Chapter 7 : Pembalasan

806 97 9
                                    

PS : Cerita ini mengandung bahasa kasar dan adegan kekerasan._. Cuma ngingetin aja sih, kalo gak suka yg begituan mending mundur teratur. Ane gak nerima bullyan ~(n)~

"Lucas, aku bisa berangkat sendiri! Kembalikan kunci mobilku!" teriakku pada Lucas. Dia berpura-pura tidak mendengar. Lucas tetap duduk manis di depan kemudi.

"Lucas!" raungku frustasi. Lucas tidak juga mau mengembalikan kunci mobilku. Dia menyembunyikannya entah di mana. Kesabaranku mulai habis sekarang. Kutarik lengannya dengan kencang hingga pegangannya pada kemudi terlepas.

Lucas menoleh, dia memberiku tatapan tajam.

"Berhentilah bersikap kekanak-kanakan. Aku hanya melaksanakan amanat dari Ayahmu."

"Amanat apanya? Asal kau tahu, biasanya aku selalu berangkat sendiri."

"Amanat memastikanmu aman dari jangkauan Jason. Itu pesan Ayahmu. Maka dari itu aku menyita kunci mobilmu. Oh ya, seharusnya kau tidak perlu protes, toh aku tidak menyuruhmu berjalan kaki sampai sekolah."

"Itu masalahnya! Aku tidak mau diantar dengan mobil seperti ini!"

Lucas mengangkat sebelah alisnya. "Kau benar-benar aneh, Fanny. Mobilku keren, jauh lebih keren dari rongsokan tua yang biasa kau kendarai itu," ejek Lucas.

"Jaga mulutmu! Mobilku seribu kali lebih keren dari mobilmu ini!"

"Woho, tenang, manis. Aku hanya harus memastikan kau benar-benar sampai di sekolah bukannya membolos bersama berandalan itu," papar Lucas sukses membuatku menganga.

"Lelucon macam apa ini, Lucas!" aku mengusap wajahku. "kau... kau berlebihan!"

Lucas mengangkat bahunya, bersikap tak acuh dia menyalakan mesin. "Aku hanya menjalankan amanat, Fanny. Suka atau tidak kau harus menerima ini," tandas Lucas menyebalkan.

Akhirnya dengan sangat terpaksa, tolong digaris bawahi. Aku duduk di jok samping kemudi. Aku tidak mungkin berangkat ke sekolah dengan berjalan kaki. Apalagi naik bus. Bahkan Halte bus terdekat jaraknya lebih jauh dari SMA tempatku sekolah.

***

Aku turun dari mobil dan menutup pintu dengan kencang hingga suara berdebam terdengar begitu keras. Sungguh. Lucas benar-benar menyebalkan. Dia mengantarku sampai memasuki area parkiran sekolah dan sekarang aku menjadi pusat perhatian. Turun dari mobil Jeep keren. Siapa yang tidak tertarik?

Jika saja dia tidak menyita kunci mobilku. Pasti sekarang aku tidak menjadi pusat perhatian. Mempercepat langkah, aku harus segera menjauh dari parkiran. Berlama-lama menjadi pusat perhatian bukanlah hal yang menyenangkan. Terlebih jika kau adalah tipe geek yang sangat menyukai kesendirian. Seperti aku.

"Stephanie!" Itu suara Ben, aku mengenalinya. Berhenti melangkah cepat, aku menoleh ke belakang. Ben tengah berlari kecil menghampiriku.

"Jeep yang keren! Selera Ayahmu tinggi juga," kata Ben ceria.

Aku memutar bola mata. "Dia bukan Ayahku." Sepersekian detik berlalu, aku menatap Ben dan tidak menemukan ekspresi ceria yang beberapa saat lalu menghiasi wajahnya.

"Kekasihmu?" Ben bertanya dengan nada hati-hati.

Aku mengerutkan kening. "Bukan. Dia sepupuku. Ayahku ada urusan di luar kota, jadi dia yang ditugaskan untuk menjagaku." Mendengus, aku melipat lengan di depan dada. "menyebalkan. Dia memperlakukanku seolah aku ini anak kecil yang butuh pengawasan 24 jam."

Ben terkekeh, aku memandangnya sebal. Tidak ada hal yang lucu dan pantas untuk ditertawakan. Mood-ku sudah kacau karena tingkah menyebalkan Lucas. Dan sekarang Ben menertawakanku? Thanks, God! Tidak adakah yang lebih buruk dari ini.

Cinderella And Her BootsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang