Perempuan Yang Gelisah

96 9 7
                                    

Perempuan Yang Gelisah

***

Setelah selesai melaksanakan antigen, Nami duduk di kursi tunggu pasien untuk mengetahui hasilnya. Pikirannya kacau, semua bercampur menjadi satu. Gelisah dan sedih menyelimuti hatinya. Nami takut, takut kalau nantinya harus berpisah dari Jema dan bunda. Nami dan Jema memang sedang tidak saling tegur sapa. Tetapi siapa sangka apapun yang terjadi Jema adalah tempat Nami bersandar paling nyaman.

Sejatinya begitu, Jema sudah menjadi pondasi Nami untuk menjalani hari-harinya sampai saat ini. Air mata Nami sudah terbendung dan tidak bisa ditahan lagi. Betapa sedihnya Nami ketika ingatan masa kecilnya muncul saat itu.

2010 tepat 11 tahun yang lalu.

Tahun ini adalah tahun yang sangat gelap untuk Jema, Nami dan bunda, ayah pergi meninggalkan mereka bertiga. Saat itu Nami masih tidak mengerti jelas apa yang terjadi kepada kedua orang tuanya. Yang dia tau, ayah dan bunda memang sudah tidak bisa tinggal bersama. Nami berumur 8 tahun saat itu. Seperti yang diketahui, anak berumur 8 tahun masih sangat senang berlari-lari di taman pada sore hari atau sekedar duduk dan makan es krim rasa stroberi.

"Je, aku main dulu ya sama Arafah di taman"

"Kamu udah izin bunda belum?" tanya Jema yang saat itu sedang memperbaiki rantai sepedanya.

"Belum Je. Aku cari bunda di dapur gak ada. Nanti tolong bilang bunda ya Je. Bye-bye" sambil berlari riang Nami segera menuju taman dekat rumah sore itu.

Jema yang kuatir akan keberadaan bunda segera mencarinya disetiap sudut ruang rumah mereka.

"Kamu mau sampai kapan Mas kaya gini? Anak-anak sudah tumbuh dewasa. Apa kamu gak kasihan sama mereka? Astagfirullah Mas."

Sekiranya itu kalimat yang masih selalu Jema ingat sampai saat ini, belum sampai masuk kedalam kamar bunda, Jema terdiam dan menutup mulutnya. Pernikahan ayah dan bunda memang sudah tidak baik-baik saja semenjak kehadiran orang ketiga diantara mereka. Iya, perselingkuhan yang terjadi sejak tahun 2003 silam.

Jema berlari keluar dan menuju taman untuk mencari Nami.

Sore hari di taman.

"Je kamu ngapain di sini?" sapa Nami yang saat itu sedang makan permen rasa stroberi. Stoberi adalah rasa kesukaan Nami.

"Gapapa, aku mau liat kamu main"

Sebenarnya bukan, berlari ke taman bukan untuk melihat adiknya bermain riang pada saat itu. Jema hanya ingin mengobati rasa marah dan sedihnya.

"Je tadi bunda tau gak aku main disini?"

"Tau bawel. Aku udah kasih tau" jawab Jema kesal.

"Okedeh kalo gitu, sepedamu mana Je?'

"Masih belum selesai kuperbaiki rantainya"

"Minta tolong ayah aja Je. Susah tau pasang rantai sepeda sendiri"

"Gak usah aku bisa sendiri kok"

Jema sudah mandiri sejak masuk sekolah dasar. Karna ia tau apa yang terjadi dengan orang tuanya. Dan sebisa mungkin Jema berusaha agar segala sesuatu bisa ia kerjakan sendiri.

Ketika Jema sedang duduk sambil bertopang dagu di sudut taman, terdengar suara seseorang yang meneriaki namanya.

"JEMAAAAAAA!!!"

Ternyata itu Nami, ia jatuh ketika sedang bermain ayunan. Lututnya luka dan penuh darah, Nami menangis kesakitan. Permen stroberi yang sedang dimakannya terjatuh. Jema yang melihat hal itu segera berlari menuju kesana.

SATU DINDING KAYUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang