Awalnya Jeno ragu, dia malah menjadi bimbang karna tiba tiba sekali tanpa ada wawancara atau prosedur khusus, bahkan tanpa melakukan apapun langsung keterima begitu saja. Namun, siapa sih yang tidak senang diterima kerja? Apalagi keadaan nya genting seperti ini. Jeno memerlukan uang untuk operasi Yebin, jadi walaupun ragu, di sinilah ia, di depan ruangan Jaemin.
Kemarin, ia langsung mengabari Renjun. Anehnya, sahabatnya itu malah seperti sudah tau dia akan diterima, walaupun akhirnya Jeno memilih untuk mengenyahkan pikiran aneh itu. Tidak mungkin sahabatnya langsung tau jika dia pasti keterima, kan?
Dengan sedikit gugup, tangan putih itu mengetuk pintu dengan pelan. Kemudian setelah di beri izin dari dalam, ia membuka pintu dan masuk ke dalam. Tatapannya langsung tertuju pada atasannya, Na Jaemin.
Ada yang menakutkan darinya, namun Jeno tidak tau apa. Mungkin tatapan Jaemin yang melihatnya dengan tajam, atau karna Jeno saja yang terlalu berlebihan menilai sesuatu. "Lee Jeno, ya?" Jeno segera mengangguk. "Langsung kerjakan semua pekerjaanmu, sudah tau bukan apa yang harus kamu lakukan?"
"Baik tuan." Ia segera menuju mejanya, sebelum masuk ruangan ini, Jeno memang sudah diberitahu sedikit tentang apa pekerjaan nya, Ryujin juga bilang jika Jeno pasti perlahan lahan juga akan tau sendiri apa saja yang perlu dikerjakan.
Hawa dingin bercampur keheningan dapat langsung Jeno rasakan setelah kurang lebih satu jam bergelut dengan laptop di depannya, Jeno suka keheningan, sungguh. Tapi dia merasa keheningan kali ini membuat dirinya tidak nyaman, dia merasa seperti di tatapi terus menerus oleh Jaemin. Namun saat ia melirik ke arah Jaemin, orang itu seperti tampak santai dan bekerja saja, tidak pernah melirik ke arahnya.
Jeno menghela nafas, apa sih yang ada di dalam pikirannya sampai merasa begitu? Belum sempat pertanyaan di pikirannya terjawab, pintu tiba tiba terbuka. Itu Mark, masuk tanpa mengetuk dan Jaemin tampak terbiasa dengan itu.
"Ini dokumen yang kau minta, berterima kasihlah padaku karna meringankan pekerjaanmu" ujar Mark sembari menaruh dokumen itu di meja Jaemin, atensi matanya segera terpusat pada pemuda manis yang tak lain adalah Jeno.
"Wow, ini kah sekretaris baru mu? Lumayan juga." Jeno menatap Mark dengan gugup, karna setelah itu Mark tampak berbisik pada Jaemin. Entah apa yang di bisikkan hingga Mark mendapat tatapan tajam dari Jaemin.
Hawanya... Benar benar tidak mengenakkan, Jeno lebih memilih hawa dingin dan hening tadi daripada yang seperti ini. "Hei, bolehkah aku minta—" belum sempat Mark menyelesaikan kalimatnya, meja sudah di pukul kuat oleh Jaemin, membuat Jeno ikutan tersentak kaget. "Keluar." Nada suaranya mendesak, tidak menerima ruang untuk penolakan apapun.
"Kawan, sungguh? Kau sekejam ini padaku?" Nada mark memelas, namun tampaknya itu semakin membakar Jaemin
"Keluar.Sekarang.Juga." Kalimat yang begitu penuh penekanan itu, bukankah jika tidak di turuti oleh Mark, dia bisa saja langsung terbunuh? Jadi dengan berat hati, ia melangkah keluar. Walaupun begitu, Mark sempat mengedipkan matanya ke arah Jeno sekilas.
Suasana kembali hening tetapi tidak semengerikan tadi, Jeno berdiri dari duduknya dan menghampiri jaemin dengan dokumen di tangannya, "dokumen ini membutuhkan tanda tanganmu, Tuan." Jeno menyodorkan dokumen yang langsung di terima jaemin
"Lain kali jika orang gila itu mengajakmu bicara, jangan di ladeni." Nada bicara jaemin terdengan tegas, membuat jeno hanya bisa menganggukkan kepalanya, "Di mana harus ku tanda tangani dokumen ini?" Lanjutnya
"Di sini" ia mendekatkan tubuhnya dan menunjukkan di mana saja yang harus di tanda tangani, cukup dekat hingga jaemin dapat mencium aroma manis dari tubuh sang sekertaris.
"Sudah" jeno tersenyum kemudian mengangguk, ia mengambil dokumen tersebut dan berniat untuk kembali ke tempatnya. Harusnya sekarang dia sudah kembali ke mejanya, namun gerakan tiba tiba Jaemin yang menariknya, membuat Jeno langsung terjatuh ke pangkuan Jaemin.
Mata Jeno melebar, terlihat indah, bahkan mampu menggoyahkan struktur keras dalam Jaemin. Ia sudah akan bangun dari pangkuan Jaemin, namun tangan Jaemin yang melingkar di pinggangnya, membuat Jeno tidak bisa bergerak. "Tuan... Ada apa? Aku tidak bisa bangun jika begini." Tidak ada jawaban dari Jaemin, namun akhirnya Jaemin bergerak.
Bukan melepaskan lingkaran tangannya di pinggang Jeno, namun memajukan wajahnya. Gerakan tiba tiba yang kembali tak dapat Jeno hindari itu terjadi, bibir Jaemin menempel padanya. Tidak diberi waktu untuk memproses apapun, keterkejutan nya bertambah saat merasakan bibir Jaemin bergerak melumat bibirnya dengan lembut. Tengkuknya di tahan sehingga tidak bisa melepaskan tautan mereka, sesekali di sesapnya bibir itu oleh jaemin, "manis" batinnya.
Ciuman yang tadinya lembut kini berubah menjadi panas dan menuntut, Jaemin menggigit bibir jeno, membuat sang empu membuka sedikit mulutnya, memudahkan dirinya untuk menjelajah lebih dalam. Tidak hanya itu, bahkan kini tangannya semakin naik ke atas
"mmhh, tuanhh..." Tangan Jeno meremas bahu Jaemin, semu merah tergambar di pipinya. Ia sangat ingin mendorong Jaemin, tapi ia merasa bahwa tenaganya ikut terserap lewat ciuman itu. "T-tuanhh, berhen— hmpp—" jeno mendesah tertahan saat jaemin memainkan nipple nya dari luar baju.
"Tuan?" Buyar, lamunan Jaemin langsung buyar begitu saja ketika mendengar suara Jeno. Jaemin mendongakkan wajahnya hanya untuk melihat wajah Jeno yang kebingungan. "Ada yang salah dengan berkasnya, tuan?" Mata Jaemin melebar, sial, apakah dia sudah gila?
"Ini bisa kau ambil nanti, sekarang sudah waktunya istirahat. Tolong belikan aku kopi atau semacamnya." Mendengar itu, Jeno segera menganggukkan kepalanya, dia akan menjenguk sebentar Yebin, kemudian kembali membawakan kopi untuk Jaemin.
Sekarang hanya ada jaemin di ruangan ini, ia kembali mengumpat dalam hati.
Renjun memakan snack yang di bawa oleh jeno untuknya, mereka berbincang dan sesekali tertawa, "Syukurlah jika hari pertama mu lancar, semoga terus seperti itu ya. Semangat, kau pasti bisa, biar Yebin aku yang jaga. Jangan khawatir." Jeno menganggukkan kepalanya sambil tersenyum, "Terima kasih ya, kalau begitu aku harus pergi. Tuan Na pasti sudah menunggu kopi pesanannya." Renjun mengangguk, menatap punggung Jeno yang menjauh darinya.
Di kantor, Jeno terengah engah. Ia berlari agar Jaemin tidak menunggu lama kopi pesanannya.
"Jeno?"
Jeno mengenal suara itu, ia segera menatap orang yang memanggilnya dan tersenyum, itu ryujin. "Ada apa?"
"Tuan Na bilang, kopinya buat mu saja. Uang gantinya akan segera diberikan." Ryujin berkata dengan ramah, membuat Jeno mengernyitkan dahinya, "Sekarang tuan Na dimana?" Tanya Jeno.
"Entahlah, tadi ku lihat dia sedang buru buru. Mungkin ada sesuatu yang sangat penting dan harus segera di selesaikan" jelas ryujin. Jeno menganggukkan kepalanya paham, ia segera memasuki ruangan dan kembali memeriksa berkas berkas di meja nya. Ini memang masih waktu istirahat, tapi ia tidak tau mau melakukan apa lagi selain ini. Kalau mengunjungi adiknya lagi, di takutkan dia akan terlambat kembali.
tbc
Adh", maaf atas keterlambatan up nya. Lupa nge up😭 ku kira sudah ke up, ternyata blm
maklumi ya, memang pelupa soalnya. Jangan lupa vomen
Maaf kalau masih jelek🙇♀️
KAMU SEDANG MEMBACA
ACCIDENT (Jaemjen) (SEDANG DI REVISI)
Romance"Sekali milikku, tetap akan menjadi milikku selamanya. Kamu mau bebas dari cengkramanku? Kalau begitu matilah."-Na Jaemin "Lebih baik aku mati daripada harus hidup bersama monster berwujud manusia sepertimu"-Lee Jeno JAEMJEN AREA!!! WARNING🔞
