🍑 12 🌹

5.2K 552 15
                                    

Haii! Update lagi, jangan lupa votement!









ooOoo

Setahun kemudian, Mark sudah bisa berjalan dan tumbuh gigi, namun belum lancar berbicara. Tubuhnya padat berisi dan sehat, ia juga lengket pada oma dan opanya. Saat ini Tiya sedang di rumah Ivander bersama Mark. Putra kesayangannya itu sedang digendong oleh Ivander, sedangkan ia sendiri bersama Irene di dapur.

"Gimana hubungan kamu sama Jeff?" tanya Irene.

"Alhamdulillah baik, Ma."

"Kamu di rumah aja? Enggak kerja?" tanya Irene lagi.

Tiya mengangguk. "Iya, Ma... Mas Jeff enggak ngizinin aku kerja lagi."

"Mau ikutan bisnis mama enggak? Enggak berat kok, kamu bisa kerja dari rumah karena bisnisnya cuma ngandelin laptop sama hp doang."

"Beneran? Aku mau, tapi... Mas Jeffry--"

"Nanti mama yang ngomong ke Jeffry, yang penting kamu mau atau enggak dulu aja."

"Mau banget, Ma!" ujar Tiya antusias.

"Oke deh, nanti mama bantu bilang sama Jeff."

"Terima kasih, Ma." Tiya memeluk singkat mama mertuanya tersebut, dan Irene balas mengusap punggung menantunya.

Sorenya, Jeffry baru pulang. Ivander telah memberikan seluruh aset perusahaan atas nama putra tunggalnya. Jeffry diangkat menjadi CEO setengah tahun yang lalu. Mengurus perusahaan tentunya bukan hal yang mudah dan tentunya menjadi sebuah tantangan bagi Jeffry. Bagusnya, perusahan menjadi semakin sukses selama Jeffry mengelolanya. Banyak yang menawarkan kerja sama, cabang perusahaannya pun bertambah lagi ke beberapa daerah.

Jeffry melonggarkan dasi, sang istri sudah berdiri di depan pintu menyambut kedatangannya. Lelahnya seharian bekerja tiba-tiba lenyap kala melihat senyum manis mengembang dari bibir Tiya. Jeffry berjalan menuju istri kesayangannya itu. "Assalamualaikum, Bidadari surgaku," ucapnya.

"Waalaikumsalam, Mas ganteng," balas Tiya sembari mencium tangan suaminya.

Jeffry menarik pinggang ramping Tiya dan memberikan kecupan lembut di keningnya.

"Papa sama mama romantisan gak lihat tempat ya, Mark," celetuk Ivander yang lewat sambil menggendong Mark, cucunya hanya tertawa.

Tiya langsung mendorong Jeffry agar pelukan mereka terlepas.

"Papa dulu juga sering mesra-mesraan sama mama di depanku kali, malah lebih parah." Jeffry merangkul pinggang Tiya dan mengajaknya ke kamar.

"Jeffry sama kamu itu udah kayak kloningan, sifatnya sama persis, mukanya juga mirip, cuma kamu versi tuanya, Mas," ujar Irene, meletakkan segelas kopi di atas meja.

"Buah jatuh gak jauh dari pohonnya," ujar Ivander yang langsung mengecup pipi Irene.

"Opapapaa!" Mark memukul dada Ivander karena mencium omanya.

Irene terkekeh. "Tuh, Mark enggak terima omanya dicium."

"Sini opa cium kamu juga," ujar Ivander lalu menciumi wajah Mark sampai balita itu tertawa geli karena kumis dan janggut Ivander mengenai wajahnya.

Jeffry keluar dari kamar, ia tersenyum melihat kedekatan Mark dengan oma dan opanya.

Melihat sang papa, Mark menggeliat ingin turun. Ivander pun menurunkan cucunya dari gendongan, Mark segera berlari ke arah sang papa dan Jeffry menangkap lalu menggendongnya, mengangkat Mark tinggi sampai sang anak tergelak lalu menciumi wajahnya.

From Bet to Love ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang