Hari Senin pagi ini, Anita datang ke sekolahannya tepat 5 menit sebelum upacara dimulai. Bukannya terlambat bangun ataupun Ia siswi yang malas, namun perintah ibunya yang menyuruhnya masak banyak untuk bekal dirinya dan seseorang yang ibunya anggap sahabat kecil Anita, membuatnya pergi ke sekolah lebih siang dari biasanya.
Anita menghembuskan napas lelah, meletakkan tasnya di kursinya dan mengambil topi yang akan Ia kenakan saat upacara.
Sedikit lagi topi itu mendarat di kepala Anita, sebuah tangan yang Anita tidak duga dari mana datangnya mengambil topinya.
“Wahhh, bagus nih Ta topi Lo," ucap cowo yang mengambil topi Anita.
Anita mendengus kesal.
“Jangan mulai deh Ran, masih pagi," ucap Anita kesal.
Randi tidak peduli dengan ucapan Anita, dia berlalu sampai depan pintu. Anita berdecak melihatnya, menyusul Randi dan berusaha mengambil topinya.
"Huuu pendek pendek. Makanya minum boneto." Randi mengejek Anita tak hentinya, memasang tampang yang membuat semua orang geregetan apabila melihatnya.
Anita berbalik dan berjalan cepat ke dalam kelas. Mengambil sapu yang dirasanya cukup untuk mengambil topinya yang tersangkut di atas pintu.
"Sehari aja gak usah jail bisa gak sih,"
Randi mengeraskan tawanya mendengarkan Omelan Anita, sedangkan Anita masih berusaha sabar dan berusaha menggapai topinya di atas pintu.
Ia mulai lelah. "Tau ah Ran, cape gue sabar mulu urusan sama Lo," Ia menendang pelan kaki Randi sambil berjalan masuk ke kelas untuk mengembalikan sapu. Baru saja Anita sampai di dekat kursinya, panggilan seseorang membuat Anita berbalik.
"Anita, dicariin nih sama sahabat tiang Lo."
Anita menaikan alisnya.Ia melihat dua
orang beradu argumen."Gue ingetin lagi, lo usil sama dia. Gue tendang kaki lo." Hanan mengambil topi Anita yang masih berada di atas pintu.
Anita terbungkam. Hanan memberikan topi itu pada Anita.
"Kalo ada yang jail sama Lo lagi, tendang kakinya sampe patah." Hanan berlalu pergi setelah menerima ucapan terimakasih dari Anita.
Anita mengedikkan bahu melihat kepergian Hanan. Setidaknya tenaganya yang terkuras tadi pagi dibalas kebaikan oleh Hanan. Bukannya pamrih, tapi Anita itu tipe orang yang gak mau rugi dalam hal apapun.
Anita melirik Randi yang berada disampingnya, memasang muka sebal seolah belum puas mengerjainya.
“Gue patahin mau?" Ucap Anita sok berani kepada Randi yang meliriknya.
Anita tertawa kecil melihat ekspresi Randi yang mendelik ke arahnya.
“Punya bodyguard aja belagu," tawa Anita semakin pecah mendengar gerutuan Randi yang berlalu menuju lapangan.
***
‘Tunggu sebentar lagi. Masih ada rapat Dewan Ambalan.'
Anita berdecak pelan setelah membaca pesan itu. Kalau bukan karena perintah ibunya, ia tidak akan menunggu anak itu hanya untuk memberikan satu tumpuk buku yang sekarang Ia bawa.
Ia berjalan menyusuri lorong kelas dan sampai pada gedung laboratorium yang memiliki balkon mengarah tepat pada lapangan futsal dan matahari terbenam.
Memang, matahari belum terbenam. Tapi rasanya melegakan melihat langit cerah dari balkon itu.
"Daffa Daffa Daffa."
Perhatiannya seketika teralihkan pada seorang laki laki yang berbicara sendiri sembari menggiring botol aqua.
"Yak yak Daffa menggiring bola. Pemain bernomor punggung sepuluh itu sangat lihai rupanya."
Laki laki itu berbicara sangat jelas meskipun tenaganya hilang akibat menggiring aqua.
Anita memperhatikan dalam diam sembari menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Penjaga gawang mulai risau dan yak golll gol gol gol gol."
"We are the champion."
Daffa berlari kemudian melompat ke atas sembari meninju udara sebagai bentuk kesenangannya atas bola yang berhasil membobol gawang lawan.
"Wuhuuu!" Teriaknya seru.
Tawa Anita pecah dan suara tepuk tangannya menguar di balkon itu. Daffa mencari arah suara kemudian mendongak. Wajahnya seketika datar dan mulai beranjak pergi.
"WOY ADEK KELAS, BOTOL AQUANYA DIBUANG DONG." Teriak Anita dengan penuh tenaga. Untung saja sekolah lumayan sepi.
Daffa menunjukan ekspresi kesal sambil berjalan memungut aqua itu. Anita terkikik geli.
"Daffa Daffa, kemarin disakitin sekarang halu, kasihan," desisnya.
Ia masih memperhatikan Daffa yang berlari kecil menuju ruang OSIS. Anita mencebikkan bibirnya.
Ia berbalik berjalan menjauh dari balkon dan mulai menuruni tangga menuju parkiran."Hai."
Anita menghela napas untuk kesekian kalinya.
"Kenapa?" tanyanya jutek.
"Nothing." Jawab Hanan dengan santainya.
Hanan berjalan di belakang Anita.
Anita berhenti sembari berdehem keras."Namanya laki itu jalan duluan jalan di depan. Bukannya buntutin di belakang kayak penguntit gitu." Sarkas Anita yang langsung menyerahkan buku-buku yang di tangannya pada Hanan.
“Dijaga bukunya, itu buku-buku kenangan Ibu pas mondok dulu. Jangan sampai rusak."
Hanan mengangguk dan melanjutkan langkahnya, berjalan di depan Anita.
“Makasih ya," Anita menjawab dengan anggukan pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Masa Pertama
Novela JuvenilIndah memang masa SMA. Dibalut dengan canda tawa dan teman yang selalu ada. Namun salah. Setiap kisah pasti ada saja masalah. Entah itu terselesaikan. Atau malah menghancurkan semuanya. ~ Si A *** Cerita ini saya dedikasikan kepada sahabat terdekat...