🌟

11.5K 787 43
                                        

Suara alat rumah sakit terdengar menggema di ruang ICU itu, pemuda di samping tempat tidur rumah sakit tidak henti hentinya menangisi seseorang yang kondisinya terlihat memprihatinkan di atas kasur rumah sakit. Lee Jeno, yang selalu berusaha percaya bahwa kesabaran pasti berubah manis, berpegang teguh pada harapan akan takdir yang pasti adil—kini melihat bahwa kepercayaan nya tidak lebih dari seutas tali yang bisa putus kapan saja.




















Flasback

"Apakah... Apakah setidaknya ada harapan?" Jeno masih terisak, bahkan tiap kata yang ia ucapkan terasa begitu menyakitkan bagi dirinya sendiri. Dia tidak punya apapun dan sungguh, dia hanya ingin adiknya—keluarganya satu satunya bisa kembali sehat.

Dokter itu menghela nafas, menepuk pelan bahu Jeno, sedikit banyak dokter itu tau bagaimana perjuangan Jeno. Jadi ia juga terlihat cukup prihatin, "Bisa" dokter itu mulai bersuara, "Jika di operasi secepatnya, pasti harapan itu setidaknya tidak akan menjadi angan saja. Tapi, saya tau, anda juga tau, operasi tidak bisa dilaksanakan tanpa biaya."

Bibir Jeno bergetar sebelum akhirnya suara itu kembali terdengar. "Akan... Akan saya usahakan, jadi—jadi tolong... Selamatkan dia, selamatkan Yebin." Dokter itu mengangguk, "pasti, itu tugas kami."

Tangan Jeno terkepal dengan erat, lulusan SMA sepertinya harus mencari pekerjaan dimana? Apakah ada yang mau menerimanya? Sedangkan dia harus buru-buru agar adiknya itu bisa terselamatkan.

Flasback off
























Pintu kamar itu terbuka, menampilkan seorang pemuda manis yang membawa tas berisi makanan. "Jen... Aku bawakan bubur, ayo makan dulu. Aku yakin ini semua akan berlalu, kita lewati bersama, jangan lupa bahwa aku temanmu." Renjun duduk di samping Jeno, dia juga prihatin melihat hidup sahabatnya itu. Orang sebaik Jeno, mengapa selalu saja ada masalah berat yang menghampiri nya?

Jeno berusaha tersenyum, dia tidak segera mengalihkan tatapannya dari Yebin. "Terima kasih ya, Renjun." Kepala itu mendongak, guratan di wajahnya menunjukkan bahwa Jeno begitu kelelahan, fisik dan mental.

Renjun semakin tidak tega, namun apalah daya, dia juga tidak bisa membantu banyak. Jika saja ia bisa membantu, pasti dari dulu sudah ia tolong sahabatnya itu. Ia meletakkan tas berisi makanan di nakas samping kasur Yebin, kemudian merogoh sakunya, menyodorkan sebuah brosur ke arah Jeno. "Apa itu?" Jeno mengambil brosur itu, menatap Renjun dengan heran.

"Aku... Tidak sengaja menemukan brosur itu tadi, baca saja, isinya lowongan pekerjaan, siapa tau cocok. Gajinya pasti lumayan karna perusahaan itu terkenal." Renjun tersenyum, dia menepuk pelan bahu sahabatnya. Berusaha menyalurkan semangat, "jangan terlihat tidak yakin seperti itu, dicoba dulu, ya?" Sambungnya ketika melihat ekspresi tidak yakin di wajah Jeno.

"Tapi... Bukankah perusaahan besar seperti ini pasti mencari karyawan dari lulusan universitas terkenal?" Jawab Jeno, tangannya masih memegang brosur itu, namun tidak bisa di pungkiri bahwa ia melihat secercah harapan yang kembali terang ketika membaca brosur yang diberikan Renjun. "Di coba dulu, Jen. Bukankah sekarang kau harus mencoba berbagai peluang yang terlihat?" Jeno membenarkan perkataan Renjun dalam hati.

"Jangan khawatir, aku akan menggantikan mu menjaga Yebin, jadi di coba dulu ya?" Akhirnya Jeno mengangguk, dia berterima kasih pada Renjun sebelum akhirnya bersiap untuk pulang, ia harus berganti pakaian dan mengambil beberapa berkas sebelum melamar pekerjaan di perusahaan ini.
































Tepat setelah Jeno meninggalkan ruangan, bunyi notifikasi pesan terdengar dari handphone Renjun.

Unknow

ACCIDENT (Jaemjen) (SEDANG DI REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang