Entah sudah berapa lama Doyoung terjebak dalam gudang pengap ini. Jika sebelumnya ia dapat berteriak bahkan menggedor pintu disana, kini ia terduduk dengan kedua tangan dan kaki terikat pada sebuah pilar. Jangan lupakan lakban yang menutup mulutnya.
Dari tempatnya diikat, Doyoung mengamati sekelilingnya lagi untuk kesekian kalinya. Jendela ditutupi papan kayu dengan asal, lantai berdebu yang bebas dari perabotan. Hanya terdapat beberapa kursi dan meja di dalam sana, mengisi ruang kosong yang ada. Dua bayangan dari bawah pintu menandakan keberadaan penjaga diluar. Dua orang yang sebelumnya menyiksa pemuda Chanwoo.
Mengingat Chanwoo membuat bulu kuduk Doyoung meremang. Biasanya dengan ingatan seburuk itu ia tak akan sanggup mengingat detail kejadian, namun kali ini berbeda.
Dalam benaknya, tergambar secara terperinci bagaimana rintihan kesakitan keluar dari bibir pemuda itu ketika tongkat bisbol menghantam tubuhnya. Darah yang berceceran dimana-mana, hampir membuat Doyoung bisa merasakan makanannya naik menuju rongga mulut lagi.
Doyoung menggeleng pelan, seolah berusaha mengusir bayangan eksekusi kematian Chanwoo dalam jejak ingatannya. Yang nyatanya percuma, sebab semakin ia memaksa untuk lupa, ingatannya kembali berputar dan mengulang layaknya kaset rusak.
Tanpa ia sadari selaput bening mulai membuat pandangannya kabur. Rasa takut mulai merayap, memikirkan berbagai kemungkinan dirinya berakhir seperti Chanwoo. Napasnya bergetar, sekuat mungkin ia menahan tangisnya.
Namun itu adalah hal yang sulit, mengingat posisinya saat ini. Terikat di dalam gudang oleh sekelompok orang yang baru saja membunuh seorang pemuda. Mereka mengambil ponselnya, membiarkannya sendiri di dalam ruangan minim ventilasi ini.
Pikirannya semakin bercabang, mencoba menguak tabir yang menutupi segala kerumitan dalam kota Kromer. Sedikit dari apa yang ia tahu, terdapat beberapa geng -kelompotan, dalam kamus rekan sesama pelayan- yang berkuasa di Kromer. Banyak nama dan banyak bidang yang mereka tangani, dari obat-obatan terlarang sampai prostitusi.
Typical mafia shits.
Cukup membuatnya terkejut sebagai newcomer di Ibu kota. Perkiraannya meleset jauh begitu ia pindah ke Kromer sendirian, kabur dari rumah pamannya di Caradoc.
Bukan tanpa alasan pastinya.
Ingatannya buruk, memang. Akan tetapi perlakuan pria itu lebih buruk hingga sulit untuk dihapus dari pikiran Doyoung. Membuatnya tak lagi memiliki pilihan selain pergi sejauh mungkin dari sosok itu.
Maka Kromer serta segala janji manis akan akomodasi terbaik menjadi pilihannya, kecuali semua itu tak lebih dari bullshit.
Ia mungkin tak akan bertahan jika tidak bertemu dengan Taeyong dan Jungwoo. Keduanya seringkali memarahinya perihal sepele, namun mereka juga yang menjadi support system dalam menjalani kehidupannya di Kromer. Memikirkan keduanya membuat Doyoung semakin merasa terpuruk.
Ia sadar hampir tak ada harapan untuk keluar dari sana; Jungwoo sedang pergi menginap di sudut lain kota dan ia meragukan Taeyong masih ingat akan presensinya dalam kehidupan pria Lee itu begitu ia bertemu kekasihnya. Tak ada yang bisa ia lakukan dalam posisi seperti ini. Pikiran tersebut semakin membuatnya kalut, menunduk dengan tangan terikat ke belakang.
Pipinya mulai basah dengan air mata, sedangkan tremor kembali menyerang dirinya yang ketakutan. Pengap dalam gudang tak membantu, malah semakin membuat napasnya tersengal.
Lalu ia teringat satu orang.
Jung Jaehyun.
Konyol mungkin mengharapkan tetangga yang baru ia kenal tak lebih dari sebulan untuk menolongnya dari sini. Namun dalam kondisi seperti ini gagasan tersebut setidaknya dapat menenangkan dirinya. Mungkin pemuda Jung itu membutuhkan sesuatu sehingga mengetuk pintu unit nya, menyadari tak ada sahutan lalu meneleponnya, kemudian melapor ke polisi akan kehilangan Doyoung.
![](https://img.wattpad.com/cover/273866883-288-k564675.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
6 Feet Under [JaeDo]
FanfictionBXB | JAEDO | MATURE | MAFIA | ACTION In which Doyoung, an overworked waiter encounter the Capo of Persefoni in undeniably bad terms. JaeDo, with some other pairs Start : 27/6/21 Fin :