04_MP

4 0 0
                                    

Ting!

Hanan : ‘Ta keluar yuk! Sabtu sore gini vibesnya enak banget.'

SMS dari Hanan membuat Anita mengernyitkan dahi.
“Tumben ni anak ngajak pergi,"

Anita : ‘??'
Hanan : ‘Cafe deket rumah. Gue yang traktir deh.'
Anita : ‘4.15 gak boleh telat'

Anita mengalungkan tasnya. Lalu memakai sepatu biru langit yang senada dengan baju dan roknya. Handphonenya berdenting, ia melihat notifikasi dari WhatsApp sekilas.

Hanan : ‘Udah di depan :)'

Anita beranjak keluar rumah. Ia mengernyitkan dahi sekilas. "Kok naik motor?" tanya Anita.

"Gak papa. Masak iya mau ke cafe pake sepeda."

Anita mendengus pelan. "Tau gini gue nggak mau," sesal Anita sambil duduk di teras rumahnya.

Hanan meringis, "Lha emang kenapa?" Anita mendongak ke arah Hanan. “Gue mau bawa sepeda sendiri," Anita berdecak melihat Hanan menaikkan sebelah alisnya.

“Gak boleh Nan. Walaupun cuma Deket tetep aja gak boleh bocengan berduaan." Lanjut Anita sambil mengeluarkan sepedanya dari garasi.

Hanan menghela napas. Mulai menyalakan sepeda motornya saat Anita memberi isyarat agar Hanan jalan duluan.
Anita berdecak saat Hanan menyejajarkan motornya dengan sepeda Anita.
"Duluan aja Nan."
"Gak mau, biar barengan."
“Gak boleh Han. Tu dilihatin banyak orang. Dikira ada apa-apa nanti."

Hanan terdiam Ia melajukan motornya menjadi di depan Anita..

Hanan memberengut. "Gagal deh," gumamnya pelan.

***

"Cek satu dua tiga. Oke. Hai. Ketemu lagi Sama gue.  Daffa," ucapnya sambil membenahi stand microfone.

Hanan berjalan ke arah kursi yang berada di luar cafe. Mata Anita langsung tertuju pada panggung kecil di pelataran Cafe tersebut.

"Dan gue Hana, kita berdua bakal bawain lagu spesial buat kalian malam ini."

Riuh penonton mulai menguar di Youth Cafe, Cafe milik orang tua Daffa yang setiap sabtunya selalu diisi oleh penampilan spesialnya dan sang kekasih.
Seketika, aktivitas Daffa diinterupsi oleh getaran handphone yang ada di saku. Ia melihat nomor Ayahnya terpampang di sana.

"Bentar ya Han," izinnya pada Hana.

Mata Anita tak lepas dari Daffa. Ia melihat laki laki itu menuruni panggung berjalan menuju salah satu kursi.

"Bro, lu gantiin gue nyanyi ya. Ini penting kayaknya," ujar Daffa sambil menunjuk layar hpnya.

"Siap Sob," jawab Edo sembari berjalan menuju panggung.

Daffa berjalan mendekati meja Anita. Anita tertunduk berpura pura memilih menu, namun pikirannya sudah ke mana-mana.
Hanan memerhatikan Anita yang sedari tadi melihat buku menu tapi tak kunjung menyebutkan pesanannya.

"Ta"
"Ta"
"ANITA"

Anita tersentak. Daffa yang berjalan di pinggir meja mereka juga menoleh sebentar. Sedetik kemudian cowo itu melanjutkan langkah.

" Hm iya, gue milk shake coklat satu."
"Ngelamun apaan sih? Kata Lo gak boleh ngelamun."

Anita menghela napasnya. Beristighfar berkali-kali.
Hana dan Edo memulai aksi panggung mereka sesaat setelah Edo memperkenalkan dirinya pada pentonton.

Terakhir
Kutatap mata indahmu
Di bawah bintang-bintang
Terbelah hatiku
Antara cinta dan rahasia
Kucinta padamu
Namun kau milik sahabatku
Dilema hatiku
Andai ku bisa
Berkata sejujurnya

"Halo Pah," Terdengar bunyi keramaian dari panggilan tersebut.

"Daf, Eyang masuk rumah sakit," jawab Ayahnya.

Jangan kau pilih dia
Pilihlah aku
Yang mampu mencintamu
Lebih dari dia
Bukan kuingin merebutmu

Dari sahabatku
Namun kau tahu
Cinta tak bisa
Tak bisa kau salahkan

Daffa  melajukan motornya. Sayup sayup suara dari Cafe masih terdengar.
Anita menoleh ke arah parkiran saat mendengar suara motor menyala. Ia yakin itu Daffa. Decakan pelan keluar dari mulutnya.

“Kurang peka sama bodoh sekarang beda tipis," gumamnya pelan.

“Ngomong apa ya tadi?" Tanya Hanan heran.

“Eh, astagfirullah. Gak kok,"

“Buru minum Nan. Keburu magrib nanti." Lanjut Anita mengambil pesanannya yang sudah datang.

***
“Ta?"

“Ya?" Jawab Anita setelah meletakkan sepedanya di garasi.

“Lo gak papa kan? Tadi di cafe banyak ngelamunnya."

Anita menggaruk belakang kepalanya yang tertutup jilbab. Bingung mau menjawab apa.

“Gak papa kok. Gak nyangka aja tadi cafenya serame itu," jawab Anita sekenanya.

“Ohh. Oke kalau gitu. Gue pulang dulu, assalamualaikum."

“ Wa'alaikumsalam,"

“BTW. MAKASIH NAN." Teriak Anita saat Hanan sudah sampai di pelataran rumahnya yang terletak di depan rumah Anita. Hanan hanya mengacungkan jempol setelah turun dari motornya.

Masa PertamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang