CHAPTER 9

229 13 0
                                    

Angin berhembus sedikit kuat malam yang kini perlahan merangkap menjadi pagi dengan nabastala yang masih tampak gulita. Rembulan kini telah merubah posisinya, sedikit menurun tanpa adanya kartika yang menemani rembulan yang berpendar sendirian.

Daun-daun kering yang berjatuhan di atas tanah tak terurus kian semakin berantakan sebab sarayu yang berhembus kuat. Suara binatang krepuskular terdengar menemani keheningan malam yang membuatnya kian mencekam.

Seolah tak berniat segera memasuki kediamannya, gadis dengan topi yang melingkupi kepalanya itu tampak terdiam menatap lurus pada bangunan yang biasa saja. Terlihat di beberapa sisi dinding yang bercat putih kusam itu tampak retak dengan warna dindingnya yang beberapa terkelupas. Setidaknya atap rumahnya tidak mengalami kebocoran selama tiga bulan ini.

Dirinya menghembuskan napasnya panjang. Tatapannya masih sama dengan tungkai yang kini melangkah satu-satu menuju pintu yang menjadi jalan keluar dan masuknya ke dalam bangunan ini. Pintu terbuka pelan begitu juga ketika di tutup sama pelannya, berusaha untuk tidak menimbulkan suara. Sepatutnya dibeli setengah tahun yang lalu itu dilepaskan dari kakinya, ditaruh di tempat alas kaki yang berada di sisi pojok.

Melangkah santai seraya meletakkan tas punggungnya di atas kursi yang kemudian disusul melepas topinya. Kini tungkainya melangkah menuju kamar mandi satu-satunya yang berada di rumah ini. Berhadapan dengan cermin yang sedikit kusam, memperhatikan pantulan dirinya dengan wajah yang masih terpoles riasan. Tangannya terulur membuka kotak yang tergantung di dinding dekat cermin kamar mandinya, mengambil kapas serta cairan pembersih riasan untuk diaplikasikan untuk wajahnya. Membersihkan seluruhnya hingga wajah yang tampak lelah itu nampak.

Tidak ada shower, hanya bak mandi dengan air serta gayung. Mandi di jam seperti ini sesungguhnya tidak baik. Dirinya tak ada waktu selain jam seperti ini atau terkadang langsung terburu tidur tanpa membersihkan diri lalu terbangun dengan keadaan wajah kusam.

Tungkainya berjalan menuju kamarnya yang ditempati orang lain selain dirinya. Menghampiri lemari pakaian dan mengambil satu setel baju tidur untuk dibawa ke kamar mandi dan dipakai. Menahan dingin mengingat baru selesai mandi di suhu yang sedikit turun membuat gadis itu sedikit menggigil.

Kembali ke dalam kamarnya dan mendapati manusia lain yang sebelumnya tampak tertidur di ranjangnya kini terduduk seraya menatap gadis dengan handuk di tangannya yang sedikit terkejut.

"Terbangun? Maaf jika menimbulkan kegaduhan." Tungkainya berjalan menghampiri lemari yang tingginya hanya sepinggang gadis Lee itu.

"Mungkin beberapa menit sebelum Kakak pulang." Netranya yang tidak sebesar milik Soyeong menyoroti gadis itu yang kini mulai menghampiri ranjang.

"Aku tidak tahu kau di kamarku. Maaf tidak bisa menemani mu tidur." Soyeong meletakkan handuk kecil yang tergeletak asal di pojok kamar dan menggantungnya rapi. "Sulit tidur, mimpi buruk, atau lapar tengah malam?" tanya gadis Lee seraya mengambil tempat di sebelah pria yang usianya berada di bawahnya.

"Tidak ketiganya."

"Cepat kembali tidur. Dirimu tidak lihat sekarang sudah pukul berapa?" ujar Soyeong seraya membagi fokusnya sejenak dengan menatap jam yang menggantung di dinding.

"Apakah kedai Nyonya Choi tutup pukul dua pagi?"

Lee mengulas senyum, mengusap kepala pria di sebelahnya lembut. "Ada pesanan yang harus dikirim besok dan diriku membantu. Lagi pula hari ini termasuk hitungan pembayaran."

Lantas si pria segera meringsutkan dirinya, membalut tubuhnya dengan selimut hingga menutupi tubuhnya sebatas bahu. Tidur menyamping dengan memunggungi Soyeong yang kini menatap dalam diamnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 07 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

AMORTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang