Jungkook menilik jam yang tertera pada layar ponselnya, dirinya kemudian bersiap-siap. Dengan mengenakan atasan kaos hitam polos dan celana jeans tak lupa juga jaket kulit kesayangannya. Dengan menjinjitkan kaki sebisa mungkin jungkook tak menimbulkan suara apapun.
Sudah pukul 22.00 lebih, jika terlambat lagi, ia hanya akan mendapat omelan pedas dari bambam. Ya, tentu jungkook dan gengnya sudah sepakat menerima tawaran balapan motor melawan jakson dan gengnya di jalanan do sang.
Perasaan cemas menyelimutinya kala ia mendengar pelan suara seorang pria yang ia kenal.
"Jungkook-a? Kau mau kemana?" Tanya tuan jeon yang bingung melihat jungkook berpakaian rapi di jam larut seperti ini
"Aku akan ke rumah teman, appa tak usah cemas, aku bukan jungseok" dengan jelas disini jungkook mengingatkan pada ayahnya bahwa ia bukanlah kakak kandungnya yang mungkin sangat di sayang dan diperhatikan. Jungkook tak pulang sampai larut bahkan sampai berhari-hari pun tak mereka pedulikan, kecuali saat jungkook memulai perannya sebagai pengganti jungseok bagi eommanya. Namun semua salah, jeon jungkook tetaplah jungkook, bukan siapapun.
Jungkook tak mempedulikan ayahnya, ia melangkah menuju dimana motor kesayangan bernama 'roberto' itu terparkir, kemudian melesat membelah jalanan seoul yang sepi.
.
.
.
."Sorry, gue telat" cicit jungkook saat menghampiri gengnya yang sedari tadi duduk ditempat tongkrongan mereka seperti biasa.
"Ck, kerjaan lo cuma telat doang, lain kali kalo lo telat traktir kita makan lah" dengus bambam seraya membubuhkan cengiran andalannya diakhir.
"Yap! Gue setuju!" Mingyu berseru.
"Giliran makanan aja lo paling gercep ming" jungkook mendengus. "Oh iya jaehyun mana?" Tanya jungkook, netranya mencari keberadaan jaehyun.
"Jeje gak dibolehin sama eommanya" mendengar itu dari mingyu, jungkook pun mengangguk paham.
"Yuk, jackson sama gengnya udah di tempat tuh. Pokonya kita harus menang hari ini, yoi gak?" Kata yugyeom berdiri dari duduknya memberi semangat.
"Yoii!"
Dan kini mereka semua berkumpul di jalanan do sang yang jauh dari kata ramai. Malam semakin larut, angin dingin menerpa menyentuh kulit. Jungkook yakin hari ini dirinya akan mendapat sebuah kemenangan. Namun, sekelebat bayangan tentang gadis gila bernama jieun itu muncul di benaknya. Kata-kata yang selalu melarangnya untuk tidak pergi kemanapun malam ini harus jungkook bantah. Jungkook pikir jieun itu butuh psikiater yang bisa membantu gadis itu pada mentalnya.
Jungkook menatap tajam barisan geng jackson yang sudah siap menyalakan mesin motor. Bunyi raungan gas yang mereka atur seolah menantang geng jungkook sekaligus meremehkan mereka. Jungkook tersenyum remeh, jackson adalah sepupunya tapi hubungan mereka itu jauh dari kata rukun, jungkook rasa jackson selalu mengambil celah untuk bisa merendahkannya terutama dihadapan eommanya.
Jackson tersenyum sinis, turun dari motornya dan menghampiri jungkook.
"Gue kira lo ga bakal dateng. Soalnya kan lo paling di khawatirin sama eomma lo" jackson tertawa beserta gengnya.
Tangan jungkook mengepal meredam emosi. Jungkook tau, sepupunya ini menyinggung masalah dirinya yang berperan sebagai pengganti jungseok di rumah.
"Bener ya kata eomma lo, berandal nakalnya gak bakal jadi anak yang berprestasi, oh iya dimana kacamata bulat milik lo itu?" Tanya jackson mengejek.
Jungkook naik pitam, ia menjatuhkan helmnya, mendekat ke arah Jackson dan meremas kuat kerah bajunya. Tatapannya begitu tajam, mungkin sekali ucap lagi ia akan benar-benar menghabisinya.
YOU ARE READING
HUNCH [kookiu]
FanfictionKata orang aku aneh, suka berkhayal bahkan gila. Terlahir dengan kemampuan bisa memprediksi apa yang akan terjadi adalah sebuah kutukan. Aku bisa melihatnya, entah itu kebahagiaan seseorang atau bahkan kematian. -jieun Mengapa aku harus dilahirkan...