Musim panas, musim gugur, lalu musim dingin. Sekarang salju berubah begitu lebat menyelimuti hampir seluruh bahu jalan. Ia mengeratkan coatnya saat dingin mulai menembus sweater rajut yang di kenakannya. Sial, ia begitu benci musim dingin melebih segala musim.
Berjalan lurus tanpa ekspresi apapun. Ia bersikap abai pada mereka yang mulai mencuri pandang kearahnya dengan berbagai tatapan memuakkan di kepala mereka. Seolah hal itu sudah terbiasa terjadi.
"Kim Anna."
Suara teriakan seseorang begitu lirih menghentikan langkahnya.
Anna menoleh pada sosok pria yang berdiri di tengah lapangan membawa setangkai bunga di tanganya dengan tubuh bergetar.
Sial, apalagi ini?
Kim Taehyung berusaha mati-matian untuk tidak menundukkan kepalanya saat ini menjadi pusat perhatian semua orang. Membuatnya kembali merasa ragu apalagi saat gadis itu menatapnya begitu dingin.
Kim Anna gadis konglomerat generasi ketiga. Cantik, bahkan sangat cantik. Sulit untuk mendeskripsikan sosok yang hampir sempurna itu. Siapapun pasti menyukai dan menginginkan gadis itu termaksud dirinya.
Tapi, Taehyung sadar mereka berdua sangat jauh berbeda. Si miskin dan si kaya tidak akan pernah bersatu, bukankah begitu status sosial yang dianut dalam masyarat saat ini? Terlebih dirinya hanya seorang penerima beasiswa, jika di bandingkan dengan Park Jinyoung dan Anna yang merupakan pewaris dari keluarganya.
Kembali pada Anna yang menatap muak drama murahan yang beberapa kali sering terjadi. Dan pria dengan kacamata tebalnya itu telah beraninya merusak paginya.
Taehyung mengepalkan tangannya kuat. Menghembuskan nafasnya pelan, ia telah mengumpulkan tekadnya. Taehyung harus mengatakannya sekarang atau Jinyoung akan melakukan sesuatu pada beasiswa yang selama inj begitu susah payah ia dapatkan.
"Kim Anna—Aku menyukaimu. Maukah kau berkencan denganku?" Dengan satu tarikan nafas dalam ia berhasil mengatakannya.
Anna hanya menatap datar kearah pria berkacamata itu. Entah apa yang saat ini pria itu pikirkan dengan membuat drama murahan seperti ini menjadikan mereka berdua pusat perhatian semua orang.
Sial, ia begitu membencinya.
Taehyung mengeratkan pegangnya pada bunga dengan hati yang telah siap menerima kalimat hinaan dan penolakan dari gadis itu.
Ah, Anna mulai paham situasi yang terjadi. Melihat keberanian pria itu mengajaknya berkencan seperti ini. Ada kaitannya dengan Park Jinyoung yang kerap kali menargetkan orang-orang lemah tak berdaya seperti ini untuk menjadi target perundungannya.
Cih. Kali ini Jinyoung memilih sosok yang jauh dari biasanya yang memiliki penampilan yang menarik namun dari kalangan jauh di bawah mereka. Kini pria yang berdiri di depannya saat ini jauh dari semua itu. Kecuali, wajahnya yang terlihat tampan namun tertutupi kacamata tebal dan poni itu yang merusak penampilannya.
Ia tersenyum miring.
Well, ini terlihat menarik. Anna mengakui keberanian pria itu membuatnya tertarik. Setidaknya kali ini ia tak membuat korban dari perudungan Park Jinyoun merasa malu.
"Baiklah."
Satu kalimat terlampau singkat itu membuat semua orang terkejut mendengar hal tersebut keluar dari mulut Kim Anna. Mereka tak menyangka jika Anna tidak menolak pria culun tersebut seperti sebelumnya bersikap dingin dan berlalu begitu saja.
Taehyung terdiam.
Bahkan suara orang-orang di sekelilingnya tak terdengar lagi. Sejak datang menemui gadis itu Taehyung tak berekspektasi tinggi jika Anna akan menerimanya seperti ini.
Kim Anna menerima-nya? Tidak, ia hanya salah mendengarnya. Namun, suara orang-orang yang terkejut akan hal tersebut kembali menyadarkan nya. Bahwa saat ini Anna tak menolaknya seperti yang sudah gadis itu lakukan pada orang lain sebelumnya.
Jinyoung yang menyaksikan hal tersebut mengepal tangannya kuat. Menatap tajam punggung Kim Taehyung dari kejauhan.
'Tunggu apa yang akan terjadi padamu setelah ini, Taehyungssi.' Gumamnya.
***
"Hai, semestaku." —Rifa.
KAMU SEDANG MEMBACA
WINTER FLOWER
Fiksi Penggemar'Dan sekarang aku selangkah lebih dekat untuk menjadi dua langkah jauh darimu.' ---- Taehyung paham sejauh apapun ia berusaha menggapai langit dengan tangannya sendiri, ia tak akan pernah bisa melakukannya.