Sesampainya di Rumah sakit, Ivona langsung ditangani oleh dokter di ruang ICU. Ivona terpaksa dipindahkan ke ICU karena memang kondisinya yang sudah sangat memprihatinkan. Gatra memerosotkan tubuhnya ke lantai saat dokter yang menangani Ivona tak kunjung ke luar juga. Ia menjambak rambutnya gusar, ia merasa bodoh sekarang. Gatra kalap, hampir saja ia membuat nyawa orang tersayangnya melayang.
Bagaimana jika Ivona benar enyah dari hidupnya?
Bagaimana jika setelah ini tidak akan ada lagi gadis tengil yang selalu merecoki hari-harinya?
Bagaimana jika tawa dan senyum itu tak lagi ada?
Dan bagaimana jika Tuhan marah padanya, dan memilih untuk mengambil Ivona dari hidupnya?
"ARGHHHH!" Gatra berteriak parau.
Membuat beberapa penghuni Rumah sakit yang berlalu lalang di koridor pun menatap kasihan ke arah Gatra yang masih terduduk di lantai itu. Gatra mengadah, menatap langit-langit Rumah sakit. Sial, kenapa dadanya jadi sesak seperti ini?
Gatra tak sanggup membayangkannya.
Cklek~
Kenop pintu itu terbuka, menampilkan sosok wanita berjas putih dengan stetoskop yang mengalung di lehernya.
"Gimana, dok? Adik saya nggak kenapa-napa kan?"
Bodoh atau apa Gatra ini? Jelas-jelas ia sendiri yang menganiaya adiknya sampai pingsan, bisa-bisanya ia menanyakan jika Ivona akan baik-baik saja.
Dokter itu pun menghela nafasnya sejenak. "Terjadi sedikit gangguan pada syaraf leher saudari Ivona, hal itu terjadi karena cekikan yang dialami saudari Ivona begitu keras, sehingga menyebabkan dia tidak bisa berbicara dengan lancar untuk sementara waktu."
Penjelasan dari dokter tersebut mampu menampar Gatra saat ini. Tubuhnya mendadak lemas.
"Dan juga, tampaknya saudari Ivona mengalami trauma berat akibat kejadian ini."
"Trauma-" gumam Gatra menggantungkan ucapannya.
"T-tapi, Ivona bisa sembuh kan dok?" tanya Gatra dengan raut paniknya.
"Anda tenang saja, kami akan melakukan yang terbaik untuk pasien kami. Kalau begitu saya permisi." pamit dokter tersebut undur diri.
Setelah kepergian dokter itu, Gatra dengan langkah beratnya memberanikan diri untuk masuk ke dalam ruang rawat adiknya, bibirnya terasa kelu walau hanya untuk menyapa adiknya. Hatinya mencelocos sakit melihat bekas cekikan yang masih terlihat jelas pada leher Ivona.
Gatra merogoh saku celananya yang bergetar.
"Mami?" gumamnya.
Ya, mami Oca menelponnya. Gatra tak langsung mengangkatnya begitu saja, ia tampak berpikir sejenak. Namun sedetik kemudian, akhirnya Gatra menerima panggilan itu.
"Ya, mi?"
"Kemana aja sih Ga? Mami udah telpon kamu dari tadi baru diangkat sekarang, itu juga kenapa hpnya adik kamu nggak aktif? Kalian nggak kenapa-kenapa kan?" tanya Mami Oca diseberang sana.
Gatra membisu. Ia bingung harus menjawab apa? Haruskah ia jujur? Tapi bagaimana jika mami dan papinya malah menjauhkannya dari Ivona jika ia mengatakan yang sebenarnya? Gatra tak ingin itu terjadi.
"Ga?! Jawab mami dong! Kamu ini ketularan budek nya siapa sih?!" Wanita dua anak itu menggerutu sebal, sebab ia tak kunjung mendapatkan sahutan dari putranya.

KAMU SEDANG MEMBACA
GATRA
Ficção AdolescenteGatra pragata pravda. Sebut saja ia prince of ocean. Gatra itu gambaran nyata dari samudra. Dapatkah kita menjabarkannya? Samudra itu ketenangan, ia dalam, ia indah, ia elok, ia luas, namun siapa sangka? Samudra yang tenang pun menyimpan berjuta mis...