6 - Kenangan

334 6 0
                                    

6 - Kenangan

Kean menikmati semilir angin yang menyejukan, ia menghirup dengan perlahan menikmati setiap embusan udara yang menerpa. Dirinya sangat menyukai tempat ini, dimana selalu bermain saat kanak - kanak dulu. Kedua orang tuanya sibuk menggeluti pekerjaan, menitipkan anak pada Ibunya. Inilah dia sekarang hanya menyayangi Omah Icha, yang menjaga dan merawat dengan penuh kasih sayang.
Punggungnya bersandar pada kursi taman, memejamkan mata mengenang masa - masa dulu, lalu disaat usia menginjak tujuh belas tahun diperintahkan belajar bisnis nan kini digeluti.

Sebuah langkah kaki tidak membuatnya terusik sedikitpun, ia memilih tetap memejamkan mata sampai sebuah suara memanggilnya.

"Tuan," panggil Amara membuat Kean terpaksa menatapnya dan manik mereka langsung beradu.

"Taruh di meja, bisakan! apakah kamu ini ingin selalu mengangguku," seru Kean ketus menatap sinis Amara.

"Ini Tuan, aku pamit dulu," balas Amara ia tengah malas meladeni perkataan cucu majikannya yang berbeda sekali tutur katanya.

"Suruh siapa kamu pergi, ayoo cepat pijat aku!  tubuhku sangat letih," perintah Kean membuat Amara menghela napas berusaha sabar, ia memejamkan mata lalu mendekati Kean.

"Mana yang mau dipijat, Tuan?" tanya Amara dibalas tunjukan oleh Kean dimana letak yang harus dipijat.

"Bahuku nih, pegal sekali gara - gara terus berhadapan dengan laptop, dan tak berhenti - henti mengertik," keluh Kean. Amara mengangguk mengerti lalu mulai memijat bahu Kean, dan hanya menjadi pendengar yang baik disaat Kean yang selalu mengeluarkan keluhannya.

"Apakah dia tengah curhat? apa aku harus menjawab ucapannya," batin Amara bertanya pada dirinya sendiri, dilema menyahuti atau mendengarkan.

Kean terdiam lalu mengerjapkan matanya, ia baru sadar jika tengah mengeluarkan semua keluh kesahnya pada pembantu baru Omahnya. Dirinya langsung berdiri membuat Amara terkejut, berbalik menatap tajam Amara bak wanita itu bagai mangsa siap terkam.

"Pergilah, pekerjaanmu sudah selesai," usir Kean dibalas anggukan oleh Amara.

"Ada apa denganku? kenapa aku bisa sangat gambar mengeluarkan keluh kesahku," batin Kean berseru, ia amat bingung.

"Sudahlah, jangan ambil pusing," tutur Kean menjatuhkan bokongnya ke kursi lalu menatap kopi yang masih terlihat uap mengepul.

Tangannya meraih cangkir itu lalu meniup isinya, perlahan menyesap menikmati rasanya yang sangat pas di lidah.

"Kenapa dia sangat pandai membuat lidahku, candu oleh buatannya," gumam Kean tanpa sadar ia menaruh kopi saat bunyi pesan masuk ke ponsel-nya.

(Keannn, Papa dan Mama mau ke rumahmu. Apa kamu ada di sana?) - Selena

"Ngapain Mama, ingin menemuiku," kata itu keluar dari bibirnya.

(Aku di rumah Omah,) - Kean

Singkat dan jelas itu jawaban pesan dari seorang Kean kepada orangtuanya, bukan ia tak sopan. Rasa asing melingkupi disaat mereka berusaha ingin dekat padanya, kenapa tidak waktu dirinya masih kanak - kanak itulah yang berada di benaknya.

(Kami akan kesana, tunggu kami sayang.) - Selena

Kean berdecak saat membaca pesan dari Mamanya lagi, ia memasukan ponsel dalam saku tanpa membalas chat tersebut. Dirinya mulai menikmati kopi lagi sampai akhirnya cangkir itu kosong, bangkit dari duduk lalu melangkah masuk mencari Amara.

"Amaraaaaaa," panggil Kean membuat Amara yang tengah menyanggul rambutnya tersentak kaget.

Wanita itu cepat - cepat menyelesaikan kegiatannya lalu melangkah mendekati Kean yang menatapnya sinis, pria itu melipat tangannya ke dada saat memandang Amara yang tengah berada di hadapannya.

Bahagia Usai Di talak Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang