5. Korban Selanjutnya

3.2K 368 20
                                    

Seminggu sudah berlalu sejak jasad Burhan dikebumikan dan tahlilan tujuh malam selesai dilaksanakan. Jihan dan anak-anaknya memilih kembali menempati rumah peninggalan Burhan juga lokasi di mana lelaki itu meninggal.

Mereka disambut para asisten rumah tangga yang membantu menjaga rumah selama Jihan dan anak-anaknya tinggal sementara di kediaman utama Pak Ridwan.

Malam merangkak semakin kelam. Sudah empat hari sejak Detektif Fahri mengatakan bahwa salah satu saksi kunci kematian Burhan--Cintya dinyatakan hilang. Dia merasa semakin tak tenang.

Entah kenapa malam ini juga angin berembus sangat kencang di luar. Menusuk kulit sampai terasa ke tulang. Jendela yang sudah tertutup rapat tiba-tiba kembali terbuka saat Jihan melewati balkon lantai dua menuju kamar si kembar Rara dan Riri berada. Dia menutupnya kembali, kemudian beranjak ke kamar anak-anaknya yang ada di lorong paling ujung lantai ini.

Setelah memastikan keduanya terlelap. Jihan menyempatkan diri untuk singgah sebentar ke kamarnya. Kamar di mana Burhan meregang nyawa. Kamar yang diminta polisi untuk tetap dikosongkan sebelum kasus pembunuhan suaminya terungkap.

Perlahan, Jihan membuka pintu kembar kokoh yang menjulang di hadapan. Perempuan dengan gamis panjang itu terpaku. Menatap ranjang yang sebelumnya penuh dengan noda darah, sudah diganti dengan seprai putih yang baru.

Bayangan tubuh Burhan yang bersimbah darah tergeletak di atas ranjang masih terbayang. Memaksa Jihan untuk terpejam dengan perasaan yang entah.

Tiba-tiba hawa dingin kembali menerpa. Menusuk tulang hingga gigil bulu kuduk Jihan dibuatnya. Dia menelan ludah susah payah, lalu mengucap istigfar beberapa kali dalam hati, saat merasakan sebuah bayangan hitam melintas dengan cepat di belakangnya. Namun, saat menoleh Jihan tak bisa menemukan apa-apa.

"Sari!" panggil Jihan pada sang asisten rumah tangga.

Hanya butuh beberapa detik sampai gadis kurus berusia dua puluh tahunan itu muncul di hadapannya.

"Iya, Bu?"

"Tadi, kan saya sudah minta kamu buat tutup jendelanya. Kenapa masih kebuka? Anginnya dingin sekali malam ini. Sampai kerasa ke kamar Rara dan Riri."

Sari terlihat kebingungan. Gadis berkulit sawo matang itu menggaruk rambutnya yang tak gatal.

"Perasaan tadi sudah Sari tutup, kok, Bu. Kenapa bisa kebuka lagi, ya?"

"Kamu lupa mungkin. Tutup lagi saja sekarang! Nanti anak-anak masuk angin."

Sari mengangguk patuh. Asisten rumah tangga Jihan yang sudah mengabdi lebih dari tiga tahun itu mulai melangkah memasuki kamar yang paling besar di antara lainnya.

"Eh, sebentar, Sar!" Panggilan Jihan menghentikan langkah Sari sebelum sempat mencapai setengah ruangan.

"Ya, Bu?" Gadis berumur dua puluh tiga tahun itu memutar tubuh menghadap majikannya.

"Bukannya sehari setelah kejadian kamar ini sudah kamu dan Bi Imas bersihkan, ya? Kok, masih ada noda darahnya?" tanya Jihan heran.

"Darah?" Sari terlihat kebingungan.

"Itu, di kolong ranjang. Kayaknya netes dari atasnya."

Sari mundur dua langkah. Sementara Jihan masuk ke dalam untuk memastikan bahwa tak ada yang salah dengan penglihatannya.

"Waktu itu saya sama Bi Imas memang cuma bersihin atasnya aja, Bu. Darahnya, kan cuma di kasur. Terus ganti seprainya. Kita nggak pernah masuk lagi ke kamar ini selama seminggu ibu pergi. Hawanya aneh aja di situ. Lewat di depannya aja saya merinding."

Jihan terdiam sejenak.

"Kamu yakin?"

Sari mengangguk. "Ya-yakin, Bu."

Jihan merendahkan tubuhnya. Berjongkok di depan ranjang dengan tinggi tiga puluh sentimeter tersebut. Tangannya terulur menjangkau tetesan darah yang membasahi lantai.

"Basah. Ini masih baru!"

Deg!

Jihan kembali bangkit, lalu menunjukkan darah segar yang ada di tangannya pada Sari. Asisten rumah tangga Jihan itu berjengit jijik.

"Coba angkat kasurnya, deh, Sar!"

Tubuh Sari kembali mundur dua langkah. "Bu ...."

"Oke, biar saya saja."

"Tapi, Bu--"

Tanpa pikir panjang Jihan langsung mengangkat kasur berukuran king itu dan menjungkirkanbalikannya hingga terongggok di lantai. Sesuatu yang dia lihat setelahnya benar-benar di luar dugaan.

"Argh ...!" Jeritan Sari terdengar menggelegar. Sedangkan Jihan mematung dengan mata yang melebar.

Sesosok jasad perempuan baru saja mereka temukan tergeletak di atas dipan dalam keadaan sama persis dengan Burhan. Dengan luka sayatan di leher, dan dalam keadaan telanjang. Tertindih kasur busa seberat lima belas kilogram.

"Sa-Sar ... jangan biarkan Rara dan Riri lihat! Minta Galih buat hubungi Detektif Fahri sekarang! Bilang kalau sekretaris Mas Burhan yang sudah seminggu hilang baru saja ditemukan."

.

.

.

Bersambung.

Siapkan mentalnya, ya 🙈 Setelah ini kejadian-kejadian mistis mulai bertebaran.

Tokohnya banyak, jadi kudu dibaca pelan-pelan biar nggak ada yang kelewat, karena semua bakal berkaitan satu sama lainnya 😁

RANJANG BERDARAH (21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang