78. Tak Bisa Bersama

445 115 87
                                    

Saat bangun, yang Sojung lihat adalah plafon putih tak dikenali, ruangan yang kental dengan bau obat, dan ... Yoongi. Pria itu tidur dengan posisi duduk, menumpukan kepala ke kasur, sementara tangannya menggenggam tangan Sojung yang ditusuk jarum infus.

Kenapa ... Sojung bisa di sini?

Sojung sedang mencoba mengingat-ingat sebab dia bisa terdampar di ruangan yang paling ia hindari ini, tapi tidak menemukan alasan yang tepat. Sojung menyempatkan makan walau sedikit, dia juga tidak melakukan hal-hal yang bisa membahayakan nyawa seperti berlari cepat ke arah mobil yang berjalan, atau berdiri di atas birai pembatas balkon, jadi ....

"Sudah bangun?" suara serak Yoongi terdengar, mata kecilnya masih berusaha mengerjap, menyesuaikan cahaya yang masuk ke retina, "baguslah."

"Aku kenapa?" balas Sojung dengan suara tak kalah serak dan lirih.

Alih-alih menjawab, Yoongi lebih dulu menegapkan punggung, lalu mengulurkan tangan ke kening Sojung dan ... tuk!

Satu sentilan dari jari tengah berhasil membuat Sojung meringis dan marah bersamaan, sayangnya, dia tak punya tenaga yang cukup untuk sekadar mengomel. Mengaduh kesakitan saja sudah sangat menguras energi.

"Kau pikir kenapa?"

"Aku tidak melakukan apa pun," jawab Sojung lirih dan perlahan, "aku hanya tidur semalam setelah ... menangis."

"Hm, dokter benar," gumam Yoongi.

"Apa? Aku punya satu penyakit—"

"Dia bilang kau tidak mencoba untuk bunuh diri," lanjut Yoongi, membuat Sojung mengerjap heran, "kau hanya bodoh karena minum obat tidur terlalu banyak. Kau hampir saja mati karena overdosis. Tidak lucu, 'kan kalau kau tidak sengaja mati hanya karena ingin tidur tenang?"

"O-over?" Ingatan Sojung langsung melayang pada peristiwa semalam. Sojung yang terus merasa sedih dan gelisah jelas kesulitan untuk tidur, jadi tanpa pikir panjang wanita itu meraih obat tidur yang sempat dibelinya sebelum mendatangi rumah Yoongi secara tiba-tiba. Namun, dosis biasa sepertinya tidak akan cukup, jadi Sojung menambah lagi dan lagi hingga akhirnya dia mampu tertidur, kemudian, secara ajaib, dia bangun di salah satu ruangan rumah sakit. Huh, masih bagus bukan neraka, batin Sojung, kalaupun dia masuk surga, mungkin Sojung tak akan tenang meninggalkan dua bocah kesayangannya tanpa seorang ibu. Makanya, Sojung harus bertahan hidup. Dia tidak boleh melakukan hal-hal bodoh lagi seperti tadi malam.

"Sihyeon dan Soobin bagaimana? Mereka tidak tahu—"

"Justru Soobinlah yang mendatangiku sambil menangis karena kau tidak bangun-bangun," balas Yoongi ketus, "harusnya kau kuikat saja atau ditaruh dalam ruangan ber-CCTV selama 24 jam penuh. Kenapa kau suka sekali bertindak bodoh dan membuat orang lain khawatir?"

Sojung menggigit bibir bawah, ekspresinya menyendu. "Maaf, kali ini aku sungguh tidak sengaja. Aku akan berhati-hati lain kali. Aku tidak mau anak-anakku sedih."

"Memang harus begitu," sahut Yoongi tegas.

"Nuna!" Tanpa aba-aba, pintu dibuka dengan cepat, menampilkan raut wajah cemas Seonwoo yang datang terburu setelah mendapat kabar dari Yoongi. Siang ini harusnya dia pergi bersama istrinya untuk berbulan madu, tapi mengetahui keadaan Sojung, pria itu langsung menunda rencana liburannya, mengabaikan kekesalan Eunseo dan keheranan keluarga pria itu.

"Nuna," katanya panik sembari berjalan cepat menghampiri Sojung yang masih berbaring di ranjang. Yoongi otomatis menyingkir melihat gerakan Seonwoo yang seakan bisa menyeruduk apa pun demi bertemu kakaknya. "Nuna, kenapa kau melakukannya," katanya di sela isak tangis. Pria itu meraih tangan Sojung dan menggenggamnya dengan erat. "Maaf. Sikapku pasti menambah beban pikiranmu, aku ... aku tidak tahu akan jadi begini. M-mama juga—p-pipimu kenapa?" Seonwoo mengernyit, mengulurkan tangan perlahan, hendak menyentuh pipi Sojung yang sedikit bengkak dan memerah. "Apa mama yang—"

PANASEATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang