03_MP

6 1 0
                                    

Hari yang sangat membosankan. Anita mendengus pelan. Sembari memasang slayer warna kuning khas pmr wira.

"Ta, lu sama evan, Doni, Jeri di lapangan ya? Gue di UKS."

"Terserah Lo aja," jawab Anita sambil tersenyum cuek.

Ia membawa kotak P3K dan tandu kemudian duduk di tepi lapangan. Permainan futsal kelas XI IPA 2 melawan kelas XII IPA 1 tampaknya akan segera di mulai. Wasit mulai meniup peluit.

Matanya menangkap Daffa, osis sok ganteng yang beberapa hari itu ia pergoki pacaran di taman dan halu di lapangan futsal.

"Pantes mainannya pake botol aqua, cuma jadi kiper to." Ucap Anita cuek.

Sebenarnya Ia tidak terlalu suka dengan pertandingan-pertandingan seperti ini. Tapi karena memang tanggung jawab ya harus dijalani. ‘Ikhlas Anita' batinnya terus menerus

Priiiiit

"Woi mainnya yang sportif dong," laki laki tambun itu membela temannya yang saat ini tengah dibopong ke pinggir lapangan.

"Baru di senggol segitu doang jatuh. Lemah."

Laki laki tambun itu mengepalkan tangannya. Mulai emosi dengan Tim lawan. Pihak lain pun menenangkan keduanya.

Sementara itu, Anita mulai membuka peralatan P3K nya, mencari kasa dan alkohol untuk mengobati Luka yang tidak terlalu parah di lutut orang yang sangat dikenalnya.

"Bisa pelan aja gak ngobatinnya." Hanan meringis. Memegangi kakinya.
Anita mendengus.

"Makanya obatin sendiri, ini susah lho ngehindarin biar gak nyentuh Lo," ucapnya sambil menodongkan kasa dan alkohol.

“Lagian udah tau kerjanya ngobatin banyak orang, masih aja ikut PMR." Ucap Hanan sambil meraih kasa di tangan Anita.

Anita memilih tidak menjawab. Tatapannya kembali ke arah lapangan.
Dan pemain bernomor punggung dua belas mulai mendekat ke gawang lawan. Apa yang terjadi dan g.....

Bukk!

Anita menoleh ke sumber suara.

"WOI JANGAN KASAR DONG. LO BUTA YA. SENGAJA. KEPALA TEMEN GUE TU. KALO KENAPA KENAPA LO MAU TANGGUNG JAWAB."

Tim Kelas XI IPA 2 mulai mengeluarkan sumpah serapahnya.
Anita melihat Daffa pingsan di dekat gawang. Sepertinya bola futsal itu mengenai kepalanya.
Anita bangkit dari duduknya.

"Woi PMR TANDU."

Dia dan Evan menggapai tandu bersamaan tapi sesaat suara Hanan menghentikannya.

"Tolongin dong Ta, ini sakit harus di perban deh kayaknya, lagian lo nggak bakal kuat gotong dia. Biar temen lu. "

Anita berdecak pelan. "Iya biar gue sama anak anak aja," Evan meyakinkan.

Ia melihat Daffa yang tak sadarkan diri ditandu menuju UKS. Ia mengambil hansaplast dan menyerahkannya pada Hanan. "Ini dikasih hansaplast aja udah."

***

Anita menyandarkan kepalanya pada gerbang, matanya mengamati situasi luar sekolah. Terlalu bosan menonton pertandingan olahraga yang SMA sekali tidak diminatinya membuatnya sedikit pusing.

"PMR stand by di lapangan atau UKS, ini kok malah jadi satpam disini?" tanya Randi setengah menyindir.

"Terserah gue!" Sinis Anita. Randi mencebik asal.

"Eh An, beliin ayam lalapan dong, dari kemarin gue belom makan," pinta Randi memelas.

Dita memutar bola matanya, mendengus pelan. Melihat Randi yang dari kemarin mengurusi clasmeet membuatnya sedikit iba.

"Mana uang?" tanyanya.

Rendi menyodorkan selembar dua puluh ribu. Anita langsung melenggang pergi, menyeberang jalan. Lalu berhenti pada salah satu warteg dekat sekolahnya.

"Bu, ayam lalapan satu porsi dibungkus ya!"

Ibu tersebut mengangguk.

"Ini neng." Anita membayar pesanan tersebut. "Terimakasih Bu." Ia menyimpan kembaliannya di saku sambil melanjutkan langkah, keluar dari warteg tersebut kemudian mencari celah untuk bisa menyeberang.

Lalu lintas di jalanan besar depan sekolah terlihat cukup padat.
Ia menoleh ke kanan kiri bergantian berniat menyeberang, tanpa sengaja ekor matanya menangkap seorang anak OSIS yang kelihatanya juga ingin menyeberang.

Matanya tidak jelas melihat itu siapa, Ia kembali fokus pada jalanan.
Anita menerobos jalan sambil mengesampingkan tangan, memberi tanda bahwa ia akan menyeberang.

"Makasih kak." Anita menoleh ke sumber suara, ia melihat anak OSIS tadi berlari mendahuluinya  memasuki gerbang sekolah.

"Jadi tadi dia nungguin gue nyebrang. Dih, kalau ada maunya aja ramah." Ia mengomel-omel sendiri setelah tau siapa yang ikut menyebrang dengannya tadi.

“Astagfirullah, sabar Anita" ucapnya pada dirinya sendiri.

Sedetik kemudian satu ide cerdas terlintas di pikirannya. Dia mengeluarkan ponsel dari sakunya lantas mengetikkan pesan kepada Randi.

‘Makanannya sudah saya pesankan kakak. Biaya ongkir special hari ini hanya Rp. 10.000. Terimakasih sudah menyewa jasa Anita express.'

Matanya berbinar menatap selembar uang berwarna ungu tersebut. Lumayan sepuluh ribu bisa beli minum di kantin. Panas-panasan jadi tim kesehatan selama sehari penuh juga harus mencari keuntungan lebih. Ingat kan prinsip Anita yang gak mau rugi dalam hal apapun

***

Anita berjalan melewati pinggir lapangan. Mencari seseorang yang tadi sudah menjadikannya Abang grab dadakan. Ia menolehkan kepalanya ke segala arah.

“ Ta ngapain?" Suara di belakangnya membuat Anita menoleh.

“Eh Van. Ini lagi nyari Randi disuruh beliin makanan."

“ Aelah Lo Ta. Dari tadi gue cariin malah jadi kurir." Anita hanya cengengesan mendengar perkataan Evan.

“Udah biar makanannya gue yang anter ke Randi. Tadi gue lihat dia ke ruang guru. Bentar lagi juga balik,"

“Lo ke UKS gih. Tadi ada anak voli pusing." Jelas Evan panjang lebar pada Anita.

“Cewe apa cowo?" Tanya Anita yang tidak jadi melangkahkan kakinya.

“Cewe lah Ta. Orang sekarang pertandingan cewe kok. Makanya jangan pergi-pergi Mulu. Tanggung jawab nih."

Anita hanya menampilkan senyum mirisnya mendengar omelan Evan.
Benar kata Evan ini tanggung jawab. Jadi Anita harus melaksanakannya dengan maksimal, kesabaran, dan keikhlasan.

Apalagi tanggung jawabnya ini membantu orang sakit. Ini tugas mulia. Sayangnya kenapa Anita baru menyadarinya sekarang. Dan selama ini Ia hanya mau enaknya saja tanpa ada usaha.

‘Astagfirullah' Astagfirullah'

Anita beristighfar berkali-kali setelah menyadari kesalahannya. Allah mengingatkannya langsung lewat Evan dan Randi tadi. Begitu sayangnya Allah pada dirinya sehingga Allah tidak membiarkan Anita semakin lama berjalan dalam kelalaian.

Masa PertamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang