13. kekeliruan tak berujung

477 70 14
                                    

Ting... tong...

"Ya~ sebentar!"

Ting... tong...

"Aduh, iya, sebentar!"

Ting... tong...

"Gak sabaran banget sih! Mana bertamu malam-malam!"

Pemuda manis berkulit tan itu mendengus sebal sembari mengintip lewat jendela sebelum membukakan pintu rumah untuk sang tamu yang menurutnya agak menyebalkan itu, mendapati seorang gadis cantik berpakaian lumayan pendek dengan setengah bagian rambut yang diwarnai dan berwajah setengah bule. Wajahnya dipasang ekspresi datar dan congkak, sebatang permen lolipop bertengger di sudut bibirnya yang dipoles pewarna bibir yang warnanya lumayan mentereng.

Haedar mengeryit bingung menatap si gadis bule itu disertai dengan tatapan heran. Siapa ini orang?

"Permisi, maaf saya ganggu malam-malam," diluar dugaan Haedar, gadis manis itu tersenyum simpul sembari menundukkan kepalanya dengan cukup sopan. Ia menyodorkan tangannya yang berjemari lentik dengan kuku-kuku yang dihiasi cat kuku bermotif bunga-bunga yang cukup menarik perhatian. "Salam kenal sebelumnya, namaku Shanon Adelia. Apa benar ini rumah Kak Jeno?"

"Jeno? Saujeno maksud lo?" Tanya Haedar sembari menerima jabatan tangan gadis manis itu. "Gue Haedar, by the way."

"Salam kenal, Kak Haedar. Iya, Kak Saujeno."

Agar terkesan ramah, Haedar pun balas tersenyum, tetapi ketika hendak melepas jabatan tangannya, si gadis lawan bicara terlihat begitu kentara sedang menahan tangannya.

"Err..."

"Hehehe..."

"Sorry, gue gak minat kenalan lebih jauh. Kalo lo cari Saujeno, lo salah rumah. Rumah dia di sebelah, ini rumah gue, gue sepupunya." Haedar langsung menyergah tanpa minat ketika Shanon memasang senyum cantiknya dan gadis itu pun segera melepas jabatan tangan Haedar duluan.

Gak akan mempan, soalnya Haedar beda spesies sama Saujeno. Dia ini kan pudu yang mungil dan kalem, bukan buaya agresif kayak sepupunya yang sok ganteng itu.

"Lo ceweknya yang keberapa bulan ini?" Haedar menyeletuk bertanya, buat Shanon terkejut. Ekspresinya ditangkap persis oleh mata Haedar dan dianggapnya seperti sebuah lelucon.

"Yang keberapa? Kedua? Ketiga? Atau bahkan kelima? Agresif juga sepupu gue kalo lo ternyata yang keenam."

"E-enggak kok! Aku pacarnya!"

"Pacar? Setau gue Saujeno lagi deketin anak angkatan gue deh. Yakin lo pacarnya? Atau lo doang yang nganggep begitu?"

Meskipun kelihatannya menanggapi dengan santai, Haedar sebetulnya sedang menahan sesuatu yang bergejolak dalam dirinya. Entah mengapa Haedar mendadak merasa emosi menguasai dirinya ketika melihat gadis ini mengaku sebagai pacar sepupunya. Kalau begitu, apa artinya Senandika untuk Saujeno? Hanya bahan taruhan semata? Saujeno bahkan sudah berani bertindak lebih dalam hal menyentuh Senandika dan bagi Haedar hal tersebut bukanlah sesuatu yang bisa dianggap main-main.

Dibesarkan dalam keluarga yang ketat soal peraturan, Haedar punya banyak pemahaman soal etika dan adab kepada sesama. Ketika Saujeno bercerita bahwa ia baru saja mencium Senandika, tangannya tanpa sadar terkepal di atas pahanya. Belasan—atau bahkan puluhan gadis yang pernah dekat dengan Saujeno tak pernah Saujeno sentuh lebih dari pemuda itu menyentuh Senandika.

Haedar jujur bahwa ia merasa marah. Ia marah pada sepupunya karena dalam anggapannya, ia sudah mempermainkan perasaan Senandika terlalu jauh.

"A-aku—"

Senandika - [nomin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang