Sejak pertemuan itu, Jeno selalu menujukkan dirinya dihadapan Jaemin. Bahkan tak segan menunjukkan dirinya di depan Nyonya Na yang begitu sangat membencinya.
Tekadnya, benar-benar ingin meluluhkan hati Jaemin, namun rasa sakit hati Nyonya Na tak akan pernah terobati. Setelah apa yang Jeno lakukan pada anaknya.
Saat ini Jeno datang membawakan makanan yang Jaemin inginkan, karena hasrat mengidam calon Mama itu. Namun, dihadapan Jeno sendiri, Nyonya Na membuang makanan itu.
"Kau lihat? seperti inilah dulu kau memperlakukan kami. Pergilah!"
Jeno membereskan makanan yang berserakan tersebut, "Saya sangat minta maaf nyonya, nanti saya akan membelikan yang baru untuk Nana."
"Tidak perlu! Aku tidak sudi Nana makan makanan darimu. Nana masuklah ke dalam. Biar nanti Mark saja yang mencarikan makanannya."
Jeno menghela napasnya berat, meremas bungkusan yang isinya sudah tak layak makan itu.
"Nyonya, besok saya akan datang lagi. Saya benar-benar serius untuk meminta maaf."
Nyonya Na menutup pintu dengan kasar, tak merasa sedikitpun simpati pada Jeno.
Dalam hati kecil Jaemin merasa kasihan pada Jeno, akan tetapi lelaki itu juga harus dibuat jera. Hatinya juga sudah tak mengharapkan lagi Jeno.
...
"Kau semakin manis saja dengan warna rambutmu itu." Mark tersenyum melihat penampilan baru Jaemin, entah ada angin dari mana lelaki manis itu tiba-tiba ingin mewarnai rambutnya.
Jaemin kini tengah berjalan-jalan dengan Haechan dan Mark dan kebetulan mereka akan masuk ke sebuah cafe.
"Emm... Kau bisa saja."
"Serius Jaem, tapi memangnya tidak akan ada pengaruh apa-apa pada kehamilanmu?" Jaemin menggeleng setelah Mark bertanya seperti itu.
"Aku sudah konsultasikan pada dokter, katanya tak apa-apa..."
"Nana! Ini Nana kan?" seseorang tiba-tiba saja memeluknya dan langsung menangis.
Mark dan Haechan dengan reflek nyaris melepaskan pelukan orang aneh itu, jika saja Jaemin tidak mengenalinya.
"Oh? Renjun-ah?"
Jaemin tak menyangka dia akan menemui lelaki itu disana, "Kita masuk dulu, kita bicara di dalam."
Lelaki itu mengangguk dan mengikuti mereka masuk ke dalam cafe. Sejak tadi tatapannya terus pada perut besar Jaemin.
"Kenalkan dulu ini sahabatku Haechan dan Kakakku Mark."
"Ah ya, Aku Renjun. Temannya Haneul."
Raut wajah Haechan dan Mark langsung berubah tidak menyenangkan saat mendengar Renjun memperkenalkan dirinya. Mereka sangat tahu apa yang terjadi pada Jaemin.
Renjun langsung mengusap perut Jaemin dan air matanya keluar begitu saja, suaranya juga bergetar dan tampak menyesal.
"Maafkan aku, maafkan aku dulu tidak terus terang padamu soal Jeno. Jika aku mengatakannya terlebih dahulu, mungkin kau tidak seperti ini."
Jaemin mengusap air mata Renjun, "Tidak apa-apa, ini bukan kesalahanmu."
"Tapi tetap saja, aku terus merasa bersalah. Jika aku..."
"Ssh... Jangan membahas itu, kita kesini bukan untuk bersedih. Kau bergabunglah dengan kami Renjun-ah. Teman Jaemin berarti teman kita juga. Ayo kita pesan, Bos Mark yang bayar." Haechan mencairkan suasana setelah mendapatkan kode dari Mark.
KAMU SEDANG MEMBACA
Takdirku | NOMIN
FanfictionBerawal dari seorang anak yang memanggil Jaemin Mama. Pertemuan mereka terus berlanjut, membuat lelaki manis itu terjebak dalam sebuah takdir yang tak pernah ia duga. Walaupun menyangkalnya, takdir itu menariknya masuk ke dalam keluarga kecil ini.