CHAPTER 1

1K 73 0
                                    

Kendati rembulan telah meninggi di atas sana dengan latar gulitanya, itu tak mempengaruhi kehidupan para manusia yang tengah berada dalam sebuah bangunan yang terdengar berisik apabila kalian memasuki tempat penuh dosa yang kata mereka nikmat itu. Aroma alkohol dan nikotin bercampur menjadi satu. Bahkan beberapa tampak menikmati marijuana yang telah di bakar ujungnya. Jangan lupakan para pemain kasino yang sibuk sendiri pada dunianya di sana atau para pria hidung belang yang memanjakan mata mereka dengan menonton tiga wanita penari tiang.

Mereka menyebutnya surga dunia yang tiada dua, menganggap bahwa tempat ini adalah tempat terbaik dari segalanya untuk melepas penat sebab telah mengurus kehidupan dunia yang kian terasa mencekik. Kemaksiatan memang selalu nikmat, maka sebab itu membuat para pendosa menikmatinya. Tak mempedulikan sekalipun itu melanggar hukum atau agama.

"Ingin mencobanya?"

Tawaran yang menggiurkan untuk para penikmat obat-obatan terlarang, apalagi ditawarkan secara percuma mengingat harganya yang bukan cuma-cuma.

"Tidak berminat."

"Dirimu akan menyesal, setidaknya cobalah sekali."

Patut disayangkan sebab seseorang yang ditawarkan tak mengkonsumsi obat-obatan sejenis itu. Mungkin pria Kim itu salah menargetkan seseorang untuk diberikan secara gratis barang mahal miliknya.

"Marijuana dan obat-obatan sejenisnya bukan gayaku. Setidaknya nikotin sudah lebih dari cukup."

"Diriku suka sikapmu, berpendirian. Sangat cocok untuk profesi dirimu, tapi tidak dengan cara kau melepas penat."

Lantas pria yang menolak tawaran dari pria di sebelah kanannya hanya diam seraya menyesap vodka miliknya. Toleransi dirinya terhadap alkohol tinggi kendati dua botol telah tandas yang tentunya di minum berdua dengan pria di sebelahnya.

Pria itu benar, seharusnya pemimpin perusahaan seperti dirinya tak berada di dunia kotor seperti ini. Seharusnya dirinya lebih waspada agar tak ada oknum yang memang berniat untuk menjatuhkan reputasinya menjadi mendapatkan celah agar dapat menjatuhkan dirinya dengan berada di sini.

"Seharusnya dirimu tidak menolak ajakan ketika aku memintamu untuk menempati ruang VIP. Tak takut pada musuh?"

"Mereka tak lebih dari kotoran, lantas untuk apa diriku merasa takut?"

"Kau terlalu yakin, aku menyukainya."

Sesungguhnya pria Joo yang merupakan pemilik club yang di datanginya saat ini tengah mengkhawatirkan pria yang tampak tak mempedulikan dirinya sendiri. Apalagi pria yang merupakan teman lamanya itu menolak usulan sang penjaga miliknya untuk melindungi majikannya agar tak ada sesuatu yang tak diinginkan terjadi. Menolak dengan alasan bosan bersama pengawalnya dan ingin sendiri. Pria itu terlalu mengambil resiko bahkan untuk hal yang main-main seperti ini.

"Bukan hidup namanya jika tidak berani mengambil resiko. Dirimu hanya akan stuck dalam kehidupan yang selalu mencoba untuk berada dalam posisi aman. Bahkan ada pepatah yang mengatakan bahwa kegagalan adalah kunci kesuksesan. Sudah terbukti bahwa dari kegagalan itu seseorang harus mengambil resiko atas keputusannya sendiri."

Itu yang akan sang sahabat katakan apabila dirinya kembali melontarkan pertanyaan tersebut. Bahkan pria di sebelahnya itu sudah terlampau hafal susunan kalimat sebelum sahabatnya akan menjawab demikian.

"Apakah diriku semenawan itu?"

"Mengapa?"

"Wanita itu sejak sekitar dua puluh menit lamanya menatap diriku dari kejauhan."

"Wanita dengan pakaian berwarna hitam?"

Lalu pria yang kini akan kembali menenggak minumannya berdeham sebagai jawaban. Berusaha untuk tak terlihat sedang membicarakan wanital yang sudah sejak awal memperhatikan keduanya.

"Kau tahu siapa wanita itu?"

"Tidak, aku bahkan baru melihatnya, maybe." Pria Joo itu terlihat membuang gulungan kertas yang telah terisi marijuana yang nyaris habis ke dalam tempat sampah di dekatnya. "Vodka or tequila?"

"Vodka."

Lantas pria Joo memesan satu botol lagi pada bartender di belakangnya.

"Berapa kadar alkohol yang wanita itu minum? Sepertinya toleransi terhadap alkohol untuk dirinya cukup tinggi."

Pria yang merupakan pemilik tempat yang mereka pijaki itu melirik sekilas, mencuri pandang agar tak ketahuan tengah balas memperhatikan. "Sepertinya hanya merlot, meski kadar alkoholnya tidak setinggi vodka, tapi untuk wanita seperti dirinya agaknya sudah sering untuk menyesap minuman demikian, terlihat dari gerak geriknya yang dengan santai memegang gelasnya dan meneguk minumannya. Pasti kadar alkoholnya cukup tinggi."

"Kau pemerhati yang baik, Joo."

"Teliti adalah nama belakangku."

"Untuk ukuran sepertimu, sudah seharusnya kau memiliki pekerjaan yang melibatkan urusan negara atau paling rendah pengusaha. Sayang sekali jika kepintaranmu hanya digunakan untuk mendirikan club, pub dan sejenisnya."

"Ini termasuk bisnis dan pengusaha jika dirimu ingin tahu."

Lalu kedua kembali terlarut dalam minuman yang telah tersaji di depan mereka. Masih demikian hingga keduanya menyadari ketukan langkah sepatu yang semakin jelas terdengar kala presensinya kian mendekat. Kaki jenjang itu berhenti tepat di depan meja bahkan pria yang menjadi objek Si wanita tatap sedari tadi menyadari kehadirannya. Memindai dari kakinya yang bahkan hanya dalam sekali lihat pun itu terasa halus apabila disentuh, lantas perlahan naik hingga paras ayu yang sedari tadi tak bisa begitu jelas di pandang sebab jarak pun usahanya agar tak terlihat mempedulikan terlihat jelas. Senyum manis tersemat di bibir Sang wanita yang terpoles pewarna bibir dengan warna merah, tampak apik dengan paras jelitanya dengan tatapan menggoda meski hanya tatapan biasa bagi pria yang menjadi tujuannya itu.

"Sepertinya Tuan di sini menyadari bahwa sedari awal saya memperhatikan Anda." Si wanita menjeda kalimatnya seraya mengulurkan tangan kanannya di hadapan pria yang kini tengah menatapnya dengan satu alis yang naik seolah mempertanyakan kedatangannya. "Ozzie."

Lantas si pria bangkit seraya menegakkan tubuhnya dengan tangan kanannya yang terulur guna menyambut jabatan tangan yang wanita di depannya ciptakan.

"Jeon Jungkook. Senang berkenalan dengan Anda, Nona Ozzie."

[]

Ada perubahan dalam nama tokoh,

Selain perubahan dalam nama, barangkali ada scene atau alur yang mungkin di tambah atau berbeda.

saya berharap bahwa tidak menggangu kenyamanan para pembaca.

AMORTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang