Happy reading ♡
"Lo gak apa-apa kan? Udah enakan?" tanya Sagara begitu ia duduk di belakang rumah kedua orang tua Alissa. Wajah pria itu terlihat menatap khawatir Alissa.
Kedua sudut bibir Alissa tertarik ke atas seraya menganggukkan kepalanya pelan, ia lalu ikut duduk di kursi yang bersebelahan dengan Sagara. Sementara di depannya terlihat Adelio dan Daffin juga tengah duduk.
"Gue mah enggak apa-apa keles, santai aja. Cewek strong nih," ucap Alissa disertai candaan.
Mendengar hal itu membuat Daffin dan Sagara bernapas lega, walau mereka tahu bahwa Alissa adalah gadis yang kuat, tetapi tetap saja ia adalah seorang wanita. Hatinya rapuh seperti kaca yang harus dijaga dengan baik, bukan untuk disakiti.
"Gimana keadaan Aiden?" tanya Alissa ragu. Namun, pertanyaan itu berhasil mengudang kerutan di dahi ketiga pria yang bersamanya saat ini.
"Kenapa lo tanyain dia?" tanya Sagara balik dengan wajah dingin, ia terlihat tak berminat membahas tentang hal ini. "Kalau lo ngundang kita ke sini cuma buat tanya keadaan pecundang itu, gue balik."
Sagara langsung berdiri dari duduknya begitu menyelesaikan ucapannya. Namun, dengan cepat Alissa menahan tangan pria itu dan menghentikan gerakannya yang hendak pergi. Kepala Alissa terlihat menggeleng pelan, membuat Sagara akhirnya kembali duduk di kursinya.
"Kenapa sensi banget sih?" tanya Alissa santai.
Tatapan Sagara semakin menanjam mendengar pertanyaan Alissa. "Sekarang gue balik nanya, kenapa lo peduli banget sama dia? Dia udah mau lecehin lo, Lisa!"
Napasnya terdengar memburu dan dadanya bergerak naik turun dengan cepat. Rahangnya juga terlihat mengetat menahan emosi.
"Kenapa, ya?" ucap Alissa seraya mendongkakkan kepalanya ke atas. "Gue juga engga tau kenapa gue bisa sepeduli ini sama cowok brengsek kayak dia."
Ia terdiam sejenak, menghela napas panjang dan memejamkan matanya sejenak. "Mungkin gue cuma peduli sama papanya Aiden? Papa cuma punya Aiden di dunia ini, gue takut kalau Aiden ada apa-apa, papa gak ada yang jaga lagi."
Entahlah, dalam hati Alissa juga merasa tak yakin dengan alasannya barusan, sebrengsek apa pun sikap Aiden padanya dan sekeras apa pun ia berusaha untuk membencinya, Alissa sama sekali tak bisa.
Usai mengatakan hal itu, Alissa pun kembali menatap ketiga temannya secara bergantian. "Oke kita kembali ke topik utama aja, ya. Daripada kalian malah emosi semua."
Alissa memperbaiki posisi hijabnya kemudian meronggoh kantung celana piyama yang ia kenakan. Tangannya mengeluarkan secarik kertas dan menyodorkannya di meja yang berada di tengah-tengah mereka.
"Apa nih?" tanya Daffin yang sedari tadi hanya diam.
"Tadi pas gue di kamar, tiba-tiba ada yang lempar batu ke kamar gue dan anehnya batu itu dibungkus sama kertas itu." Alissa menunjuk kertas yang tergeletak di meja persegi kecil.
Adelio menatap secarik kertas itu sejenak. "Mungkin orang iseng, Kak?" tanya Adelio yang langsung dihadiahi gelengan kepala dari Alissa.
"Enggak mungkin orang iseng. Kamar gue ada di lantai dua dan jendelanya itu menghadap ke samping yang cuma ada pohon mangga, gak langsung ke jalan," jelas Alissa serius. "Enggak mungkin dong orang iseng niat amat segala manjat tembok rumah gue cuma buat lempar batu ke kamar gue?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Marry Me!
Teen Fiction"What?! Aku harus menikah dengan Alanzio? si Es Batu itu? Mami yang benar aja dong!" *** Alissa Zoe Catherine, gadis bar-bar yang namanya tercantum memenuhi isi buku siswa yang bermasalah di ruangan BK itu harus menerima kenyataan bahwa dirinya dijo...