Jum'at Malam

166 7 0
                                    

Jum'at malam kala itu.

***

"Je, gue panik banget nih" teriak Nami lewat telepon malam itu.

"Hah?! Kenapa Na?" jawab Jema panik.

Malam itu Jema sedang sibuk mengerjakan tugas untuk perkuliahannya besok. Namun Jema segera menghentikan jemarinya yang sedang berjoget diatas keyboard laptopnya.

"Bahaya Je, gue ga bisa cium bau apa-apa dari sore tadi"

"Serius lo? Kenapa kok bisa sih?"

Jema berdiri dan segera bergegas keluar teras rumah agar perbincangannya ditelepon tidak didengar oleh bunda.

"Iya, Je. Gak tau nih bingung. Gue harus gimana ya?" tanya Nami dengan keputus asaan.

Suara sedih dan pasrah terdengar dari jarak jauh disana, rupanya Nami sudah menjatuhkan air mata sedari tadi.

"Na, lo sabar dulu. Jangan langsung panik ya, siapa tau karna lo flu pagi tadi" jawab Jema dengan suara yang menenangkan.

Jema dan Nami adalah kakak beradik yang berjarak usia hampir 4 tahun. Mereka tinggal di rumah bersama bunda, kakek dan neneknya. Orang tua mereka berpisah pada saat Jema berusia 12 tahun. Berarti waktu itu umur Nami 8 tahun. Jema adalah seorang kakak yang terlihat cuek tapi sangat bertanggung jawab. Sedangkan Nami seorang adik yang gemar membantu segala aktivitas ataupun pekerjaan yang sedang dilakukan bunda dan Jema di rumah.

Selepas selesai SMA Jema bertekad untuk mencari kerja demi membiayai bunda dan sekolah adiknya. Jangan diragukan lagi, tahun ini sudah masuk tahun ke-6nya dalam dunia kerja. Saat ini Jema juga sedang melaksanakan kuliah semester 5. Jema gemar membaca ia masuk fakultas hukum disalah satu Universitas ternama.

Berbeda dengan Nami, gadis satu ini tidak terlalu gemar membaca. Nami sangat suka mengekspresikan segala hal disosial media pribadi miliknya. Untuk Instagram saja, followers Nami sudah mencapai 2.000 orang. Nami cantik, dia juga dianugerahi tubuh yang walaupun banyak makan berat badannya tetap tidak bertambah. Saat ini Nami sudah bekerja, tetapi belum berencana untuk melanjutkan pendidikannya.

"Terus gue harus gimana, Je? Gue pulang atau gimana?" tanya Nami bingung.

"Gini deh, mending sekarang lo antigen dulu aja di klinik. Pas tau hasilnya nanti gue pikirin lo harus gimana" jawab Jema, yang berusaha menenangkan Nami.

"Oke Je. Gue jalan menuju klinik dulu ya. Nanti hasilnya gue kabarin lo."

"Iya, Na. Lo hati-hati bawa motornya ya. Bye." Jema mengakhiri pembicaraan lalu menutup telepon.

Seperti yang diketahui Indonesia saat ini sedang dilanda pandemi virus COVID-19, untuk itu hilangnya indera penciuman adalah salah satu gejalanya. Setiap bangun pagi, rasanya mereka sangat bersyukur kalau bisa mencium aroma masakan bunda. Itu salah satu hal yang menandakan bahwa mereka baik-baik saja. Walaupun semakin hari gejalanya beraneka ragam dan semakin bertambah.

Virus corona atau yang lebih akrab disebut COVID-19 adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus corona. Sebagian besar orang yang tertular COVID-19 akan mengalami gejala ringan, sedang hingga berat. Cara penyebaran virus ini melalui droplet (percikan air liur) yang dihasilkan saat orang yang terinfeksi batuk, bersin, atau mengembuskan nafas. Untuk itu beberapa tahun terakhir seluruh masyarakat di Indonesia dihimbau untuk menggunakan masker kapan dan dimanapun. Agar tidak menyebabkan penularan virus.

Satu jam berlalu, Jema yang sedari tadi sibuk menggerakkan jarinya diatas meja ditegur oleh bunda.

"Je, kamu kenapa? Kok jarinya gak bisa diam dari tadi?" tanya bunda heran.

"Enggak bun, Jema cuma lagi mikir aja nih soalnya ada tugas analisa kasus dan susah banget" jawab Jema berbohong.

Sebenarnya Jema tidak ingin berbohong tapi menurutnya ini adalah hal terbaik yang bisa dilakukan Jema. Bunda adalah seorang ibu berusia 47 tahun yang sangat menyayangi anak-anaknya. Bagi bunda, Jema dan Nami adalah anugerah terbesar Tuhan dihidupnya. Karna itu Jema menyembunyikan hal ini agar bunda tidak kepikiran dan sedih terlalu dini.

Telepon genggam berdering.

Jema mengangkatnya dengan harap dan gelisah sambil menuju keluar rumah.

"Gimana Na hasilnya?" tanya Jema kuatir.

"Hasilnya positif Je" jawab Nami.

Suara isak tangis terdengar samar, Jema tau Nami tak kuasa menahan tangisannya. Tangan Jema bergetar dan semakin kuat menggenggam telepon genggamnya. Ia bersedih dalam diam, Jema belum menjawab satu katapun setelah itu. Dalam dirinya, ia takut dan belum tau harus melakukan apa.

SATU DINDING KAYUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang