Chapter 05

203 35 2
                                    

Kening Jaemin mengerut dalam tidur ketika merasakan goncangan kecil disebelah tubuhnya, lelaki cantik itu memiliki daya perasa yang jika ada pergerakan maka ia akan menyadari dengan cepat meski dalam tidur.

Lagi pun kaki yang dibalut kain kasa cukup mengusik istirahatnya, rasa denyut pada kaki sedikit membuat risih dalam tidur.

Jaemin menolehkan kepala kearah suaminya yang tidur menyamping menghadap dirinya. Kemudian ia menghela samar, Jaemin tau benar apa yang menggangu jeno.

"Lapar?" Tanya Jaemin memegang sisi wajah Jeno, mengelus lembut rahang tegas suaminya.

Bibir Jeno mengerucut, bukannya menjawab ia malah mengeratkan pelukan pada sisi tubuh Jaemin membenamkan wajah diperpotongan leher sang istri.

"Kau melewatkan makan malammu?" Jaemin kembali bertanya, dan dibalas anggukan kecil pada ceruk lehernya.

"Jangan terlalu banyak bekerja, ayo kebawah."

"Tidak mau," suara serak Jeno terdengar sangat jelas di Jaemin, "aku akan makan jika sudah pagi."

Jika pun dirumah Jeno tetap bekerja dikamar milik keduanya hingga larut malam sampai melupakan makan malam. Karena tadi malam Jaemin masih merajuk pada Jeno jadi ia tak memedulikan suaminya hingga kelaparan, berdosa sekali Na Jaemin ini.

Menepuk pundak Jeno lembut, Jaemin sedikit menjauhkan diri dari Jeno. "Ayo, kau hanya minum kopi tadi malam, kubuatkan makanan untukmu."

"Tidak usah, kakimu masih sakit."

"Aku tak lumpuh Jeno, yatuhan."

"Kau memang tak lumpuh itu pasti sakit dibuat jalan, tidak usah."

Kening Jaemin mengerut, "kau menolakku?"

Jeno buru-buru menatap Jaemin yang memasang wajah lecek, ia mengulum bibirnya sebentar. "Tidak! Aku tak mau kau kesusahan."

"Aku lebih susah jika melihatmu sakit, ayo."

"Kugendong hingga bawah ya?" Tawar Jeno, spontan mendapatkan tatapan tajam dari Jaemin.

Jaemin mendengus tertahan, lalu bangkit dari tidur jika tak begini mungkin Jeno tak akan bangun mengikuti dirinya. Terbukti sekarang Jeno sudah setengah duduk mengikuti langkah Jaemin.

"Aku mau jalan sendiri."

Jeno hanya bisa pasrah saat wajah Jaemin sedikit meringis ketika kakinya menapaki lantai marmer, Jeno telah menyelesaikan pekerjaannya sejak tiga puluh menit lalu ia memeriksa ponsel yang menampilkan jam setengah dua pagi.

Seharusnya Jeno tak membuat Jaemin kesusahan dengannya, tak membiarkan Jaemin terbangun karena dirinya. Jeno merasa bersalah sungguh, istrinya harus memiliki istirahat yang cukup tapi dia mengacaukan itu.

Meraup wajahnya sebentar Jeno mengikuti Jaemin yang sedang membuka pintu kamar, terlihat begitu jelas bila Jaemin kesulitan dalam berjalan dengan benar.

"Jeno kita tidak akan menyebrang jalan, lepaskan tanganku."

"Pertama, kau menolak saat kugendong, dan kedua kau menolak ku saat aku memegang tanganmu, sebenarnya siapa yang menolak siapa?"

Jaemin menatap Jeno malas, namun tak melepaskan tangan karena Jeno memeganginya begitu erat. "Ya, jangan berlebihan kali."

"Kakimu diperban jika kau lupa, aku takut kau terpeleset."

"Ah! Ah! Mark Hyung-nghh! Pe-pelan.."

Sontak keduanya membeku saat tak jauh dari kamar sang kakak, Jeno dengan sigap menutupi kedua telinga Jaemin tak membiarkan suara desahan itu masuk kedalam indra pendengaran istrinya.

Be With You (Nomin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang