3.3

129 28 4
                                    

Hari keberangkatan tiba, Sabtu pagi saat jarum jam menunjukan pukul 09.50 yang artinya 10 menit lagi bus yang mereka tumpangi akan segera tiba.

"Guys, ayo merapat bentar lagi busnya dateng. Usahain jangan kepisah buat Raisha sama Hanna tolong dikawal ya teman-teman" tutur Panji mewanti-wanti.

"Sha, jangan lepas pegangan lo dari jaket gue" ingat Rainan, sebelum mereka benar-benar masuk ke dalam bus. Sesuai dugaan bus yang mereka tumpangi benar-benar sesak mereka bertujuh bahkan tak mendapat tempat duduk sama sekali.

Posisi tempat berdiri mereka sangat dempet-dempetan apalagi bus terus-terusan menerima penumpang padahal sudat tidak ada ruang lagi. Jeano kedapatan berada di depan di belakangnya terdapat Bapak-bapak baru di belakang Bapak-bapak ada Rainan disusul, Raisha, Ajun, dan Dipta sedangkan dibelakang Dipta bukannya ada Hanna dan Panji mereka berdua ternyata berada di ujung paling belakang dekat pintu masuk ntah kenapa mereka bisa terpisah-pisah begini.

"Hanna sama Jeano kepisah jauh baget nan" kata Raisha.

"Mangkanya lo jangan sampe lepasin pegangan lo dari jaket gue kalau engga mau ilang" jawab Rainan tanpa menoleh ke belakang. Ya bagaimana lagi, mau noleh ke belakang juga susah posisinya sangat-sangat tidak menguntungkan untuk menoleh kemana-mana.

Saat di tikungan bus tiba-tiba saja mengerem mendadak membuat para penumpang saling bertubrukan. Raisha tak sengaja tersengol Ibu-ibu yang berada di sebelah kanannya mengakibatkan pemudi itu oleng dan hampir menimpa penumpang yang duduk di kirinya untung saja Ajun yang berada di belakang sang pemudi memiliki refleks yang bagus. Ditariknya Raisha agar merapat padanya.

"Lo engga apa-apa sha?" tanyanya memastikan keadaan sang pemudi. Tapi bukannya menjawab pemudi itu malah merengek pada Rainan.

"Nan, gue tadi mau jatuh" lapornya.

"Gandeng tangan gue sha, yang erat" perintah Rainan, bodoamat sama pandangan orang-orang toh engga ada yang bakal urus juga yang terpenting saudaranya engga kenapa-napa.

Raisha buru-buru merapat pada Rainan digandengnya tangan kiri pemudi itu dengan kencang tak peduli jika nanti tangan Rainan akan memerah toh dia sendiri yang menyuruhnya tadi.

Di sudut belakang juga tak kalah rusuh, akibatnya kaki Hanna tak sengaja terinjak oleh sepatu orang yang berdiri di depannya. Hanna terlihat sungkan untuk menegur tetapi jika tak juga ditegur bisa-bisa kakinya lecet. Panji yang melihat lekas menepuk pungung orang itu pelan.

"Maaf mas, kaki teman saya ke injek sama situ" kata Panji. Pemuda yang di tegur Panji segera bergeser.

"Kaki lo engga papa na?" tanya Panji.

"Engga papa kok ji, makasih ya"

Sementara di sudut yang berbeda Dipta tengah berjuang keluar dari gencetan Ibu-ibu di sebelahnya.


Sekita pukul 12.20 mereka barulah sampai di terminal "Sumpah engga kuat gue, berasa ikan pepes" sambat Dipta menyelonjorkan kakinya.

Tak jauh dari sana di dapati Rainan yang sedang memijat-mijat tengkuk Raisha tampaknya pemudi itu muntah-muntah.

"Abis ini kita masih harus naik angkot" kata Jeano.

"Masih jauh banget ya?" tanya Hanna.

"Kita udah setengah jalan kok ini, setelah ini naik angkot dilanjut bus abis itu udah sampai" jelas Panji. Dilihatnya satu persatu anggota kelompoknya tampaknya perjalanan ini memang benar-benar menguras energi.

"Andai aja mobil bisa masuk kawasan sana" keluh Dipta.

"Capek baget gue dari tadi kegencet mulu"

PKL ft. 00 Line [On Hold]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang