Suara gedoran pintu diiringi dengan suara Mark bergema hingga ke ruang tamu, entah apa kerjaan para pelayan yang lain hingga pintu itu saja harus Jaemin terus yang membukanya.
Dengan santai, Jaemin memperbaiki bajunya dan berjalan pergi meninggalkan Jeno yang sudah dalam keadaan yang kacau. Ketika pintu terbuka, Jaemin bisa melihat sahabatnya itu berlumuran keringat. "Kau ini, jika tidak menganggu sehari saja, tidak bisa ya?"
Mark menghela nafasnya kasar, kemudian menatap Jaemin. "Hei, aku sudah rela berlari dari kantor ke sini karna ingin memberitahu hal penting. Yebin kritis, sialan. Jika anak itu mati, rencana yang kau bangun tidak akan terwujud sama sekali."
Ekspresi Jaemin tetap tidak berubah mendengar hal itu, wajahnya sekarang bahkan seolah bertanya, 'terus untuk apa kau di sini dan tidak melakukan apapun?'
"Aku perlu persetujuan mu untuk membayar operasi Yebin, dia perlu operasi sekarang." Sambung Mark sambil memijat pelipisnya, dia tidak pernah tidak pusing jika menyangkut tentang hal ini. "Ya lakukan saja, memangnya uang mu kurang hingga membutuhkan persetujuan dariku?" Oh Tuhan, jika Jaemin ini bukan sahabatnya dari kecil, dapat di pastikan wajah tampannya itu babak belur oleh Mark.
Namun lagi lagi, Mark hanya bisa menghela nafas. "Aku takut kau memiliki rencana lain, lagipula ini lebih awal dari rencana yang kau rancang. Aku hanya takut melakukan kesalahan, sialan." Perkataan itu hanya di balas anggukkan singkat oleh Jaemin. "Jangan di apa apakan dulu."
"Apa?"
"Lee Jeno, jangan di apa apakan dulu." Mark menatap Jaemin dengan serius, "Jangan gegabah, Jaem. Aku tau kau sudah menunggu begitu lama, jadi pasti kau tidak ingin mengacaukan rencana mu kan? Tunggu sedikit lagi. Pastikan dia tidak tau tentang operasi ini hingga selesai, kau tau kan? Hutang budi adalah hal paling mengikat untuk orang sepertinya."
Jaemin terdiam sejenak, namun akhirnya menganggukkan kepalanya lagi. "Iya."
Setelah Mark menghilang dari pandangannya, ia kembali menutup pintu. Mau bagaimanapun, perkataan mark benar. Dia harus sabar, lagipula selama ini dia sudah bersabar kan? Bersabar sedikit lagi harusnya mudah baginya.
Ketika Jaemin melangkah ke ruang tamu, dia dapat melihat ekspresi bingung Jeno yang menatap handphone. Layar handphone itu mati, entah rusak karna tadi Jaemin sempat membantingnya atau hanya kehabisan daya saja.
"Pekerjaan tadi belum selesai kan? Ayo di lanjutkan sedikit lagi." Suara Jaemin membuat Jeno sedikit tersentak, sebagian kecil karna kaget. Sebagian besarnya lagi karna takut, tapi tentu saja Jaemin tidak peduli.
Seperti tidak terjadi apapun, Jaemin kembali meminta dokumen yang tadi harus di lihatnya, sedangkan Jeno harus berusaha bahwa tidak ada apapun yang terjadi.
Setelah waktu yang terasa begitu lama untuk Jeno, akhirnya semua pekerjaan terselesaikan. Waktu sudah menunjukkan pukul 8 malam, jadi ia harus cepat cepat pulang, handphone nya juga daritadi mati. Ia takut ada pesan penting yang harusnya ia tau, tapi terhalang untuk sampai karna ini. "Ayo, ku antar kau pulang."
Mata Jeno melebar, dia sudah akan menolak, namun melihat tatapan Jaemin yang tajam, dia tau penolakan tidak ada di daftar pilihannya.
Akhirnya, Jeno menyetujui hal itu. Suasana canggung yang tercipta di mobil sangat tidak mengenakkan, apalagi mengingat kejadian yang baru saja terjadi di antara mereka. Jeno merasa bodoh karna tidak menolak dengan tegas ajakan Jaemin.
KAMU SEDANG MEMBACA
ACCIDENT (Jaemjen) (SEDANG DI REVISI)
Romansa"Sekali milikku, tetap akan menjadi milikku selamanya. Kamu mau bebas dari cengkramanku? Kalau begitu matilah."-Na Jaemin "Lebih baik aku mati daripada harus hidup bersama monster berwujud manusia sepertimu"-Lee Jeno JAEMJEN AREA!!! WARNING🔞
