"Galiiihh tolongg ...."
"Hos, hos, hos ...."
Galih terbangun dari tidurnya dengan keringat dingin yang bercucuran dari pelipis. Hampir semalaman dia tak bisa tidur karena gangguan makhluk astral yang terus mengikutinya semenjak pulang dari Rumah Gina. Bahkan dia juga mendapati sesosok hantu bergaun putih yang menghuni lantai dua di sekolahnya. Baru sejam sejak memejamkan mata, setelah memastikan Jihan baik-baik saja-- sebuah mimpi menyeramkan mengusiknya.
Dalam mimpi itu Galih melihat dirinya, Gina, adik-adik, juga beberapa anak lain diikat dalam sebuah papan berbentuk melingkar, mengelilingi sebuah pohon besar yang dihuni Ular Putih besar yang lebih dulu mengigit Gina tepat di tanda lahir mereka.
Entah apa artinya, yang pasti Galih semakin gelisah dibuatnya. Ranjang yang nyaman, kasur empuk, juga suasana kamar yang damai sama sekali tak mampu mengusir ketakutan yang semakin hari semakin kuat dia rasakan.
Di tengah kecemasan itu, tiba-tiba Galih merasakan ranjangnya berguncang, suara-suara aneh dia dengar tepat di kolong ranjang.
Matanya terpejam untuk beberapa saat. Meskipun sangat ketakutan, tapi rasa penasaran mengalahkan rasa takutnya. Perlahan dia beranjak, sedikit demi sedikit Galih melongokkan kepalanya ke kolong ranjang dengan tinggi lubang lima belas sentimeter tersebut.
Semilir angin tiba-tiba menyapu permukaan wajahnya. Namun, tak ada apa pun yang bisa dia lihat di sana.
Galih menghela napas lega, sesaat sebelum menarik diri sesuatu yang bergerak sangat cepat menabraknya hingga membuat tubuh Galih terjungkal dan jatuh ke lantai.
Masih dengan rasa sakit yang tersisa dia berusaha bangkit. Beringsut mundur kala melihat sebuah tangan berkuku runcing merangkak mendekat. Tubuh Galih gemetar hebat. Keringat bercucuran deras, tapi suaranya tak mampu keluar.
Galih mematung saat melihat hantu bergaun putih itu kini berani menampakan diri tepat di hadapannya. Kulitnya begitu pucat, rambut panjang terurai sepunggung, terlihat luka sayatan dari sudut bibir sampai hampir terhubung ke telinga.
"Tidak usah takut anak manusia. Aku tak akan menyakitimu."
"A-apa maumu?" Terbata suara Galih saat melontarkan kalimatnya.
"Tidak ada. Sudah hukum alam kalau makhluk sepertiku tertarik pada anak spesial sepetimu. Di luar juga banyak, tapi sebagian dari mereka tak bisa menembus rumah ini. Terlalu banyak tempat suci, terlalu banyak lantunan doa."
"Tapi kenapa kau bisa?" Akhirnya suara Galih kembali, dengan lantang dia berteriak tepat di hadapan makhluk ghaib yang terus mendekat itu.
"Karena aku satu tingkat di atas mereka."
"Maksudnya satu tingkat?"
"Sama seperti manusia yang golongannya dibedakan oleh kedudukan, harta, dan kepemimpinan. Kaum kamu juga dibagi dalam beberapa tingkatan kasta. Kami punya wilayah sendiri, individu atau kelompok yang dibedakan dengan kekuatan."
"Ya. Yang paling kuatlah yang berkuasa. Bangsa jin yang paling kuat biasanya menghuni tempat-tempat tinggi, terkadang mereka berkelompok, terkadang juga individu. Mereka mempunyai kemampuan mengubah wujud, masuk ke dalam mimpi, juga menyesatkan manusia. Jin atau iblis terkuat yang biasa disebut siluman inilah yang biasanya dijadikan objek pesugihan. Semakin banyak korban berjatuhan, semakin mereka tak terkalahkan."
"A-apa makhluk jenis itu juga yang dipuja keluargaku?"
"Ya. Dia adalah Nyai Damini, iblis berwujud ular putih berusia ribuan tahun yang menghuni Gunung Bageni. Dialah yang terkuat di klannya sekarang, setelah ayahnya mati. Walaupun kuat bukan berarti tak terkalahkan. Keyakinan. Itulah hal penting yang harus dimiliki setiap manusia agar tak mudah disesatkan. Masih ada waktu sebelum ritual agung dilaksanakan, temukan semua anak-anak spesial, rencanakan sebuah pelarian. Percayalah, kalian semua terhubung."
KAMU SEDANG MEMBACA
RANJANG BERDARAH (21+)
HorrorJihan Anissa menemukan Burhan-- suaminya tewas bersimbah darah di atas ranjang dengan keadaan tanpa busana. Padahal baru semalam lelaki berusia empat puluh empat tahun itu pamit untuk menghadiri acara privat party yang digelar salah seorang rekan se...