4. Makan Malam

1.8K 381 123
                                    

Apron hitam dengan beberapa noda terikat di badanmu, menggerakan sepatula di wajan, memasukan beberapa bumbu dan sayuran. Malam ini kau tengah memasak, memasak beberapa makanan untukmu dan Shinichirro.

Saat membereskan sisa-sisa bahan yang sudah tidak dipakai, tiba-tiba saja Shinichiro datang dan memeluk pinggangmu, lalu dia menyandarkan dagunya di bahumu. 

"Ada apa, Shinichiro?" tanyamu lembut padanya. 

Shinichiro berdeham seraya mengayunkan kecil pelukan kalian. "Aku mau keluar dulu." 

Kegiatan membereskan sisa bahan masakanmu terhenti, lantas berbalik menatap Shinichiro. "He ... eh, mau kemana?" tanyamu sendu. 

"Ada urusan sebentar." 

"Makan malamnya bagaimana? Masakanku hampir matang ..." sendumu melirik pada wajan dengan berbagai isian. 

Shinichiro pula meliriknya sebentar, lalu kembali menatapmu. "Hanya sebentar. Tunggu ya, kita makan bersama." 

"T-Tapi ...." 

"Dah ... aku berangkat!" 

Dua jam sudah kepergian Shinichiro, pria itu terlewat dari janji pulang sebentar yang dikatanya. Hari terlampau kian melarut, makanan yang tersusun rapih di meja makan sudah berhenti mengeluarkan kepulan dan berubah melembek. 

Kau melirik jam di dinding, hampir pukul 12 tengah malam. Cukup mengecewakan menantikan Shinichiro tidak kunjung pulang. 

Lalu, saat kau menumpukan kepalamu di meja makan pintu rumah berbunyi dan terbuka, Shinichiro masuk dengan sekantung plastik berwarna hitam dan wajah ceria tanpa salah. 

"Sayang, aku pulang. Temanku membawakanku makanan untukmu," ujarnya tertawa sembari menaruh sekantung plastik yang kiranya makanan itu di sofa, lalu Shinichiro membuka jaketnya dan berjalan menghampirimu di meja makan. 

"Masakan buatan istrinya enak, aku sampai--" bicara pria itu terhenti saat melihatmu duduk termangu di depan meja dengan banyak makanan tersusun rapih dan mendingin. 

"Sampai apa?" tanyamu tersenyum padanya. 

Shinichiro tidak menjawab, dia pun termangu di sebrangmu, berdiri mematung dengan mulut terkatup. 

"Sampai kau lupa jika istrimu kelaparan menunggumu pulang?" 

"Bukan, bukan begitu!" 

"Lalu apa? Kau lebih suka masakan istri temanmu yang kau puji enak itu?" Kau berdiri, mengambili piring satu persatu di kedua tanganmu. "Sudahlah, tidak ada yang mau memakan masakanku yang tidak enak ini," lanjutmu lagi. 

Shinichiro masih diam, berdiri memperhatikanmu dengan gelagat bersalahnya. 

Sementara itu kau pergi dengan masakanmu ke dapur, membuangi makanan yang bahkan masih baru itu ke tempat sampah, dan menaruh piringnya asal-asalan di tengah kompor. 

Lantas kau kembali berjalan keluar dari dapur, menahan air mata dari rasa kecewa akan Shinichiro. Memejamkan mata menahan tangis saat kau melewatinya yang hanya termangu memperhatikanmu. 

"Tidur Shinichiro, pasti nyenyak tidur dengan perut kenyang sehabis makan enak," ucapmu melaluinya. 

Air matamu seketika jatuh saat memasuki kamar. Membiarkannya kian menderas dengan isak tanpa suara, begitu berlanjut sampai kau membaringkan tubuhmu di kasur, dan menutup seluruh tubuhmu dengan selimut. Rasanya mengecewakan, sudah susah-susah memasak dan menunggunya pulang, taunya saat dia datang malah sudah makan di luar. 

Beberapa menit kemudian kau dengar pintu kamar terbuka, dan ranjang bergerak tidak seimbang, lalu kau rasakan pelukan yang semakin membuatmu merasa kedinginan dari balik selimut. 

"Maafkan aku. Maaf, aku yang lupa." 

Mendengar Shinichiro mengakui kesalahannya membuatmu merasa semakin kecewa. Dari dalam selimutmu, air mata kian menderasa membasahi bantal dan pipimu. 

Drabble | Shinichiro SanoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang