CHAPTER 4

427 29 0
                                    

"Ibu senang melihat kalian berdua saat ini. Ibu merindukan kalian."

Suara itu memecah keheningan yang telah berlangsung sekitar lima menit yang lalu. Dentingan alat makan yang beradu di atas piring menjadi melodi yang menemani ruangan yang ditempati enam orang yang dilingkupi senyap.

"Diriku juga merindukan keadaan seperti ini. Tidak menyangka jika kita dapat berkumpul kembali." Senyum Hyeji mengembang manis, tampak apik timbul di labiumnya yang terpoles lipstik merah.

Sedangkan kedua pria yang berada di dalam satu meja yang sama tampak tak berniat untuk sekadar melontarkan aksaranya. Terdiam dengan atensi yang menatap piring di depan masing-masing, hanya saja pria dengan usia yang lebih tua dari semua yang berada di dalam ruangan itu masih sesekali tersenyum menanggapi.

Ini bukan hal tabu lagi saat keluarga besar itu berkumpul di meja makan seperti sekarang. Dengan karakteristik yang nyaris sama, Ayah dan anak itu akan tetap dalam atmosfer demikian kecuali membahas sesuatu yang lebih penting dari sekadar kabar.

Jika melihat dua pria satu darah itu bersama, Jeon Hana selaku Nyonya Jeon akan mengelus dada dalam diamnya. Kedua pria terdekatnya itu terlalu kaku dan sulit untuk dirinya cairkan dindin es itu. Hana sempat merasa heran juga kenapa dirinya bisa menikahi pria batu dan melahirkan anak serupa gunung Everest itu.

"Bagaimana dengan hubunganmu, Son?" Tuan Besar Jeon- Jeon Jaewon- menoleh, menatap gadis paling muda di sana yang kini tersenyum manis.

"Baik, bahkan untuk segala persiapan ke depan juga sama baiknya." Hyeji tersenyum lebar. Gadis itu tentu sangat senang apabila ditanya tentang dirinya dan pria terkasihnya, Jimin.

"Ibu merindukan pria itu juga meski baru dua minggu yang lalu diriku bertemu dengannya. Senang mendengar hubunganmu dengan Jimin baik-baik saja, kalian akan segera melangkah ke jenjang yang lebih serius, jangan sampai niat baik kalian ini berhenti di tengah jalan."

"Tidak ada dan tak akan terjadi hal yang seperti itu. Aku mencintainya dan begitu pula dengan Jimin," ujar gadis itu dengan netra yang memancarkan sebuah keyakinan. Seperti tengah menjanjikan sesuatu bahwa semua akan baik-baik saja dan mungkin lebih dari itu.

"Bagaimana dengan perusahaan, Jung?" Tuan Jeon bertanya.

"Semua baik dan terkendali. Diriku akan bertemu dengan Tuan Kim, dia dari London dan akan tiba di Seoul pekan depan. Seharusnya kami bertemu lima hari lagi, tapi dirinya mengundurkan waktu sebab memiliki jadwal yang padat."

"Membahas sesuatu?"

Jungkook meraih gelas yang terisi air mineral lantas meneguknya, membiarkan air sejuk itu membasahi tenggorokannya. "Hanya pertemuan biasa. Tuan Kim ingin melihat perusahaannya yang berada di daerah Ansan dan sedikitnya mempertanyakan projek kita yang sempat tertunda di daerah provinsi Gyeonggi."

"Dirimu belum memberi tahu Ayah sebelumnya."

"Aku sempat berniat untuk memberi sedikit lebih banyak jeda setelah Desember di tahun itu, tapi setelah aku pikirkan lagi, lebih baik untuk disegerakan dan kembali berbicara pada para tender dan banyak dari mereka menyetujui pembangunannya untuk diselesaikan secepat mungkin." Jungkook meneguk air dalam gelasnya sebelum kembali berkata. "Aku akan mengatakan pada Ayah saat akan mulai kembali menandatangani kontrak karena aku yakin Ayah akan sama setujunya dengan ku. Maaf jika aku melakukan kesalahan," ujar Jungkook dengan menundukkan kepala di akhir kalimatnya.

AMORTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang