#2

12 6 0
                                    

Happy Reading

***

Muhammad Hafidz Al-Hasan adalah putra seorang pemilik universitas swasta yang bekerjasama dengan ayah Anggit yang bertanggungjawab sebagai ketua yayasan. Identitas Hasan sebagai putra pemilik universitas disembunyikan karena dia tidak ingin diperlakukan dengan istimewa. Dia tidak ingin segala urusannya dipermudah hanya karena ayahnya adalah pemilik universitas tersebut.

Alhasil, yang dikenal oleh warga kampus adalah Anggit, karena ayahnya adalah seorang ketua yayasan yang seringkali mengontrol keadaan kampus. Dia seringkali bersama ayahnya pada saat-saat tertentu dan berita mengenai hal tersebut dengan cepat menyebar ke seluruh kampus.

Namun hal tersebut sebenarnya tidaklah diinginkan Anggit mengingat dirinya terkenal di kampus, membuat banyak orang iri terhadapnya. Ada yang bersikap baik, namun ada juga yang menganggapnya buruk. Semua itu dia terima dengan lapang dada dan tidak memusingkannya.

Hasan POV

Hujan tengah turun dengan deras di kota kelahiranku, Bandung. Udara terasa dingin menembus kulit meskipun aku telah mengenakan baju dua lapis, yaitu baju muslim dan jaket namun tetap terasa dingin.

Di tengah guyuran hujan itu, kami para peserta kajian tengah menunggu hujan reda di teras masjid. Beberapa ada yang nekat untuk pulang walaupun hujan deras membasahi mereka. Aku ingin segera pulang ke rumah untuk mengerjakan beberapa makalah yang belum selesai. Aku memberanikan diri berjalan menuju tempat parkir yang berada cukup jauh dari masjid. Karena aku tidak bawa payung, aku hanya menutup kepalaku dengan kedua tanganku dan alhasil tubuhku basah kuyup karena guyuran air hujan.

Dengan gerak cepat aku langsung menaiki motor. Aku merogoh saku celana untuk mencari kunci motor. Lah kok gak ada? Perasaan tadi ada disini. Aku memeriksa setiap saku bajuku namun tidak menemukan apapun.

Saat aku tengah sibuk mencari kunci motor, tiba-tiba jatuh sebuah benda berwarna merah muda di samping roda depan motorku. Ternyata benda itu adalah sebuah dompet milik seorang akhwat yang tengah melaju dengan kecepatan diatas rata-rata sampai dia tidak menyadari kalau dompetnya terjatuh.

"Mbak!! Dompetnya jatuh. Mbak!! berhenti!!" Aku berteriak memanggilnya berkali-kali namun dia tidak mendengarku.

"Mas tolong panggilkan mbak itu! ini dompetnya ketinggalan" Aku mencoba meminta bantuan dari mas-mas yang berada di sekitar situ. Orang-orang sudah berusaha memanggilnya tapi dia tetap tidak berhenti.

Sial! Aku tidak bisa mengejarnya. Dimana kunci motorku?

Aku merasa tidak enak jika barang orang lain ada padaku terlebih jika orang itu adalah orang asing. Aku berusaha mengejarnya sambil berlari di tengah hujan yang deras. Aku tidak peduli jika tubuhku basah kuyup oleh air hujan yang dapat membuatku sakit.

Orang yang kukejar tetap menancap gas motornya dengan kencang karena jalanan saat ini sedang sepi. Akhirnya aku tidak dapat menghentikannya dan kembali dengan barang baru.

Aku hanya bisa mengingat nomor plat motornya, namun tidak semuanya. Yang kuingat adalah ujung tulisannya dengan angka 128. Aku langsung mencatatnya di memo hp.

Wanita misterius
1. Pakai cadar dan pakaian serba hitam hitam
2. Plat nomor akhir 128
3. Membawa motor dengan ngebut(seperti rosi)
4. Mempunyai dompet pink

Aku menulis ini agar tidak kelupaan di kemudian hari. Tak lupa, aku memberi rincian hari, tanggal dan lokasi penemuan dompet itu. Pada hari Jumat di sore hari tanggal 23 Juli di parkiran, semoga saja aku dapat bertemu dengannya lagi.

Aku segera pulang ke rumah meskipun hujan bertambah deras. Aku mengganti bajuku dan duduk di depan laptop. Saat sibuk mengetik, perhatianku teralihkan oleh dompet berwarna pink yang terletak di atas mejaku.

Aku mencoba membukanya dan berharap ada kartu identitas agar aku bisa mengembalikannya. Setelah kucari, ternyata hasilnya nihil. Hanya ada beberapa lembar uang saja disana. Aku bingung. Bagaimana caranya aku bisa mengembalikan ini? Belum tentu kami akan bertemu lagi. Pada kajian selanjutnya apakah dia akan datang?

Aku menghembuskan nafas, merasa frustasi. Kenapa pula dompet itu harus jatuh di dekatku? Mungkin ini takdir karena Allah yang membuat semua ini terjadi.

Tadinya aku berpikir ingin meninggalkan dompet itu saja di sana karena aku tidak ingin menyimpan barang yang bukan milikku. Tapi kalau dipikir-pikir, bagaimana jika orang lain menemukan dompetnya dan melakukan hal buruk? Bukankah sebaiknya aku harus menolong sesama saudara muslim?

Jadi aku pikir lebih baik dompet itu aku simpan dan akan kukembalikan diwaktu yang tepat. Tapi kapan?

Aku melingkari kalender tanggal hari ini untuk memperingati hari pertama kami bertemu. Kita lihat saja kapan kita dapat bertemu? Kuharap hal ini terjadi secepatnya agar aku tidak berurusan denganmu lagi.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 25, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

My DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang