1.💎

203 27 14
                                    

"Teori teori awal masuknya agama Islam di Indonesia...Andaraaa...!!"

Masih pagi, tapi Karina terus menerus merengek tanpa henti.

"Doyan banget ganti-ganti nama orang. Lo kira gue perumahan nya Raffi Ahmad?"

Karina hanya nyengir kuda tak berdosa. "Iya iya Diandra"

Diandra memutar bola matanya malas menanggapi gurauan unfaedah nya Karina. Lanjut membaca kamus Korea yang sedari tadi hanya dibolak-balik saja.

"Andra, gue Herman deh" Karina kembali merecoki.
  
"Heh, itu papinya Aland!"

"Kalo papinya Rafael?"

"Itu Hernand!"

"Woii, ngapa nyebut papi gue?!"
  
Terdengar teriakan khas cowok playboy dari belakang.

"Mianhae. Tadi gue cuma nebak sugar daddy-nya Karina"
  
Plak!!
  
"Gila Lo! Sama anaknya aja ogah apalagi sama bokapnya"
  
Diandra mendengus jengkel karena bahunya panas.

"Lo maennya gitu ya, Rin? Dari dulu gue deketin, Lo nolak. Emang udah punya cita-cita jadi nyokap tiri gue?" Rafael mendekati meja Karina.
  
"Ibu tiriiii hanya cintaaa kepadaaaa...."
  
"Heh Kareel!! Liriknya emang rada pas, tapi suara Lo nggak bisa nyesuain keadaan. Jadi penonton aja, deh!" Hardik Diandra.
  
"Kayak suara Lo bikin enak aja, masuk THT yang ada" Kareel menggerutu, lalu menghampiri Haidar di mejanya. Mengadukan gertakan Diandra barusan sambil bergelayut manja di lengan Haidar.
  
Haidar itu ketua kelas nya XI IPS 5. Udah kayak bapaknya anak-anak. Jadi kalau ada apa-apa pasti ngadu ke dia.
  
No minus Kareel, bayi bongsor pecinta donat itu lebih lengket ke Haidar dari pada saudara nya.
  
"Lo bentak sepupu gue!?"
  
Diandra meringis mengangkat 2 jarinya. "Udah, lanjutin drama tadi"
  
Karina tidak bisa diam jika adik sepupunya disakiti orang lain, meski hanya sindiran.
  
"Jadi gimana?" Tanya Rafa.
  
Astaga..
  
Cowok ini masih sanggup berdrama. Cocok ikut casting film jodoh warisan emak.
  
"Gini Fa, sejatinya gue emang nggak suka sama Lo. Mau dipaksain juga nggak bisa.."
  
Anak-anak lain yang sedang belajar untuk latihan ujian sejarah nanti, diam-diam menyimak.
  
"Gue udah bilang, kita sahabatan aja. Kalo masalah papi Lo...."
  
"Selamat pagi anak-anak!!"
  
"BU SUKK!!!"
  
Satu kelas spontan berteriak saking kagetnya.
  
Rafa dan Karina yang berakting segera meloncat ke mejanya masing-masing.
  
Karel melepaskan pelukannya dari Haidar, lalu menata duduknya dengan gaya cool.
  
Cihh..
  
Anak-anak yang sedari tadi hanya menonton segera membuka buku paketnya kembali, berpura-pura menyelami masa lalu.

Sok serius padahal saling melirik ke Bu Sukma yang sudah merah padam mengeluarkan taringnya.
  
Astaghfirullah..
  
"Siapa yang mengatai saya busuk?! Siapa?!!"
  
Diandra terlonjak dari tempatnya. Baru sadar bahwa dia masih berdiri. Sendiri.
  
"Saya sudah bilang, panggil saya dengan benar!!!" Bu Sukma mengacungkan penggaris panjang legendaris nya.

"Setelah ini, saya tidak ingin mendengar kata itu lagi!! Mengerti!!?"
  
Sekelas hanya menunduk.
  
"Diandra! Ngapain kamu di situ?!" Suara Bu Sukma kembali menggelar.
  
Yang ditanya hanya mengerjapkan matanya melihat sekitar.
  
"Diandra!"
  
"I..iiya Bu?"

"Ngapain kamu?!"
  
Semua menahan tawa melihat Diandra yang nge-blank.
  
"Mianhaeyo" jawab Diandra sambil membungkukkan badan ala Korea. Segera duduk disamping Karina yang siap memuntahkan tawa.
  
Dasar..

"Kamu tidak menghargai perjuangan para pahlawan? Kamu itu orang Indonesia tidak bangga dengan bangsanya sendiri!"
  
Ceramah Bu Sukma memang selalu begitu saat anak didiknya menggunakan bahasa asing.

Come to Me, My Ice BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang