5. Maaf

1.7K 365 93
                                    

Cahaya jingga menyirat silau di sela gorden mengenai sudut matamu, kau terusik dan perlahan membuka mata sesekali mengerjap membiasakan dengan cahaya. 

Kau meraba-raba sesuatu di sampingmu. Apa yang menjadi alas tidurmu kali ini? Kenapa rasanya sedikit lengket, bidang, dan dingin? Ini bukan selimut, atau ranjang. Yang kau raba adalah kulit. 

Perlahan kau mengumpulkan kesadaranmu yang masih keluyuran di alam mimpi, menyatukan indera perasa dan pikiran. 

"Sudah bangun?" 

Perut yang menjadi alas tidurmu itu bergetar berbarengan dengan pertanyaan tadi, kau melihat ke atas, Shinichiro tengah tersenyum memperhatikanmu. 

Dengan cepat kau pindah dari posisi tersebut, meringkukan tubuh lagi di balik kepungan selimut. Senyum dan pertanyaannya tadi masih membuatmu kesal dengan kejadian semalam, kenapa juga tubuhmu ini tidak mendukung asal memeluk saja. 

Saat kau berusaha kembali memejamkan mata dan melukapan kejadian memalukan tadi, tiba-tiba saja bagian atas selimutmu dibuka oleh Shinichiro. 

Tidak perduli dengan suasana hatimu, Shinichiro mengelus pucuk kepalamu lembut dengan salah satu tangannya. 

"Sudah, ya, marahnya?" 

Kau diam, tidak menjawab pertanyaan Shinichiro dan malah menjauhkan kepalamu dari tangannya. 

Shinichiro menghembuskan nafasnya, merasa begitu bersalah. Kemudian pria itu memeluk perutmu erat, dan menariknya lebih dekat. 

"Hah ..." hembusan nafas hangat kau rasakan saat Shinichiro mendaratkan dagunya di ceruk lehermu. Bahkan pipimu memerah saat itu juga. 

"Maafkan aku, aku benar-benar lupa semalam, sungguh. Kamu boleh menghukumku, tapi jangan mendiamiku begini, rasanya menyakitkan tidak disapa olehmu seharian." 

Berdegup kencang hatimu karena ucapan Shinichiro barusan mampu membuatmu meluluh padanya. Sebenarnya kau bukanlah marah, hanya saja kecewa jika Shinichiro melupakanmu dan memuji wanita lain disaat yang sama. 

"[Name], bicaralah sedikit saja, aku merindukan suaramu."

"..."

"Kamu tau, 'kan, aku hanya mencintaimu saja. Yang berarti semua hal yang berkaitan denganmu aku menyukainya. Aku tidak pernah bosan dengan rasa masakanmu, itu selalu saja enak dilidahku, rasanya sama seperti aku makan masakan ibuku." 

Shinichiro mengeratkan lagi pelukannya yang sempat kau longgarkan. Sambil mengusak-usak wajahnya di kepalamu Shinichiro hirup dalam-dalam aroma rambutmu. 

"Maaf, permintaan nmaafku ini benar-benar seperti bualan belaka. Aku bingung saat kamu mendiamiku, rasanya menakutkan. Maafkan aku, [Name]." 

Lama kelamaan kau rasanya tidak tahan mendengar penyesalan Shinichiro yang terdengar begitu menyiksa. Kau keluarkan tangan kananmu dari selimut, membalut tangan Shinichiro yang sedari tadi memelukmu, "Aku memaafkanmu, Shinichiro." 

"Eh?! Sungguh?!" girang Shinichiro. 

"Iya, tapi minggu ini aku tidak akan membuka kaki untukmu saat malam hari." 

Kegirangan Shinichiro terhenti, muka bahagia pria itu menghilang. Dibaliknya tubuhmu secara tiba-tiba menghadapnya. 

"Tidak apa hanya seminggu, itu sudah biasa saat kamu datang bulan. Didiamkan olehmu lebih menyakitkan dibandingkan dengan itu," ucap Shinichiro terdengar begitu tulus dari hati. Pria itu kembali membenarkan pelukannya, menyandarkan kembali kepalamu di dada bidangnya. 

"Aku bisa balas dendam setelah seminggu."

"Hei!" 

Drabble | Shinichiro SanoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang