Chapter 2 : Inside

969 117 10
                                    

Angin berhembus kencang menerpa pemuda yang mengendarai motor besar. Deru suara knalpot mengudara dari motor kustom yang melaju kencang, terdengar marah melawan angin malam. Membawa si pengendara membelah jalanan ramai Ibu Kota. Tak sekali ia mengklakson kendaraan lain saat menyalip demi mempersingkat waktu tempuhnya. Decitan ban dengan jalanan beraspal terdengar nyaring ketika mobil didepannya tiba-tiba berhenti, membuat pemuda manis itu melepas sumpah serapah yang teredam dalam helm full-face.

Kepalanya mendongak, menatap arah lampu lalu lintas yang bersinar merah. Kaca helmnya menjadi sedikit berembun, imbas darinya yang menghela napas kasar. Pupus sudah harapannya untuk segera tiba di rumah pemilik motor ini dengan cepat, kemacetan selalu terjadi pada jam pulang kerja seperti saat ini. Banyak pekerja yang menggunakan kendaraan pribadinya pulang pada waktu bersamaan, menyebabkan penumpukan kendaraan hingga akhirnya timbul kemacetan panjang.

Pekikan klakson kembali terdengar, membuyarkan lamunan Doyoung sesaat begitu lampu merah berubah hijau. Dengan sigap ia memacu kecepatan, berlomba mendahului motor lain melewati perempatan besar yang menjadi pusat kemacetan. Dari sudut matanya ia mengenali kedai kopi yang menjadi patokan masuk ke sebuah jalan kecil. Setelah menyalakan lampu sen pemuda itu berbelok, memasuki jalanan sempit yang akan berujung tepat dibelakang komplek perumahan Taeyong. Disini ia dapat bernapas lega, setidaknya.

Jalanan itu tidak seluas jalan utama, namun cukup untuk dilalui dua motor. Samping kanan kiri hanyalah tembok tinggi yang menjulang, sisi luar dari gedung besar yang mengapit jalan tikus ini. Doyoung membawa motor temannya dalam kecepatan standar, sambil mengingat rute pada jalan sempit itu. Jika ia tak salah seharusnya ia berbelok pada pertigaan kedua, lalu akan ada lapangan parkir bekas yang di penghujungnya terdapat perempatan. Pastinya ia takkan berjalan lurus di perempatan, itu jalan buntu. Namun memorinya sedikit terdistorsi antara jalanan di sisi mana yang harus ia ambil, karena salah satu dari belokan di perempatan tersebut berujung pada pemukiman kumuh.

Motor besar milik Taeyong ia berhentikan saat tiba pada pertigaan kedua. Nada sambung terdengar dari ponselnya, jarinya menekan tombol loudspeaker. Ditengah jalanan yang minim cahaya hanya layar ponselnya yang menampilkan panggilan keluar pada kontak Taeyong menjadi sumber cahaya. Tak ada jawaban pada panggilan tersebut, membuat Doyoung berdecak kesal. Jika saja ia tidak membuat masalah tadi siang, mungkin sekarang ia hanya perlu berdesakan di dalam bus menuju gedung apartemennya, bukannya malah mengantarkan pacar kedua Taeyong yang sedang sibuk menemani kekasihnya kencan.

Setelah mempertimbangkan peluang tersesat dan rencana selanjutnya, Doyoung melajukan motor memasuki parkiran bekas. Jika ia tak salah dulunya area ini merupakan gedung tinggi yang sengaja dirobohkan setelah bertahun-tahun terbengkalai entah oleh sebab apa. Untuk mencapai perempatan terakhir, terdapat dua pilihan. Berkendara memutari bagian luar dari parkiran, atau menerobos masuk lahan kosong yang terlihat sedikit -ralat, sangat- mencekam dan terlalu sunyi untuk ukurannya. Pilihan pertama memakan waktu tempuh lebih lama, salahkan luasnya area parkiran itu. Sedangkan opsi lainnya lebih ringkas baik dalam hal jarak maupun waktu, namun ia harus bersiap menghadapi kengerian sendiri di dalam parkiran gelap.

Akan tetapi malam semakin tua dan ia masih ingin mengejar bus terakhir yang memiliki rute menuju wilayah apartemennya. Maka sambil memacu kecepatan secara bertahap, pemuda itu membawa motor temannya memasuki lahan parkiran. Bulu kuduknya meremang saat ia tak dapat menghentikan benaknya memutar ulang adegan mengerikan dari potongan film horror yang ia tonton beberapa waktu lalu, membuatnya semakin mempercepat laju kendaraan roda dua itu. Ia memastikan lampu depan motornya menyala, memberi penerangan minim sejauh tiga meter ke depan. Susah payah ia menelan ludahnya ketika imajinasinya semakin meliar, menciptakan sugesti konyol seolah dirinya sedang diikuti. Doyoung berusaha mengabaikan apa yang ada dalam benaknya, memfokuskan diri untuk segera keluar dari area suram tersebut dengan terus meningkatkan laju kendaraannya hingga deru knalpot menggema.

6 Feet Under [JaeDo]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang