Chapter 02

267 30 5
                                    


Jeno menghela samar, ketika mata sipitnya menangkap sosok cantik mungil tengah menikmati keindahan pagi hari, ia sudah rapi dengan setelan kerja membaluti tubuh atletisnya. Jeno menghampiri Jaemin yang tengah berdiri di balkon, memandangi langit biru dipagi hari dengan sinar matahari yang mulai menghangat perlahan mengenai wajah pucatnya.

Tangan Jeno terulur, memeluk tubuh istri cantiknya dari belakang mengecup pundak yang terekspos itu dengan kecupan-kecupan manja. Tangan kekarnya ia arahkan pada perut Jaemin, mengusap-usap perut Jaemin dari luar kemeja yang istrinya pakai.

"Sayang? Masih mual?"

Semalam istri cantiknya mual, hingga mengganggu acara istirahat sang ibu bayi. Meski sudah mengalami di bulan pertama, diusia kandungan Jaemin yang menuju akhir bulan kedua ia masih sering merasa mual, kata dokter mual bisa saja terjadi di bulan kedua atau ketiga, akan tetapi tidak separah seperti pada awal-awal minggu, itu akan hilang total setelah bulan ketiga.

Jaemin tak menjawab, ia membisu seribu bahasa seolah pemandangan dari lantai dua jauh lebih menarik untuk dilihat dari pada mendengar suara Jeno didekat telinganya. Bila Jeno bertanya rasanya Jaemin kembali ingin menangis, menangis sekencang-kencangnya hingga pita suaranya putus jika perlu.

Helaan gusar kembali di keluarkan Jeno, tangan kirinya menggenggam tangan kiri Jaemin yang memegang pembatas balkon, dengan sisa tangannya yang tak berhenti mengusap perut istrinya.

Sampai kapan Jeno akan didiami oleh istrinya, saat masih menjalin hubungan antar kekasih Jeno begitu sensitif jika Jaemin mengabaikannya, rasanya sakit sekali. Sekarang istrinya seperti tak menganggap akan sosok dibelakangnya.

"Jaemin—"

"Jeno, aku tak meminum obat atau makan secara teratur, kenapa bajingan ini masih hidup?"

"Na—"

"Kenapa dia tak langsung mati, apa aku kurang menyiksanya?"

Iris gelap Jeno memerah, sorot matanya bergetar menahan tangis, kapan Jaemin-nya akan kembali. Ini sangat menyakitkan, dadanya kembali dihantam oleh bebatuan besar tak kasat mata, pelukan Jeno menguat, kedua tangannya kini mengelus sayang pada gundukan kecil perut istrinya. "Itu karena baby sangat mencintaimu." Balasnya parau.

"Baby sangat mencintai Buna." Lanjut Jeno, mengecup rahang Jaemin lembut penuh kehati-hatian. "Baby sangat bersyukur ada diperut Buna, maka dari itu dia bertahan."

Jaemin tentu tak mengetahui, tentang Taeyong yang selalu mencampuri obat penguat kandungan tanpa rasa dan warna kedalam makanan atau minuman yang akan diberikan kepada Jaemin. Itulah mengapa Jeno sedikit merasa lega akan kondisi bayi mereka.

Jeno membalikkan tubuh Jaemin menghadap kearahnya, sedikit membenarkan letak baju yang memperlihatkan pundak kecilnya yang putih halus. Ia mengecup kening Jaemin lama, mengelus pinggang serta punggung kecil istrinya dan dibawakannya dalam pelukan hangat seorang Jung Jeno.

"Salahkan aku, jangan baby." Jeno bergumam disisi kepala Jaemin, sesekali mengecup lembut kepala Jaemin yang mengeluarkan aroma manis dari shampoo yang ia pakai. "Aku ayah yang buruk Na."

Pelukan hangat itu dibalas lebih erat oleh sosok mungil dalam dekapannya, Jaemin begitu mencintaimu pria-nya ia begitu mendambakan Jeno, akan tetapi ia tak mengerti kenapa diberi beban seberat ini. Tidak semua orang menikah ingin memiliki anak begitu pikirnya, dan Jaemin tak ingin. Apa lagi mengingat bila ia adalah seorang pria yang tak mungkin mengandung.

Kekecewaan terus saja masuk tanpa henti dalam relung hatinya yang tak berbentuk, hatinya hancur tanpa sisa saat pernyataan gila itu masuk kedalam indra pendengarannya. Jaemin mengira jika ia akan bebas melakukan hal intim dengan Jeno; kekasihnya, tanpa takut hal sebesar ini akan menimpa dirinya, ia mengira jika dirinya sudah berada di zona yang aman untuk melakukan hal dewasa.

Be With You (Nomin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang