Lima

2K 446 57
                                    

Andi membiarkan Tata meneguk minumannya berkali-kali. Bahkan dia juga menemani Tata minum, duduk di atas sofa, di samping gadis yang dia cintai ini. Pada akhirnya, Andi membawa Tata ke apartemen miliknya. Untung saja di sana dia masih menyimpan beberapa botol bir hingga Tata bisa meluapkan kesedihannya dengan meneguk minuman itu

Bir dan minuman beralkohol lainnya sudah bukan hal tabu bagi Andi, namun meski begitu, sang Don Juan ini juga tidak terlalu sering minum. Bagaimana pun, Andi masih menyayangi nyawanya. Meski dia memilih banyak apartemen dan juga rumah yang bisa dia tinggali kapan saja, tapi Andi selalu pulang ke rumah.

Bundanya itu sangat berisik jika tidak menemukan Andi tidur di rumah. Dan dalam hitungan jam, dia bisa mengetahui kemana, dimana, dan bersama siapa Andi malam itu. Andi boleh saja berumur tiga puluh satu, tapi bagi Bundanya, dia masihlah Andi yang sama seperti ketika dia berumur belasan tahun. Andi bahkan tidak berani terlalu sering minum karena takut ketika dia pulang, Bundanya akan mencium bau alkohol di tubuhnya.

"Lebih baik?" tanya Andi ketika Tata sudah meletakan gelasnya di atas meja, lalu menyandarkan kepalanya ke belakang sofa. Mata Tata terpejam, wajahnya masih terlihat sekusut sebelumnya, membuat Andi mendesah lalu melarikan jemarinya ke dahi Tata, mengusapnya penuh kelembutan.

Kini Andi menatap Tata iba. Sejujurnya, ini bukan kali pertama Andi melihat Tata dan Mamanya bertengkar. Ini juga bukan kali pertama Andi membantu Tata membebaskan Mamanya dari tuntutan hukum akibat pekerjaan Mamanya sebagai mucikari.

Andi mengetahui segalanya. Kisah hidup Tata, bagaimana orangtuanya, alasan orangtuanya bercerai, kebencian yang ada dalam dirinya pada kedua orangtuanya, Andi mengetahui segalanya.

Apa yang Tata alami memang tidak mudah. Sejak kecil dia harus menahan kemarahannya pada kedua orangtuanya, membuatnya memupuk rasa benci karena kehidupan yang dia miliki tidak seindah kehidupan yang dimiliki orang lain.

Orangtua yang bercerai, Mama yang bekerja sebagai pelacur, Papa yang tidak lagi mau memedulikan mereka. Semua itu menjadi sebuah mimpi buruk setiap kali Tata memikirkannya. Tata telah melewati banyak hal hingga dia bisa keluar dari rumah Mamanya dan memiliki kehidupan yang dia inginkan seperti saat ini.

"Dia seperti ingin menangis," gumam Tata. Lalu kedua matanya terbuka seiring bibirnya tersenyum patah. "saat aku memakinya, dia... seperti ingin menangis. Semuanya semakin sempurna, kan? Orangtua sialan, dan anak yang nggak tahu diri."

Kedua mata Tata kembali nanar, bahkan lapisan kristal itu Andi temukan di sana.

Andi menarik kepala Tata hingga menyandar di dadanya. Lengannya memeluk Tata sementara telapak tangannya yang bebas membelai lembut rambut gadis itu.

Tata melingkarkan lengannya di pinggang Andi, memeluknya erat, menangis semaunya di dada lelaki itu. "Aku juga nggak ingin begini... aku juga nggak ingin terlahir di keluarga seperti ini. Tapi semuanya terlalu memuakan, semuanya selalu berputar diporos yang sama, seolah-olah nggak membiarkan aku keluar dari sana."

"Sshhtt..." bisik Andi. Mengecup puncak kepala Tata.

"Kalau sejak awal aku tahu kehidupan seperti ini yang aku lalui ketika aku dilahirkan, aku lebih memilih nggak pernah dilahirkan ke dunia ini."

"Ta, kamu nggak boleh ngomong begini."

"Capek... aku capek begini terus. Karena Mama, hidupku hancur. Aku selalu mendengar cacian orang-orang terhadap kami, aku selalu melihatnya digilir dari satu lelaki ke lelaki lain."

"Tata..."

"Dia nggak pernah berhenti melakukan hal itu pada kami. Aku nggak bisa bayangin gimana Gio menghabiskan waktunya untuk hidup bersama Mama. Kenapa Mama selalu mengacaukan hidup kami? Kenapa Papa harus pergi meninggalkan kami?"

The WayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang