Sepasang mata indah itu tak pernah mengedarkan pandangannya ketika ia telah menemukan objek yang ia tuju. Oh, bagaimana bisa Tuhan menciptakan manusia sesempurna itu. Ivona memegang kedua pipinya dengan siku yang bertumpu pada kusen jendela yang terbuka. Betapa asyiknya mengintip kakak nya yang tampan itu tengah berlatih renang di kolam renang belakang rumah mereka.
Usai berlatih, Gatra mengistirahatkan dirinya sejenak. Ia beranjak keluar dari kolam renang dengan menyigar rambutnya ke belakang. Pemandangan itu tak luput dari pandangan Ivo, gadis itu menganga melihatnya. Tanpa ia sadari salivanya menetes keluar dari mulutnya. Dengan cepat Ivo mengusapnya kasar dan membungkam mulutnya sendiri.
Kini Ivo beralih menatap sekitarnya. Ah, untung saja tidak ada yang melihatnya ngiler.
Ivo memukul kepalanya berulang kali sembari beranjak pergi dari tempat itu. Bagaimana caranya menghapus bayangan tubuh shirtless kakaknya itu. Argh, jika begini terus Ivo akan frustasi dibuatnya.
"Ivo, ayo makan sayang!" Interupsi sang mami membuat Ivo memutar arah, padahal tadinya ia ingin pergi ke kamarnya.
"Bidadari datang." ucap Ivo dengan sumringah, ia mendudukan pantatnya di kursi dekat kakaknya. Sebentar lagi pasti kakaknya datang. Ivo sangat suka menatap kakaknya ketika makan.
"Nih, mami masakin sayur basi. Itu lauknya ada tempe, ikan asin, jamur crispy, sama sambel. Kamu mau makan sama apa sayang?" tanya Oca, maminya.
Ivo mengernyitkan dahinya, merasa aneh. "Mami kok tega sih!"
"Hah? Tega kenapa sayang?"
"Itu, sayur basi kok ditawarin ke Ivo? Mami sengaja ya mau bikin Ivo sakit perut terus nanti biar Ivo nggak main main lagi kan?" tudingnya.
"Itu namanya sayur asem, Ivo. Istilah lainnya sayur basi." jelas maminya.
Ivo membulatkan bibirnya membentuk huruf o sembari mengangguk paham.
"Gitu aja nggak tau, emang udah ketauan goblok dari zigot sih lo!" cibir Gatra yang kini ikut duduk disebelahnya.
"Terima kasih pujiannya kakak ganteng." balas Ivo tersenyum sambil mencolek dagu kakaknya dengan lancang. Walau dalam hatinya ia mencebik kesal.
Alhasil ia mendapatkan tatapan tajam dari kakaknya.
Begitulah keluarga Pravda, meski mereka hidup mewah bergelimang harta tapi mereka tak menyombongkan diri. Lihat saja gaya makan mereka yang terlihat biasa saja dan tak aneh-aneh. Meskipun sebenarnya mereka mampu membeli makanan yang lebih mahal dan dari restoran terkenal sekalipun. Atau bahkan menyewa cheff pribadi.
Gatra melirik piring milik Ivo yang hanya berisi nasi dan ikan asin serta sambal sebagai lauknya. Anak itu hanya makan dengan lauk sesederhana itu? Tapi lihat lah, gadis itu makan dengan begitu lahap. Padahal ia baru saja makan satu suap.
"Ga, gimana kaki kamu masih sakit?"
"Sedikit."
"Nanti kita ke Rumah sakit ya? Papi khawatir nanti kalau dibiarin kaki kamu malah bisa diamputasi." kata Haris di sela sesi makannya.
Gatra memelototkan matanya. "Mana bisa di amputasi, orang cuma keinjek kucing doang."
Gatra geleng-geleng dibuatnya. Ada-ada saja papinya itu.
"Tapi Carla itu gemuk lho, Ga. Kemarin si Leo di injak Carla sampai nangis tujuh hari tujuh malam."
"Namanya juga kucing sama marmut, ya jelas berat si Carla lah pi. Lagian kucing jumbo kaya Carla papi bandingin sama marmut kecil sekecil upil Gatra." Gatra mendengus.

KAMU SEDANG MEMBACA
GATRA
Подростковая литератураGatra pragata pravda. Sebut saja ia prince of ocean. Gatra itu gambaran nyata dari samudra. Dapatkah kita menjabarkannya? Samudra itu ketenangan, ia dalam, ia indah, ia elok, ia luas, namun siapa sangka? Samudra yang tenang pun menyimpan berjuta mis...