7.7

103 19 25
                                    

Sudah hampir seminggu mereka bertuju magang di Pabrik. Masuknya kadang juga engga selalu bareng bertuju karena sewaktu-waktu bisa saja di berlakukannya sistem shift seperti saat ini. Pagi ini yang masuk kerja hanya Ajun, Panji, dan Raisha.

Jadinya untuk hari ini Rainan menitipkan Raisha, pada Panji. Padahal menurut Raisha, ia bisa sendiri atau ikut nimbrung karyawan yang ada disana tapi seperti biasa Rainan memaksa. Panji juga terlihat tak keberatan, sepertinya ia sudah mulai terbiasa menjaga pemudi itu jikalau Rainan sedang tidak ada.

"Sha" merasa namanya dipanggil, Raisha segera menoleh ke sumber suara dilihatnya Ajun yang sedang berjalan ke arahnya.

"Apaa" ketus Raisha.

"Ayo, ke Kantin. Panji lagi ada urusan jadi engga bisa nemenin lo" jelas Ajun, menarik baju Raisha agar pemudi itu lekas berdiri.

"Engga, usah. Gue bisa ke kantin sendiri" tolak Raisha, menepis tangan Ajun. Ajun menghela nafas, ternyata pemudi ini selain manja juga keras kepala.

"Dah, cepet jalan ke Masjid dulu baru ke kantin lo engga lagi ada tamukan?" tanya Ajun, sembari mendorong-dorong Raisha dari belakang. Lebih baik ia kena cakar Raisha nanti dari pada harus kena damprat Rainan dan Panji.

Sepanjang perjalanan menuju Masjid sepasang pemuda dan pemudi itu masih saja ribut.

Terlihat dari raut wajah Raisha, pemudi itu tampak tak senang sama sekali, berbeda dengan pemuda disebelahnya walaupun sudah merah sana-sini bekas cubitan Raisha ia tetap cengar-cengir seperti biasa. Bak memiliki nyawa lebih dari satu Ajun malah menarik rambut Raisha, mumpung engga ada Rainan jadi ia bisa membalas perbuatan sang pemudi.

"Berantem kok di jalan, mbok yo melipir cari tempat yang luas biar engga ngerugiin orang lain" sindir Donny, yang sepertinya akan ke Masjid juga.

"Maaf, mas" seru keduanya.

"Tak masuk duluan yo mas, permisi" pamit Raisha. Yang dijawab anggukan Donny serta lambaian tangan Ajun meledek.

"Abis kamu apain lagi anaknya?" tanya Donny, yang dibalas cengiran oleh Ajun.









- - -









"Makasih atas bantuannya, Ji" kata Giselle.

"Sama-sama"

"Dari kemarin udah gue ubah-ubah tetep aja kena coret. Akhirnya gue nekat minta bantuan lo" jelasnya, sembari memasukan laptop ke dalam tas.

"Kenapa engga dirundingin sama anak kelompok dulu Gi? kenapa juga bukan ketua lo yang tanya?" Tanya Panji penasaran.

"Lo pasti udah denger kalau kelompok gue anaknya engga akur"

"Karina, mana mau tanya orang lain" tambahnya.

"Setiap gue kumpulin anak-anak pasti pada diem-dieman hawa ruangan juga jadi engga enak kalau kita kumpul jadi satu. Pemudanya juga terserah-terserah mulu. Pasti beda baget sama kelompok lo?" curhat Giselle. Diam-diam Panji membenarkan apa yang dikatakan oleh pemudi yang baru ditemuinnya tadi pagi ini.

"Lo tahu sendiri Ajun, Dikta, Hanna, sama Raisha kalau udah disatuin jadi apa" kekeh Panji menginggat kejadi waktu itu, saat mereka akan menentukan judul riset Hanna dan Raisha yang berbeda pendapat dengan Ajun dan Dipta beradu argumen tak ada yang mau mengalah semacam lomba debat hingga Rainan turun tangan.

"Eh, lo udah kenal Hanna sama Raisha kan ya?" tanya Panji.

"Cuma sekedar tahu"

"Kapan-kapan gue kenalin, anaknya pada baik kok. Dan kayanya sefrekuensi sama lo" kata Panji.

"Emang gapapa Ji?" tanya Giselle, tak bisa di pungkiri ia sebenarnya juga ingin berkenalan dengan kedua pemudi itu.

"Ya, gapapa. Emang kenapa?"

"Gue kan bukan kelompok lo" lirihnya.

"Ga masalah. Lo tahu Ayu karyawan di pabrik? itu salah satu temen mereka berdua. Jangan takut ada gue" kata Panji.

"Sekali lagi makasih ya Ji" balas Giselle, terseyum pada Panji.








- - -








"Ntar sore enakan makan apa ya" ucap Dipta, disela kunyahannya.

"Baru juga selesai makan siang, udah mikir makan sore aja. Tu tahu juga belum lo telen" sahut Rainan, yang kebetulan lewat.

"Lo mah kalau mau Sholat ya Sholat aja engga usah nyahut-nyahut"

"Ya, lo ngomongnya pas gue lewat. Emang engga guna ngeladenin orang gila" kata Rainan, ia kemudian masuk ke dalam kamar. Jeano yang baru keluar dari kamar mandi tertawa-tawa sendiri medengar Rainan dan Dikta yang selesai adu mulut. Padahal sebenarnya engga ada yang lucu, emang susah kalau sama orang receh mah.

"Sholat Dip, jangan perut doang yang lo isi amal lo kosong melompong" kata Jeano sembari memercikan bekas air wudhunya ke arah Dipta. Lantas ikut berlalu meninggalkan Dipta diruang tengah sendirian. Ia mau Sholat jama'ah bareng Rainan.

"Tungguin gue!" teriak Hanna dari dalam kamarnya, pemudi itu buru-buru masuk ke kamar sebelah.

"Sholat lo, keburu disholatin" ledeknya, sebelum benar-benar masuk ke dalam kamar.

"Gue pengang juga lo biar batal" desis Dipta.












Vommet juseyo!

Tertanda, 케이

09/10/21 09:59

PKL ft. 00 Line [On Hold]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang