05

2 0 0
                                    

'Biarkan luka yang mendewasakanku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

'Biarkan luka yang mendewasakanku. Biarkan perih yang melatih kesabaranku'
°°°°°

Harusnya memang aliya bersyukur ibunya yang senantiasa tidak menceritakan sesuatu padanya. Ia pantas bersyukur atas sikap ibunya selama ini.

Ternyata kenyataan begitu pahit, rumah yang semula rapi kini tampak seperti habis disapu bencana alam. Di hadapan nya sang ibu masih terisak sambil berjongkok.

Kejadian beberapa menit lalu terekam jelas lewat mata lalu tersimpan apik di memorinya.

"Ii..buu..." Lidah aliya kelu, rasanya ia yang pantas menangis disini selain ibunya. Tapi entah kenapa air matanya tak kunjung turun

Sang ibu yang sama sakitnya menatap putri semata wayangnya 'nelangsa', begitu sakit melihat gadis itu berdiri kaku di depan pintu kamarnya.

Lantaran mantan suami Amita—ibu Aliya, datang ke kontrakan mereka sambil memaksa Amita menandatangani surat perceraian yang sengaja tidak ia tandatangani bertahun-tahun.

"Kamu jangan terus mengulur waktu Amita, cepat atau lambat semua orang pun pasti tau" Hendra—suami Amita memang kerap mengirimkan surat cerai, tapi Amita tidak pernah sekalipun membuka atau menandatangani surat itu.

"Aku udah bilang berulang kali aku nggak mau diceraikan" Amita bersuara pelan karena Aliya sedang ada di kamar.

Di ruang kamarnya Aliya sudah mendengar percakapan kedua orangtuanya, tapi ia begitu kesal saat ibunya menolak menandatangani surat itu. Tidak ada gunanya bertahan pada lelaki seperti itu pikirnya.

"Kalau kamu nggak mau aku ceraikan, buang anak haram itu sekarang juga Amita"

Jantung Aliya berdegup kencang mendengar ucapan lelaki yang selama ini ia panggil ayah.

"Hendra!!" Amita memegang dadanya yang terasa sakit lantaran berbicara terlalu lantang dan tiba-tiba.

"Dia memang bukan anakku.."

Brak..

Untuk pertama kalinya Aliya membuka pintu dengan kasar, ia keluar dengan dada yang sesak dan mata yang memanas.

"Lihat itu, bahkan anak itu tidak punya sopan santun. Benih darimana yang kamu dapatkan untuk anak seperti itu?" Ucap hendra sekali lagi tanpa memikirkan perasaan wanita yang masih menjadi istrinya, dan gadis yang tidak tau apa-apa di hadapannya.

"CUKUP!!! Keluar kamu dari rumah ku, kamu mau surat ini kan? Sekarang aku tandatangani" amita berjalan cepat membuka laci di dekatnya menemukan sebuah pulpen lalu menandatangani surat yang tadi hendra bawa.

Lalu surat itu ia lemparkan begitu saja ke wajah hendra.

"Kamu benar-benar memilih anak haram ini dibandingkan hubungan kita?" Tanya hendra dengan wajah tak habis fikir.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 08, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Adolescence | PendewasaanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang