Sinar surya masih terlampau jauh, berkisaran pukul 3 dini hari gejolak aneh membangunkanmu. Rasa tidak nyaman beradu di dalam perut, melaras menusuk tenggorokan, seolah mendorong sesuatu untuk keluar.
Dahimu berkerut, perlahan membuka mata dengan desisan pasrah merelakan jam-jam terindah di tidur. Segera kau sibak selimut, berjalan cepat menuju kamar mandi menghadap washbowl. Berulang kali kau keluar masukan kedua jarimu, memancing sesuatu yang tidak nyaman itu untuk keluar. Namun, hanya cairan bening yang keluar.
"Sayang, kamu kenapa?!" Pertanyaan serah mendesak dengan wajah panik tiba-tiba saja menghampiri dan mengejutkanmu.
Kau pegang perut sebelah kirimu, meremasnya lemah saat keram seakan menghujam. Seolah tidak bisa berbicara, kau hanya menatap Shinichiro dengan tatapan yang menjawab pertanyaannya.
Diperhatikan dirimu oleh Shinichiro. Muka basah, memucat dan mata yang menyayu. Cepat Shinichiro menggendongmu, membawamu pergi keluar dari kamar mandi, dan kembali meletakkanmu di ranjang.
Tangan besar nan kasar pria itu endarat di dahimu. "Kamu panas," ujar Shinichiro, kemudian kedua tangan pria itu memegangi telapak kaki dan tangan secara bergantian. "Kaki dan tanganmu dingin. Kamu sakit, tunggu dulu, ya!"
Dengan gerakan cepat dan tergesah-gesah, Shinichiro ambil kuali kecil dan mengisinya dengan air. Pria itu hidupkan kompor gas untuk memasak air, membuat kompresan sementara saat keadaan tidak memungkinkannya untuk membeli keluar.
♡♡♡
Shinichiro duduk bersandar pada ranjang. Pria ini begitu setia menggenggam tanganmu dan mengelusi pipimu dengan tangan satunya lagi. Tatapanmu fokus pada Shinichiro yang juga memandangimu dari duduknya.
"Shinichiro?"
Pria itu menaikkana alisnya dan berdeham, lebih menundukan kepalanya melihat sang istri yang tertidur di paha.
Kau sibakkan selimut yang membalut setengah tubuhmu, menyusul duduk menatap Shinichiro. Beberapa detik kau pandangi Shinichiro yang kebingungan, lalu kau tarik ia untuk tiduran bersamamu. "Kamu juga harus tidur."
Pria itu menurut, kembali ia menidurkanmu membelakanginya, memposisikan kepalamu tepat berada di ceruk lehernya. Balutan selimut besar menyusul menutupi hapir seluruh tubuh kalian. Kau rasakan, tangan Shinichiro yang menjalar, memelukmu.
"Kamu sakit, bagaimana aku bisa tidur," ujar Shinichiro, pria itu menunduk, menciumi puncak kepalamu dengan lembut.
Kehangatan tiba-tiba saja menyelimuti tubuhmu, rasa pusing dan keram segera mereda saat kau dengar jawaban Shinichiro yang kau suruh tidur. Rasa syukur teramat besar kau rasakan menikah dengan pria sepertinya. Barang sedikit, bahkan sedetik, tidak ada penyesalan yang kau sesali menikah dengan Shinichiro. Pria dengan rasa kekeluargaan dan penyayang, tidak bisa kau pungkiri jika saja seseorang menyayangkan Shinichiro yang memilihmu sebagai istrinya.
Kau raih telapak tangan pria itu, menuntunnya perlahan masuk ke dalam bajumu. Terselip jemari lentik di sela jemari Shinichiro, tepat saat tangan Shinichiro yang kau tuntun mendarat di perutmu, kegelian menjalar membuatmu terjingkat senang. "Shinichiro ...."
"Kenapa?" Jempol Shinichiro memilih tidak diam, pria itu elusi bagian atas pusarmu.
Rasa senang bercampur haru merayapi sekujur tubuhmu. Kau gesek-gesekan kepalamu di lehernya, kemudian kau berujar pelan, "Kalau aku hamil bagaimana?"
"Itu yang kita harapkan."
#Hai readers, maaf ya giliran Drabble Shinichiro ga secepet Drabble Chifuyu. Karena sebulan kemarin gw kena WB, hiks, udah gitu kalo nulis drabble Shinichiro hampir selalu saltik nama Chifuyu :(
Udah sih gitu doang.