• 10

18 6 0
                                    

chrysanthemum
_________________

Chapter 10

Chaewon sudah berhenti menangis ngomong-ngomong. Ya, walaupun perlu waktu setengah jam untuk menenangkannya dan juga mendengarkan penjelasan dari Soobin.

Mereka berjalan melewati gunungan-gunungan berumput coklat itu. Chaewon sedikit merinding karena ada banyak sekali 'rumah para mayat' yang ia lewati. Sebenarnya sangat ingin menangis lagi karena ketakutan, tapi ia mencoba membuat pandangannya kosong dan tetap memegang erat tangan kiri Soobin sebagai penyaluran rasa takutnya.

"Chae takut banget ya? Mau pulang aja?"

Wanita itu menggeleng ribut, "Gapapa, ayo kita kesana." Jawabnya.

Jujur Soobin benar benar merasa bersalah karena membuat wanita ini takut dan menangis. Ia tak menduga jika Chaewon akan setakut ini, awalnya memang ini semua sengaja Soobin rahasiakan dari Chaewon, tapi dengan hubungan yang hampir mencapai tahun kedua ini rasanya sedikit aneh jika ia menyembunyikan hal ini kepada Chaewon.

Mereka berhenti di depan sebuah batu yang lumayan besar, dan dibelakang batu itu terdapat sebuah gunungan kecil, sebuah makam. Di atas batu itu terdapat tulisan, nama seseorang yang saat ini sangat Soobin rindukan.

Soobin berjongkok, memunguti beberapa sampah daun dan ranting yang mengotori makam itu. Chaewon ikut berjongkok dan membantu Soobin membersihkan dedaunan itu. Setelah selesai dengan membersihkan dedaunan itu mereka mundur beberapa langkah dan mulai berdoa dan bersujud untuk menghormati mendiang.

Selesai dengan mendoakan mendiang di makam itu Soobin menggandeng tangan Chaewon untuk dia ajak duduk bersimpuh didepan batu tersebut. Soobin mengeluarkan bucket bunga yang tadi ia beli di toko bunga. Untaian indah bunga Primrose, Cernation, Aster putih, Hebras dan beberapa bunga indah lainnya. Bunga bunga dengan arti indah yang jika disatukan semua kalimat indah di dunia pun tidak dapat mengalahkan keindahan artian bunga bunga tersebut.

Soobin mengeluarkan lagi bunga, hanya satu tangkai, bunga matahari.

"Halo, Primrose."
"Halo,

Mamah.."

Benar benar baru kali ini Chaewon melihat pria di sebelahnya menumpahkan air mata. Pandangannya tertunduk, tangannya secara acak mencabuti rumput kering di depan lututnya yang bersipuh, air mata nya menetes begitu cepat jatuh diatas pahanya. Chaewon merasa sakit melihat pandangan ini, tangannya bergerak merangkul pria di sebelahnya dan mengusapnya pelan.

"Maaf, anak nakal Mamah baru bisa berkunjung sekarang.."

Soobin semakin menundukan kepalanya, terisak dalam kerinduan terhadap sang ibu. Chaewon masih setia memeluknya sesekali mencium pucuk kepalanya.

Tangan Soobin sedikit bergetar kala menaruh bucket bunga itu di depan batu sang ibu. Terlintas dalam benaknya tentang memori dua belas tahun kehidupannya bersama sang ibu. Wanita yang penuh senyuman dan aura positif. Wanita yang selalu siap mendengarkan semua ceritanya, wanita yang selalu menceritakan selucu apa Soobin semasa kecil, wanita yang selalu sigap memeluknya kapanpun Soobin ingin. Kini sekedar mendengarkan suaranya saja sudah tidak mungkin, apalagi pelukan hangat yang selalu harum bunga segar yang sangat Soobin rindukan itu.

Isakannya bertambah kuat, biarkan saja kali ini ia menjadi pria paling rapuh yang pernah Chaewon lihat.

"S-Soobin anak durhaka karna jarang kunjungin Mamah.."

Chaewon memeluknya lebih erat lagi, membisikan kata penenang, "Subin anak baik, Subin anak yang berbakti kok.."

"Jewer aja Soobin Mah.." Chaewon bergeleng, air matanya ikut menetes kali ini, masih memeluk kekasihnya itu dan membelai kepalanya lembut.

chrysanthemum [chaelix]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang