Hujan deras mulai mengguyur jalanan kota Seoul sore itu. Angin dingin yang menerpa membuat gadis cantik yang tengah berlindung dari hujan di halte yang sepi segera merapatkan kembali mantel yang ia kenakan.
Ia sedang menunggu ayahnya yang telah berjanji akan menjemputnya setelah pulang bekerja.Namun dibalik wajah cantiknya, terlihat jelas guratan tanda kecemasan diwajahnya. Itu semua tentang mimpi yang ia dapatkan tadi malam. Bayangan aneh yang selalu mengikutinya sejak ia berumur 5 tahun itu membuatnya lelah, ketakutan, bahkan hampir gila. Sudah banyak dokter yang telah ayahnya datangkan guna menyembuhkannya, namun semuanya nihil. Mereka bilang gadis itu punya sesuatu yang istimewa dan tak banyak orang memilikinya.
Sedikit terperanjat, gadis itu langsung menilik ponsel yang berbunyi disaku mantel tebalnya.
"Hallo? Kau dimana nak?" Terdengar suara dari sambungan telepon.
"Appa, aku terjebak hujan di halte depan toko buku yang biasa aku beli" jawabnya.
"Baiklah, appa akan tiba 20 menit lagi, tunggu" lalu sambungan itu pun dimatikan dengan diikuti raut muka masam dari wajah cantiknya. Sungguh dia tak ingin menunggu, karena ia begitu takut jika sendiri dan terjebak hujan diluar seperti ini. Dan tentang payung itu-- payung penuh darah diantara derasnya hujan yang semalam ia mimpikan masih terus memenuhi kepalanya.
"Eoh? Kau sedang menunggu siapa nak?" Tanya seorang wanita separuh baya yang datang menghampiri tersenyum ramah pada gadis itu.
Membuatnya sedikit terkejut dengan kehadirannya."Siapa namamu?" Tanya wanita itu kembali.
"L- lee jieun. Saya sedang menunggu appa" jawab gadis itu gugup.
Lee jieun, gadis yang memiliki kemampuan bisa mengetahui apa yang akan terjadi pada seseorang, entah itu pertanda baik, buruk atau bahkan datangnya kematian. Bukan hanya itu, dia juga bisa melihat apa yang tak bisa dilihat oleh mata manusia normal pada umumnya, ya mereka yang telah tiada. Entahlah harus Jieun sebut semua ini adalah sebuah anugerah atau malah kutukan yang ia dapat bertubi-tubi.
Tiba-tiba jieun merasakan sakit yang semakin mejalar dikepalanya. Ia tau betul semua ini adalah tanda dimana ia akan mengetahui sesuatu. Perlahan pandangan matanya kabur, terlihat samar kejadian memilukan itu. Bayangan payung dan darah silih berganti.
"Baiklah, hati-hati di jalan ya nak" ucap kembali wanita itu perlahan melangkah menjauh dari Jieun sembari berlindung dibalik payungnya.
Namun buruknya, darah segar mengalir dari hidung jieun, kepalanya semakin berat dan perlahan matanya pun terpejam. Hatinya berdebar hebat mengetahui satu hal. Hari ini, di jalan ini, wanita itu akan kehilangan nyawanya.
Ya, kehilangan nyawanya
BRAKKK!!!
Mobil berkecepatan tinggi yang datang dari selatan jalan itu menabrak tubuh wanita yang sedang menyebrang sampai terpental. Jieun terngaga, tak percaya. Sekujur badannya terasa sangat berat dan lemas. Ia jatuh, menatap nanar apa yang terjadi di hadapannya.
Orang yang beberapa menit lalu bahkan sempat berbicara padanya itu kini sudah meregang nyawa secara tragis. Dan satu hal yang ia sadari tentang payung yang penuh darah di mimpinya itu adalah milik wanita tadi.
Jalanan yang semula nampak sepi perlahan dipenuhi oleh kerumunan orang yang berlari mendekat saat mengetahui kejadian itu. Kecuali jieun, gadis itu masih terdiam meringkuk lututnya yang lemas. Bahkan sisa darah yang ada di hidungnya tak ia hiraukan.
"Jieun-ah!" Teriak sosok pria yang ternyata adalah ayahnya itu datang, berlari memeluk tubuh kecil jieun yang meringkuk dibawah dengan ketakutan.
"Nak, apa yang terjadi? Ada apa ini? Apa kau baik-baik saja nak?" Pertanyaan itu tak lantas di balas oleh jieun. Badannya masih shock dengan apa yang terjadi.
Tak begitu lama terdengar suara mobil ambulance juga mobil polisi menuju ke arah terjadinya kecelakaan itu. Tak sedikit pula orang-orang yang berkerumun terdengar membicarakan detik-detik terjadinya kecelakaan. Beberapa dari mereka bahkan mengetahui wanita itu sempat berbicara dengan jieun sebelum kejadian tragis yang merenggut nyawanya.
"Appa, aku tak bisa memperingatkannya..d-dia tiada" isak jieun berbicara terbata.
Ya, lagi-lagi jieun hanya bisa terdiam. Ia tak mampu memperingatkan wanita itu bahwa akan ada bahaya yang mendekatinya. Semua itu juga terjadi pada orang-orang yang meninggal di masa lalu. Jieun hanya bisa terdiam menyaksikan kematian mereka yang perlahan datang di depan matanya. Nyalinya sungguh sangat ciut walau hanya sekedar mengingatkan bahwa mereka dalam bahaya. Dan karena ini Jieun akan terus merasa bersalah.
Semua kenangan tentang kematian itu membuatnya stress, bahkan ia jadi lebih menutup diri untuk tidak terlalu berinteraksi atau dekat dengan siapapun, walau hanya membalas sapaan mereka.
"Permisi pak, apa saya bisa meminta kesaksian gadis ini?" Ucap polisi bertubuh kekar itu menatap manik jieun yang semakin cemas dan ketakutan.
"Tenang saja, kami hanya akan memberinya beberapa pertanyaan"
Pak lee pun akhirnya memperbolehkan para polisi itu untuk memeriksa jieun sebagai saksi.
Namun disisi lain jieun melihatnya. Wanita itu tengah berdiri diantara kerumunan orang-orang itu dan sedang menatap dirinya. Dengan payung berlumur darah wanita itu tersenyum ke arahnya seolah berkata 'ini adalah takdir'Maafkan aku, jika saja aku lebih berani.
~~~~~~~~~
"Appa, berhenti disini. Aku ingin membeli sesuatu" ucap jieun pada ayahnya, memintanya untuk berhenti di depan minimarket saat ia akan pulang ke rumah.
Ayahnya pun mengangguk seraya menepikan mobilnya. Lalu jieun pun keluar dan segera melangkah memasuki minimarket itu. Langkahnya berlanjut menyusuri rak berisi segala jenis makanan dan minuman. Netranya segera mencari apa yang sedari tadi ia inginkan dan menemukan beberapa cemilan kesukaannya. Setelah keranjang yang ia bawa hampir penuh jieun pun melangkah menuju ke kasir untuk membayar.
"Yak! Apa kalian gak inget gue udah berpesan tolong sisakan satu dus!"
"Tapi stok banana milk yang kau minta itu cepat habis, bagaimana kami akan memaksa pembeli untuk tidak membelinya?"
"Ck, dasar gak becus, kalian kira gue ini miskin hah?! Lihat aja besok gue bakal datang dan membeli tempat ini"
Pemuda itu beranjak pergi setelah beberapa saat lalu sempat memaki dua orang kasir disana. Dari tampangnya ia memang terlihat masih muda mungkin juga seumuran dengan jieun. Namun dari cara ia berbicara dan membentaknya ia memang sangat tidak terdidik.
Jieun mematung sejenak, memandang kepergian pemuda itu lantas dengan gugup ia pun melangkah menuju kasir.
"Dasar anak jaman sekarang, bisanya cuma marah-marah saja. Uang masih meminta pada orang tua saja sudah berlagak ingin membeli tempat ini" ucap salah satu kasir yang tentunya masih kesal dengan sikap pemuda tadi.
Jieun pun meletakkan barang yang sudah ia pilih di meja kasir, sembari menunggu mereka menghitungnya netranya pun berpendar kesana kemari hingga kakinya tak sengaja menginjak sesuatu di bawah.
"Eoh?" Jieun tertunduk, mengambil benda yang ia injak ternyata adalah sebuah name tag bertuliskan nama Jeon jungkook disana siswa dari HAN school.
"Ini pasti miliknya" bisik jieun yang segera berlari keluar minimarket berharap pemuda itu berada tak begitu jauh, namun nihil.
Dengan terpaksa ia pun menyelipkan nametag itu disaku mantelnya.Jieun beranjak keluar dari tempat itu, langkahnya segera menuju mobil ayahnya membawa serta jinjingan belanjaan ditangannya. Namun kembali ia mengingat tentang name tag itu.
Jeon jungkook?
Pemuda itu satu sekolah denganku?
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Holla! Gimana nih awal ceritanya? Seru? Biasa aja atau gimana? Mau lanjut??
Jangan lupa vommentnya ya gaiss😘 See you~
YOU ARE READING
HUNCH [kookiu]
FanfictionKata orang aku aneh, suka berkhayal bahkan gila. Terlahir dengan kemampuan bisa memprediksi apa yang akan terjadi adalah sebuah kutukan. Aku bisa melihatnya, entah itu kebahagiaan seseorang atau bahkan kematian. -jieun Mengapa aku harus dilahirkan...