CHAPTER 5

387 23 0
                                    

Semua orang yang diberi anugerah hidup di bumi ini pasti mempunyai impian. Tidak mungkin ada paling sedikitnya satu orang dari miliyaran manusia ada yang tidak memiliki impian dan harapan. Setidaknya segera pulang ke rumah lalu lekas tidur setelah bekerja dari matahari terbit hingga terbenam. Itu termasuk salah satu impian dan harapan dalam skala kecil. Jika tidak, untuk dapat makan di kemudian hari juga harapan kendati kita harus bekerja lebih keras dan memikirkan apa yang harus dilakukan kendati semua memerlukan proses. Mie instan pun perlu di masak agar dapat dimakan.

Dahulu Soyeong pernah berharap menjadi orang besar agar tidak perlu bingung memikirkan makan apa esok hari atau tidak perlu menyeduh mie instan sendiri sebab sudah ada yang melayani di rumah. Namun, sekarang yang gadis itu inginkan hanya menjadi orang yang biasa-biasa saja tetapi cukup. Baginya, menjadi orang besar akan menjadikannya angkuh dan semaunya.

Netra gadis Lee itu berpendar mendapati lampu rumahnya sudah menyala. Senyum kecilnya timbul seraya memarkirkan sepeda tepat di depan rumah sebelah pintu masuk. Dirinya akan menemui tujuan hidupnya dan salah satu alasan ia melakukan segalanya.

"Yojoon..."

"Kakak pulang lebih cepat?"

Soyeong terdiam di ambang pintu dengan tangan kirinya yang masih memegang tuas pintu. Mendapati orang asing di rumahnya cukup membuat Soyeong kembali menaruh tanya melalui tatapan matanya pada Yojoon.

"Ah, dia teman baruku, Myungjae. Baru kembali dari Jeonju dan dia sudah menolongku dari pencuri tadi."

Soyeong melangkahkan kakinya memasuki rumah tanpa menutup pintu. "Pencuri?"

"Iya, ponsel ku sempat diambil orang asing dan dia yang menolong. Karena dia baru kembali dari Jeonju dan belum sempat mencari penginapan, aku berniat membalas budi dan mengajak dia bermalam di sini."

Soyeong mengalihkan atensinya pada pria asing yang diperkenalkan sang Adik. Orang itu berjalan dan menghampiri Soyeong yang masih diam dengan keramahan air muka yang berbanding terbalik dengan pria di depannya.

"Salam kenal, Myungjae."tangannya terulur ke depan.

Soyeong memperhatikan itu dan menautkan tangannya pada pria yang mengaku dirinya teman baru sang Adik. "Iya, aku-"

"Lee Soyeong."

Soyeong berkedip dengan raut wajah yang tidak bisa biasa saja.

Myungjae terkekeh dengan senyum pria itu yang semakin menyenangkan. "Yojoon sudah memberi tahu aku sebelum kau datang. Maaf jika kedatangan ku cukup mengganggu waktu istirahat mu."

Kini Soyeong tersenyum membalas sapaan hangat pria yang lebih tinggi dari Yojoon. Tangannya hangat sama seperti senyum dan tatapan mata bulat pria itu. "Tentu tidak masalah. Aku senang saat tahu Yojoon mengerti balas budi dan memiliki teman baru. Dia tidak seperti kebanyakan anak yang mudah bersosialisasi."

Tautan tangan itu terlepas dan Myungjae memasukkan kedua tangannya pada saku celana panjangnya dengan netra menyoroti pergerakan Soyeong yang tampak melepas alas kaki.

"Aku sempat berpikir begitu, Yojoon seperti gugup saat melihat ku, tapi dia ternyata anak yang menyenangkan." Myungjae menambahkan.

Soyeong melirik Yojoon yang tengah mempersiapkan makan malam lalu berganti menatap pria di depannya. "Kau sepertinya tidak seumuran dengan Yojoon."

AMORTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang