arsya tertuju pada asal suara yang tepat berada tak jauh didepannya. Arsya melihat jika Arif tak sengaja dan tak sadar jika sudah menyenggol seorang siswi yang sedang membawa tumpukan buku. Sekarang, Siswi itu sedang memunguti buku-buku nya.

Arsya berjalan mendekati, membantunya memunguti beberapa buku yang masih berserakan. Meri, siswi itu terkejut dengan apa yang Arsya lakukan.

"Ar." Ujar Meri memanggil nama perempuan itu, sedangkan Arsya tak menggubrisnya dan tetap membereskan buku-buku yang berserakan.

Setelah selesai, Arsya berdiri dengan kedua tangan yang memegang tumpukkan buku. Meri pun ikut berdiri, Arsya memberikan tumpulkan buku yang tadi ia punguti kepada Meri.

"Thanks Ar." Ujar Meri, dapat dilihat kedua bola matanya berbinar, tersenyum. Meski Arsya hanya menampilkan wajah datarnya, seperti biasa.

"Lu gapapa?" Tanya Arsya, belum sempat Meri menjawab, teriakan seseorang membuatnya menciut.

"ARSYA." kalian tahu siapa yang meneriaki nama Arsya. Dari belakang Meri, Rena berlari mendekat bersama Arin dibelakangnya. Keduanya langsung berdiri disamping kanan-kiri Arsya. Semuanya murid yang memang sedang berlalu lalang melewati lorong itu, langsung menatap Arsya beberapa saat, sebelum kembali fokus dengan aktivitas masing-masing.

"Lu ngapain sama ni orang." Ujar Arin tak suka.

"Lu udah lupain semuanya Ar?" Ujar Rena menatap tajam Meri.

"Gua cuma bantu dia." Ujar Arsya, ia melirik Meri. Meri juga yang memang sedang menatapnya, melihatnya, ia hanya mengangguk menjawab pertanyaan Arsya yang tadi belum ia jawab.

"Tapi---"

"Ayo balik, yang lainnya udah nunggu kita." Arsya memotong perkataan Rena dan langsung berjalan meninggalkan kedua sahabatnya dan Meri.

"Arsya gua belum selesai ngomong." Ujar Rena sambil berjalan menyusul Arsya. Arin beralih menatap Meri, yang di tatap hanya diam.

"Jangan berharap apapun, hanya karena Arsya bantu lu tadi. Harusnya lu tau diri, orang jahat tetap akan menjadi orang jahat, sampai kapanpun itu." Arin berdialog dengan datar, kedua matanya juga memancarkan kebencian.

Meri hanya menatap wajah Arin tak percaya, bola mata yang awal berbinar kini terlihat berkaca-kaca. Arin langsung pergi setelah mengatakan hal yang begitu menyakitkan bagi Meri. Ia menyusul Rena dan Arsya yang sudah lebih dulu pergi.

***

Diwarung Bu Siti, sudah ada tiga perempuan berseragam putih abu. Warung dengan menu makanan sederhan dan tidak menguras kantong celana. Yeri, Emely, dan Elena duduk di bangku kayu dengan meja kayu didepan mereka. Yeri yang duduk di bangku samping Elena dan Emely yang duduk di bangku hadapan Yeri. Mereka meminum pop ice yang sudah menemani mereka beberapa saat lalu hingga saat ini.

Saat itu juga Rena, Arin, dan Arsya datang, mereka langsung duduk di bangku kosong yang ada.

"Ada apa ama nih anak? Muka udah kaya pakaian kusut." Ujar Emely ketika melihat Rena yang datang dan langsung duduk di bangku samping Emely, dengan wajah ditekuknya.

"Dia lagi kesel sama Arsya, bukan cuma Rena sih, gua juga kesel sama ni anak satu." Ujar Arin yang duduk disamping Rena.

"Ada apa Ar?" Tanya Yeri, melirik Arsya yang hanya duduk menatap kelima sahabatnya. Arsya mengangkat alisnya.

"Gua ga berbuat salah." Ujar Arsya.

"Lu keterlaluan Ar." Ujar Rena, wajah perempuan itu tak melihat kepada Arsya. Karena kini Rena sudah menyembunyikan wajahnya di lipatan tangannya yang berada diatas meja.

"Apa yang keterlaluan? Gua cuma bantuin Meri pungutin buku yang jatuh dan berserakan." Ujar Arsya.

"Meri?" Elena menyatukan alisnya tak percaya.

"Lu serius Ar?" Ujar Emely yang juga tak percaya dengan apa yang Arsya katakan.

"Kenapa juga dia harus satu sekolah sama kita." Dengus Rena kecil, namun masih bisa didengar oleh mereka berlima.

"Apa sebenci ini kalian sama dia?" Arsya menatap sahabat-sahabat bergantian, mereka diam beberapa saat.

"Lu ga lupa kan siapa dulu yang paling benci dia di antara kita berenam." Rena mengangkat wajahnya dan langsung menatap Arsya. Semuanya terkejut dengan Rena yang sudah meneteskan air matanya.

"Rena." Emely memanggil Rena agar perempuan itu berhenti melanjutkan apa yang akan ia lakukan. Tapi Rena mangangkat tangannya dihadapan Emely.

"Siapa? Itu lu Ar. Dan kini lu dengan mudahnya, seakan lu mau ngelupain semua kejahatan nya dulu." Rena kembali berujar.

"MIRANDA AR, lu lupa atau memang sengaja mau melupakan semuannya." Rena tersenyum sinis.

"Gua ga mau bahas ini." Arsya berujar datar, mengalihkan pandangannya, tak menatap Rena.

"Kenapa? Lu---"

"GUA GA MAU BAHAS INI." Arsya membentak, ia kembali menatap Rena. Emely menarik Rena kedalam pelukannya, Rena menangis tanpa suara di pelukan Emely.

"Udah yah Ren." Emely mengusap punggung perempuan dengan rambut pendek nya itu, menenangkannya.

Arsya menghela nafasnya, berdiri dari duduknya lalu mendekati Rena. Arin yang mengerti menggeser sedikit, membiarkan Arsya duduk ditempatnya tadi, disamping Rena.

"Gua minta maaf." Ujar Arsya, meski masih emosi Arsya tetap berusaha mengendalikan nya.

"Kita ga perlu bahas ini lagi, okey." Yeri berujar menatap sahabat-sahabatnya bergantian. Arsya memegang bahu Rena, namun Rena makin memeluk erat Emely.

"Rena." Panggil Arsya, ia menyesal karena telah membentak sahabatnya ini.

Mendengar nada suara Arsya yang melembut, Rena mengangkat wajahnya, ia menubruk kan tubuhnya dengan Arsya, memeluk Arsya.

"Gua ga mau bahas itu, karena gua tau kita semua bakal merasakan sakit kembali." Ujar Arsya, hening, semuanya hanya terdiam beberapa saat.

"Apa kita masih bisa bersama-sama seperti dulu?" Dialog Elena entah mengajukan pertanyaan kepada siapa.

"Suatu hari nanti." Ujar Yeri tersenyum.

°°°°°

Blue Gray (SEvEN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang