Perempuan berambut panjang dengan pita kuning yang mengikat rambutnya kini tengah duduk di depan Nadya. Seorang siswi yang baru saja pindah dari sekolah SMA Nusantara menjadi fokus setiap pasang mata di sana. Namanya Mayang, cantik nan elegan, jam mahal terikat di tangan, begitupun riasan tipis yang memperelok wajahnya.
Bima menatap Nadya intens, kemudian mengusap pucuk kepalanya pelan. "Hari ini ada rapat OSIS, kamu mau nungguin?" tanya Bima dengan nada rendah namun jelas terdengar.
Bima adalah anggota OSIS di SMA Garuda, meski kadang menjadi babu di organisasinya, ia tetap menunduk rendah. Lelaki itu memang memiliki harapan besar untuk menduduki posisi pemimpin, namun ia sadar, tak semua tokoh utama berada pada posisi paling bahagia dalam alur cerita.
Bel pulang menggema di setiap lorong sekolah, semua siswa berhamburan ke luar kelas.
Nadya menoleh, ia pun menunduk. "Katanya mau ke mall!" Kerut wajah berubah murung, lantas ia membenamkan wajahnya.
Bima menghela nafas kasar. "Kapan aku janji jalan ke mall?" bisik Bima lembut.
Gadis itu sontak menatap Bima tajam, sedikit menahan sedih. "Ya udah, aku nunggu!" balas Nadya.
Padahal, satu tahun lalu Bima sempat janji, bahwa satu hari sebelum Nadya berulang tahun, ia akan mengajaknya pergi ke mall. Namun Nadya berusaha berbaik sangka, siapa tahu lelaki itu lupa, kan?
Suasana kelas semakin hening, kini hanya tinggal Bima, Nadya dan Mayang di sana.
Tiba-tiba gadis itu berdiri, membalikkan badannya dan menatap sepasang sahabat yang masih duduk mengobrol.
"Hai, aku Mayang. Maaf, barusan aku denger pembicaraan kalian, omong-omong, kamu OSIS, ya?" tanya Mayang sopan.
Tangan Mayang yang terulur membuat Nadya refleks menyalami. "Aku Nadya. Yang OSIS dia! Aku enggak."
Mayang menatap Bima sesuai isyarat dan informasi dari Nadya.
"Bima," ucap Bima. Bima tersenyum membalas senyuman Mayang, sedetik kemudian telapak tangan Nadya mendarat di pipi Bima.
Mayang tertawa lepas, gadis yang terlihat kaya raya itu sangat bahagia. "Seru, ya! Liat persahabatan kalian." Mayang tersenyum memudar, ia mengingat betapa suramnya kehidupan dia di sekolah lama. Menjadi korban bully hanya karena masalah hati, adegan cinta segitiga membuatnya tak berdaya. Seperti alur cerita yang menjadikan cinta sebagai tokoh utama.
Obrolan kian memanjang, topik yang berbeda-beda mereka bahas satu per satu. Hubungan antara Mayang dan sepasang sahabat itu kian erat, curahan hati Mayang juga ikut terlepas.
"Lah, gak kerasa kita udah setengah jam di sini. Nanti aku telat loh rapatnya," kata Bima sembari menggendong tasnya.
"Aku ikut, aku juga pengen daftarin diri jadi OSIS," balas Mayang.
Nadya tersenyum canggung, matanya menatap Bima lagi. Rasanya, kedapatan tokoh baru adalah musibah bagi Nadya, seakan persahabatannya tidak boleh ada campur tangan dari siapapun, sekalipun dari seorang korban bully yang harusnya dikasihani. Gadis itu berpura-pura memahami situasi, padahal dadanya terasa nyeri saat Mayang dengan berani memegang lengan Bima.
Bima berjalan ke luar kelas, dibarengi oleh kedua gadis cantik itu.
Seketika Nadya berhenti, 'kenapa harus Mayang?' Pertanyaan itu terlewat pada pikirannya.