CHAPTER 8

260 17 0
                                    

Pagi ini, gadis Lee itu terbangun dalam keadaan yang cukup baik. Tanpa sakit kepala atau rasa pengar. Malam tadi dirinya pulang saat jam makan malam mengingat kedai masih tutup lebih awal. Namun, Yojoon justru pulang lebih telat beberapa menit setelah kedatangannya. Saat ditanya katanya karena kegiatan sekolah. Kendati jam tidurnya tidak genap delapan jam, tapi sudah lebih cukup baginya untuk mengistirahatkan raganya yang sebagai wadah jiwa penuh lebam karena perbuatannya sendiri.

Netra bulat gadis itu memperhatikan sekitar, tidak ada tanda-tanda Yojoon yang masih berada di rumah. Soyeong menatap jam dinding lalu menjatuhkan atensinya pada roti dan telur goreng yang ada di atas meja makan. Yojoon selalu melakukan itu jika sempat dan tidak terburu-buru.

Soyeong membawa gelas airnya lalu mengambil tempat duduk seperti biasanya di kursi makan. Beberapa hari belakangan, dia tidak mengalami hal ini, makan sendirian. Pasti pria itu, Myungjae yang entah datang dari mana sudah menyusulnya dan mengambil tempat tepat di seberang Soyeong. Mengajak berbicara banyak hal kendati keduanya baru mengenal sebatas nama. Yojoon benar, kehadiran pria itu sedikitnya membuat pengaruh meski hanya sebentar.

Mendadak dirinya memikirkan tentang pria asing itu. Sudah dua hari dirinya pergi. Apakah sudah menemukan tempat tinggal yang layak? Di mana? Berapa biaya sewanya? Apakah tetap selalu bangun pagi seperti yang dia lakukan saat menumpang? Bagaimana pekerjaan baru yang dia ceritakan?

Soyeong terkekeh seraya menggigit roti tawarnya yang tidak diberikan olesan apapun. Netranya berpencar menatap sekitar, menghela napasnya saat pandangannya jatuh pada beberapa lembar uang dan kartu bus yang tergeletak di atas kulkas.

"Bodoh."

-o★o-

"Aku pikir juga seperti itu," ujar pria Jeon itu.

Jungkook menghisap rokoknya sebelum membuangnya ke udara. Ini masih cukup pagi bagi pria itu untuk menghisap sesuatu yang dapat mengotori paru-parunya juga udara sekitar.

Jimin menggeleng-gelengkan kepalanya lalu menyesap kopi pahitnya. Saat ini dirinya tengah ada di mansion pemuda di depannya yang tidak lama lagi akan menjadi Kakak Iparnya kendati dalam segi usia pria Park itu lebih tua dua tahun. Terkadang Jimin berpikir tentang apakah dirinya akan memberikan sebutan 'Kakak' pada Jungkook karena dia akan menikahi Adiknya?

Sebenarnya, Son Hyeji bukanlah Adik kandung pria itu. Maka dari itu marga keduanya berbeda. Son Hyeji adalah anak dari Adik Jeon Jaewon, Ayah Jungkook. Kedua orang tua gadis Son itu telah tiada karena kecelakaan pesawat yang terbang dari Amerika ke Korea Selatan. Karena Son Hyeji merupakan putri tunggal sama seperti Jeon Jungkook yang tidak memiliki saudara, Jeon Jaewon mengangkat ponakannya itu dan diasuh seperti anak sendiri sejak Hyeji berusia delapan tahun.

Kembali pada keadaan saat ini. Pria itu, Park Jimin sudah berada di halaman pria Jeon itu pagi-pagi seperti sekarang karena panggilan Jungkook yang tiba-tiba tentu saja.

Jeon Jungkook memang selalu berbuat semaunya.

"Aku tidak berpikir sampai ke sana. Bahkan tidak menyadarinya sama sekali." Jimin berkata seraya menyugar rambutnya dengan jemari tangannya.

Jungkook menekan ujung rokoknya pada asbak lalu beralih pada cangkir teh miliknya. Jungkook menengadahkan kepalanya sebentar sebelum kemudian menyesap tehnya yang masih hangat.

"Tapi tidak heran jika kenyataannya demikian. Maksud ku, kedatangannya malam itu memang terlalu menarik perhatian dan terkesan mencolok," ujar Jimin melanjutkan.

AMORTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang