°°Seven°°

16 5 11
                                    

Selamat Membaca, Readers..

° ° ° °

"Ngapain lu?" Tanya Zenatha, setelah memutuskan untuk membuka pintu kostnya.

Azzam yang melihat raut wajah Zenatha yang tidak bersahabat memutuskan untuk menjawab. "Gue di suruh kasih ini sama Babeh, katanya lampu di kamar mandi lo belum di ganti."

Zenatha mengangguk. Memang, lampu di dalam kamar mandinya sudah tidak berkerja dengan baik lagi. Baru saja dirinya akan mengatakan hal itu, tetapi Azzam lebih dahulu datang.

"Mau pasang sendiri apa gimana?" Tanya Azzam memastikan.

"Sama lu aja, gua minta tolong!" Balas Zenatha.

Azzam terdiam sejenak kemudian berkata. "Tapi gak gratis, gue mau lo jawab pertanyaan gue dulu."

Zenatha memutarkan kedua bola matanya malas. Mencuri kesempatan dalam kesempitan bukan?

"Fine, lu boleh nanya." Balas Zenatha dengan seadanya.

"Ini kartu nama bokap lo kan?" Tanya Azzam dengan penasaran sambil memamerkan sebuah kartu nama yang ada di tangannya

Zenatha terdiam. Mengapa Azzam bisa memiliki itu? Kapan dia bertemu dengan Anggara?

Zenatha mengangguk. "Iya, kenapa?"

"Apa penyebab lo pergi dari rumah ada sangkut pautnya sama dia?" Tanya Azzam kembali.

"Gua gak di wajibin buat jawab kan? Oke, sekarang gua minta lu pasang itu lampu." Ucap Zenatha yang langsung membuka pintu dengan lebar.

Azzam menuruti itu. Seharusnya dia tidak harus menanyakan hal itu sekarang. Kesannya terlihat begitu ingin tahu. Bodoh.

"Udah selesai, apa gue udah boleh pergi?" Tanya Azzam memastikan.

"Bebas, lu mau pergi silakan mau diem di sini juga silakan." Balas Zenatha enteng.

"Yakin? Gue boleh diem di sini?" Azzam bertanya kembali.

"Kenapa enggak?" Balas Zenatha dengan mengangkat kedua bahunya.

"Oke, gue mau diem di sini." Balas Azzam mantap.

"Oke, kalo gitu gua ke dalem duluan, makasih!" Balas Zenatha yang langsung menutup pintu dengan sedikit kasar.

Dalam satu waktu seorang Azzam terlihat bodoh dua kali. Hebat bukan?

"Bego lo Zam!" gerutu Azzam sambil menepuk kepalanya.

*****

Setelah mendapat kabar bahwa Alista telah kembali ke Indonesia, pagi-pagi begini Zenatha langsung berniat untuk menuju ke rumah gadis yang berstatus sebagai sahabat dari dirinya itu. Tiga tahun bukanlah waktu yang sebentar bagi Zenatha untuk berjauhan dengan Alista. Rasanya banyak sekali hal yang perlu dirinya ceritakan kepada gadis itu, mengingat hanya Alista lah sahabat satu-satunya yang dia miliki.

Tak lama setelah itu, Zenatha telah tiba di sebuah rumah yang tidak terlalu besar namun cukup membuatnya merasa nyaman berada di sana. Tidak ada yang berubah dari suasana rumah itu, rasanya masih sama seperti lima tahun yang lalu di mana terakhir kalinya Zenatha menginjakkan kakinya di sana. Setelah mengetuk pintu tidak lama seorang perempuan paruh baya keluar dan tidak salah lagi dia adalah Tante Kayla, ibu dari Alista.

"Tanteeee.." sapa Zenatha yang langsung memeluk Kayla, orang yang sudah sejak lama di anggapnya sebagai ibunya sendiri.

"Zennn, Tante kira siapa." Balas Kayla yang menerima pelukan itu. "Ayo masuk!"

ZENATHA [ On Going ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang