Flashback: Masa Kecil

467 100 18
                                    

"Nuna, ikut!"

Sojung mendesah jengkel, keningngnya berkerut tak senang saat mendengar suara nyaring bocah lima tahun yang berlari menyusulnya.

"Seonwoo mau ikut!" ulang bocah itu dengan suara riang dan wajah berbinar.

"Aku tidak mau mengajakmu!" balas Sojung sambil membalik tubuh Seonwoo dan mendorongnya agar kembali masuk rumah. "Kau di rumah saja, aku tidak mau dimarahi Mama kalau ada apa-apa."

"Tapi Seonwoo mau main juga ...." Si bungsu Kim menatap Sojung dengan mata yang berkaca-kaca. Kedua sudut bibirnya turun, dan air mata sudah menumpuk di pelupuk mata. "Seonwoo mau main. Mama, Seonwoo mau main!"

"Tidak boleh!" bentak Sojung sembari mendorong Seonwoo masuk. "Sana masuk, jangan ikut-ikut aku. Membuat repot saja."

Bruk!

Lutut Seonwoo mencium lantai, kedua telapak tangan bocah itu juga menempel ke lantai guna menahan tubuh agar tidak tersungkur sepenuhnya. Detik berikutnya, suara tangisan mulai terdengar, Sojung langsung panik dan menarik tangan Seonwoo agar adik yang berbeda empat tahun darinya itu segera berdiri kembali.

"Jangan menangis," katanya dengan nada kesal dan panik.

"Kim Sojung, apa yang kau lakukan?" Yoorim, ibu dari kakak-adik itu muncul dari dapur dan melempar tatapan tajam pada Sojung yang langsung ciut.

"Dia jatuh sendiri," balas Sojung tanpa berani mengangkat wajah dan menatap sang ibu.

"Seonwoo didorong Nuna!" teriak Seonwoo sambil menunjuk kakaknya yang ketakutan. "Seonwoo mau ikut main, tapi tidak boleh."

"Bukan tidak boleh, tapi aku takut nanti Seonwoo sakit lagi," teriak Sojung tak terima karena Seonwoo baru saja mengadukannya pada sang ibu.

Sojung tidak mau kerepotan kalau Seonwoo menangis kesakitan atau tiba-tiba ambruk seperti biasa, lalu Yoorim akan kembali mengomel dan menyalahkan Sojung karena tidak becus menjaga sang adik. Daripada begitu, lebih baik Seonwoo tidak ikut sekalian, kan?

"Alasan!" sahut Yoorim dengan nada jengkel, "apa sampai harus mendorong adikmu? Kakak macam apa kau ini? Harusnya kau menjaga Seonwoo, bukan malah melukainya. Jangan seperti itu lagi, kau tahu, 'kan Seonwoo berbeda!"

Sojung semakin cemberut dan melirik sinis pada si bungsu yang kepalanya sedang diusap-usap oleh ibunya.

"Sudah-sudah, jangan nangis lagi, lututnya juga nanti Mama obati, ya," kata Yoorim lembut. "Nanti kita beli es krim kalau Seonwoo tidak menangis lagi dan mau diobati."

"Benar?" Seonwoo memastikan dengan suara sengaunya.

"Aku juga mau es krim," kata Sojung cepat.

"Mama tidak punya uang, hanya cukup membeli satu," sahut Yoorim, "kau main saja sana dengan teman-temanmu."

"Untuk Seonwoo ada, kenapa untukku tidak?" rajuk Sojung, "aku mau es krim juga!" gadis sembilan tahun itu bersikeras.

"Uangnya tidak cukup. Minta sana pada ayahmu, itu pun kalau dia punya uang!" hardik Yoorim.

"Aku kan anak Mama juga!" teriak Sojung saat Yoorim bergegas masuk rumah bersama Seonwoo, tapi Yoorim tidak menghiraukan teriakan anak itu. Saat ini, yang dia pedulikan hanya Seonwoo yang kedua lututnya lecet.

"Aku benci Seonwoo!" teriak Sojung detik berikutnya, "aku tidak mau ada Seonwoo di rumah ini. Coba dulu dia tidak usah lahir!"

Setelahnya, Sojung berlari secepat mungkin, menghindari kemungkinan ibunya yang keluar dengan kemarahan memuncak dan berakhir memukul Sojung karena perkataan buruk putri sulungnya.

PANASEATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang