Jangan lupa votementnya!
Tiya mengambil kotak p3k di laci nakas untuk mengobati tangan suaminya yang berdarah akibat emosi dan memukul cermin.
Pria itu masih mengetatkan rahang dan mengepal tangan hingga urat leher dan lengannya nampak jelas.
Tiya membelai rahang tegas suaminya lembut, "Lihat aku... udah ya, emosinya... Mas harus sabar."
"Kali ini jangan suruh aku sabar karena aku enggak bisa! Perempuan itu harus masuk ke penjara hari ini juga!" Jeffry dengan nada yang menggebu-gebu.
"Iya, tapi sabar, Mas... lihat ini, tangan kamu sampai luka gara-gara emosi." Tiya mulai membalut lukanya dengan kain kasa lalu menempelnya dengan plester.
"Aku bisa lebih jahat, Tiya. Kalau aku mau, enggak perlu dibawa ke jalur hukum, aku bisa habisin dia sendiri!"
Tiya menangkup wajah suaminya yang tengah dikuasai amarah tersebut. "Istighfar, Mas... istighfar! Semarah apapun kamu sama orang, jangan sampai kamu balas pakai cara yang dibenci Allah!"
Jeffry kembali mendengus kasar. "Astaghfirullahalazhiim...," gumamnya kemudian.
"Hadapin semuanya dengan kepala dingin, jangan emosi...."
Jeffry bergeser lalu merebahkan diri, memposisikan kepalanya di pangkuan Tiya dan membenamkan wajahnya di perut rata sang istri. Ia memeluk pinggang istrinya erat.
Tiya langsung menunduk mendapati sang suami terisak di pangkuannya. Sosok yang biasa terlihat dingin dan tegas itu kini menangis.
"Mas?" Tiya mengusap rambut suaminya.
Jeffry tidak menyahut, malah semakin erat memeluk pinggang istri dan enggan memperlihatkan wajahnya.
Tiya mendengus pelan. "Semoga suatu saat Allah kasih kasih rezeki lagi, mungkin sekarang belum saatnya untuk kita punya anak, Mas."
Tidak ada jawaban, hanya isakan yang kian mereda.
ooOoo
Tidak ingin kecolongan lagi, Jeffry akhirnya mempekerjakan beberapa orang bodyguard dan seorang asisten rumah tangga untuk menjaga Tiya selagi ia tidak berada di rumah.
Sore ini, ia kembali datang ke rumah orang tuanya, lebih tepatnya ingin menanyakan keberadaan Bunga pada sang mama. Begitu sampai di rumah orang tuanya, Jeffry tanpa basa-basi langsung menghampiri sang mama yang kebetulan tengah bersantai di ruang tamu.
"Jeff--"
"Kasih tau aku semua informasi tentang Bunga!" potong Jeffry.
Irene mengerutkan kening. "Ngapain kamu nanya-nanya Bunga? Nyesel udah sia-siain dia demi istri kamu yang kampungan itu?"
"Aku nanya karena aku mau penjarain dia."
Irene mendelik kaget. "Maksud kamu apa?!"
"Perempuan yang selalu Mama banggain itu udah ngebunuh makhluk yang gak berdosa!" ujar Jeffry emosi.
Sedangkan Irene semakin bingung, tidak mengerti arah pembicaraan Jeffry. "Mama enggak ngerti, Jeffry. Membunuh gimana maksud kamu?!"
"Bunga udah membunuh calon anak aku, Ma! Gara-gara dia Tiya keguguran!" Jeffry dengan kasar meletakkan ponselnya di atas meja, menampilkan vidio rekaman CCTV yang merekam kejadian kemarin, saat Bunga datang ke rumah Jeffry dan menyakiti Tiya.
Irene terdiam beberapa detik dan menutup mulutnya tak percaya setelah melihat bagaimana Bunga menendang perut Tiya tanpa perasaan.
"Kasih tahu aku dimana Bunga!" desak Jeffry sembari mengguncang bahu Irene yang sedari tadi terdiam.
KAMU SEDANG MEMBACA
From Bet to Love ✓
Fiksi PenggemarTiya yang merupakan seorang guru agama, dijadikan bahan taruhan oleh adiknya sendiri saat hendak balapan liar. Karena adiknya kalah, ia harus tinggal di apartemen bersama seorang mahasiswa bar-bar bernama Jeffrey. [JAEYONG GS] [NON BAKU] Mengandung...