Dia di depanku. Bola mata hijaunya menatapku, membuat sekujur tubuhku gemetar hanya karena melihat betapa tajamnya tatapan mata seorang Jason Butler. Aku belum pernah melihat mata seindah sekaligus se... menyeramkan itu, menyeramkan? Kau berlebihan Stefie.
Aku masih menatapnya tak berkedip, hanya diam tanpa suara saat sudut bibirnya tertarik ke atas membentuk seringaian arogan.
"Aku tahu aku ini sangat tampan, tapi kau tak perlu mengagumiku sampai meneteskan air liur seperti itu," kata Jason, nada suaranya terdengar mengejek.
Aku tersentak, buru-buru menggerakan tangan untuk menyeka mulutku. Dahiku mengernyit saat mengamati tanganku yang kering, tak ada air liur di sana. Kembali kualihkan pandangan pada Jason, dia masih menatapku, kali ini ada sinar geli di bola mata hijaunya.
"Dasar gadis bodoh," ia menggumam sambil terkekeh pelan.
Apa dia bilang? Gadis bodoh? Aku mengatupkan bibirku rapat-rapat. Ingin rasanya membalas ucapannya, tapi aku terlalu gugup. Kutarik napas dalam-dalam dengan mata tertutup sebelum menghembuskannya perlahan, berharap bisa sedikit mengusir rasa gugup yang menyerangku. Dalam hitungan ketiga, buka matamu, balas makiannya, lalu pergi dengan terhormat. Bagus, Stef, kau pasti bisa.
Satu...
... du-
"Apa yang kau lakukan?!"
"Hah?" belum sampai hitungan ketiga, aku sudah membuka mata mendengar pertanyaan Jason yang lebih mirip teriakan.
"Aku bertanya, apa yang kau lakukan?" ia mengulang pertanyaannya. Sebelah alisnya terangkat, menunggu jawaban dariku dengan tidak sabar.
"Aku... aku tidak melakukan apa-apa," aku hanya sedang menenangkan diri untuk mengusir rasa gugup saat berhadapan denganmu, tambahku dalam hati.
"Kau menutup mata. Apa yang kau pikirkan?" selidik Jason, matanya menyipit tajam.
Aku yang ditatap seperti itu malah menjadi semakin gugup. Lidahku kelu, tak ada sepatah katapun yang bisa keluar dari mulutku.
"Tidak ada. Aku tidak... memikirkan apapun," setelah terdiam selama beberapa detik, akhirnya aku bisa kembali menemukan suaraku.
"Jangan menyangkal. Aku tahu isi kepala gadis sepertimu, kau pasti berpikir aku akan menciummu, bukan? Lalu kau menutup mata," terka Jason sarkastik.
Seperti orang tolol, lagi-lagi aku hanya diam dengan mulut menganga tanpa ada sepatah katapun yang terucap. Aku terlalu... syok. Kenapa dia bisa berpikir aku mengharapkan ciumannya? Ugh.
Jason menggelengkan kepalanya. "Singkirkan pikiran mesummu itu, gadis bodoh," ia meletakan jari telunjuknya pada dahiku. "karena aku," Jason menjeda, tubuhnya ia condongkan ke depan hingga jarak wajah kami hanya tinggal beberapa inchi. "tidak akan tertarik pada gadis sepertimu," tandas Jason, jari telunjuknya mendorong dahiku hingga kepalaku bergerak ke belakang.
Jason menegakan tubuhnya, ia berdiri setelah meraih sepatu boots coklat di kolong tempat tidur.
Butuh beberapa menit untuk aku bisa kembali menguasai diriku, aku mengerjap. Kesadaranku akhirnya kembali setelah Jason keluar dengan sepatu boots coklat. Itu sepatuku!
"Hei!" teriakku, menyadari betapa... tolol, bodoh dan memalukannya diriku tadi. Yang paling mengerikan adalah betapa memalukannya diriku.
Aku melompat turun dari ranjang klinik, menyibak tirai putih kemudian berlari dengan tergesa untuk mengejar Jason tanpa memperdulikan teriakan pertanyaan Mrs Elena yang berpapasan denganku di pintu klinik. Sepertinya Mrs Elena tadi keluar dan sekarang baru kembali, aku berharap dia tidak mendengarkan percakapanku dengan Jason.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinderella And Her Boots
RomanceApa yang kau ketahui tentang dongeng Cinderella? Apakah kisah tentang seorang gadis yang hidup menderita karena ibu dan saudara tirinya? Aku tahu tidak hanya itu saja. Tapi juga tentang seorang peri yang sangat murah hati -karena mau repot-r...